Esensinews.com – Para peternak domba dan kambing harus mampu menghadapi perkembangan zaman di era disrupsi, yakni masa di mana terjadi perubahan yang fundamental atau mendasar di berbagai sektor kehidupan.
Tak ada satu orang pun mampu menghentikan disrupsi beserta perubahan yang tengah terjadi begitu cepat di dunia ini. Mereka yang tergilas dan tak bisa mengikuti perkembangan di era disrupsi kemudian cenderung memaki-maki dan menyalahkan orang lain.
Pernyataan itu disampaikan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko saat menghadiri Silaturahmi Nasional ke-6 Himpunan Peternak Domba dan Kambing Indonesia di Jatim Park 2, Batu, Minggu, 9 Desember 2018.
Silatnas yang juga menggelar berbagai kontes domba dan kambing memperebutkan Piala Presiden 2018 ini mengambil tema ‘Peternak Muda Membangun Bangsa, Bangga jadi Peternak Indonesia’.
“Disrupsi di dunia berjalan amat cepat dengan segala perubahan, kecepatan, resiko, kompleksitas, maupun kejutan-kejutannya. Kita tak menyangka, baru saja ada penemuan teknologi tertentu, kini sudah ada lagi yang lebih baru. Di sinilah kia harus terus berkembang dan meng-update diri,” kata Moeldoko.
Pada kesempatan ini, Moeldoko mengaku bangga karena kian banyak peternak berasal dari generasi milenial. Pria yang juga menjabat Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) itu pun menyatakan optimismenya pada pasar produk domba dan kambing di dalam negeri. “Konsumsi protein di Indonesia itu masih sangat jauh dari kebutuhan masyarakat kita. Jadi, marketnya besar sekali. Itu belum bicara ekspor lho,” katanya.
Berbagai lomba digelar pada acara ini, antara lain seni ketangkasan Domba Garut, kontes ternak Kambing Peranakan Etawa (PE), serta eksebisi ternak domba dan kambing unggulan memperebutkan Piala Presiden Jokowi. Dalam kelas ekstrem, terpilih seekor kambing bernama ‘Lasson’ asal Lumajang seberat 149,8 kilogram.
Ketua Umum Himpunan Peternak Domba-Kambing Indonesia (HPDKI) Yudi Guntara Noor menyatakan, silatnas peternak kali ini merupakan yang keenam, setelah tahun-tahun sebelumnya dilangsungkan di Tawangmangu, Jonggol, Bantul, dan Cibubur.
“Ribuan peternak dari berbagai daerah tidur bersama di tenda, mendiskusikan berbagai hal dari hulu ke hilir berbagai persoalan di dunia peternakan,” kata Yudi.
Wali Kota Batu Dewanti Rumpoko menyambut baik digelarnya acara ini di kota wisata Batu. “Heran juga saya ada kambing seharga Rp 1 miliar. Kalau saya nanti beli terus tak bisa merawatnya, wah, bisa stress saya duit segitu amblas,” kelakarnya.
Dewanti pun menceritakan perkembangan Kot Batu yang tahun ini genap berusia 17 tahun. “Dari awalnya 150 ribu penduduk kini berkembang menjadi 250 ribu orang, seiring pertumbuhan industri pariwisata di sini. Angka kunjungan wisata pun naik pesat dari 200 ribu jadi 5 juta setahun,” ungkap ibu dari Dinasty Rumpoko, Ganisa Pratiwi Rumpoko dan Raras ini.
Kota yang sempat dijuluki Belanda sebagai ‘De Klein Switzerland’ atau Swiss Kecil di Pulau Jawa’ ini memiliki slogan ‘Shining Batu’ atau ‘Batu Bersinar’.
Dalam kunjungannya ke Batu, Kepala Staf Kepresidenan menyempatkan diri singgah ke Balai Kota ‘Among Tani’, sebagai pusat pemerintahan dan perkantoran terpadu seluas 4,1 hektar yang dibangun murni dari APBD Kota Batu dengan anggaran Rp 311 miliar.
Moeldoko juga mampir ke salah satu destinasi unggulan wisata lain di Batu, yakni Museum Musik Dunia di area Jatim Park 3. Moeldoko takjub dengan wisata edukatif yang menampilkan alat musik dari berbagai belahan dunia dan juga memorabilia aneka genre musik seperti jazz, pop, rock, dan keroncong.
“Saya mendukung Kota Batu mengembangkan potensi pariwisatanya di era disrupsi ini,” kata Moeldoko.
Editor : Divon