Esensinews.com – Mantan Menteri Keuangan sekaligus mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Rizal Ramli menanggapi utang negara yang jatuh tempo pada tahun 2019.
Utang tersebut mencapai 409 triliun rupiah.
Dilansir TribunWow.com, hal tersebut tampak melalui akun Twitter @RamliRizal yang ia tulis pada Sabtu (18/8/2018). Rizal Ramli langsung memberikan kritik bahwa akhirnya pemerintah akhirnya mengaku setelah melakukan kebohongan.
Lho kok baru ngaku? Piye toh ? Jadi ngapain ngibul dan bantah2 selama ini Madamme Anomali,”tulisnya.
Sementara itu, Sri Mulyani mengaku bahwa pembayaran utang tahun 2019 cukup berat karena utang negara cukup besar.
“Tahun depan berat, banyak utang di masa lalu yang jatuh tempo cukup tinggi di 2019,” ujar dia dalam acara konfrensi pers Nota Keuangan dan RAPBN 2019 di JCC, Senayan, Jakarta, Kamis (16/8/2018) yang dikutip dari Kompas.com.
Sri Mulyani mengungkapkan, utang negara yang jatuh tempo pada tahun 2019 mendatang mencapai Rp 409 triliun. Meski terbilang cukup besar, Sri Mulyani menegaskan bahwa pengelolaan utang negara saat ini semakin baik.
Hal tersebut bisa dilihat dari dua indikator yang menunjukkan kesehatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), yakni defisit APBN dan tingkat keseimbangan primer.
Sri Mulyani juga menjelaskan bahwa defisif APBN terus pengalami penurunan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Pada tahun 2015, defisit APBN sempat menyentuh angka 2,59 persen dari GDP senilai Rp 298,5 triliun
Angka ini perlahan turun pada 2016 sebesar 2,49 persen, dan kembali turun pada 2017 menjadi 2,15 persen. Target defisit APBN pada 2018 pun turun menjadi 2,12 persen.
“Kelihatan bahwa trennya yang mendekati nol dari yang tadinya pernah mencapai 2,59 persen yang terdalam di tahun 2015, itu dikarenakan tahun itu harga komoditas jatuh sehingga counter fiskal hingga defisit,” ujar Sri Mulyani.
Sementara itu, pada RAPBN 2019 ini, defisit akan diperkirakan di 1,8 persen terhadap GDP. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan defisit paling kecil yang pernah terjadi di 2012 yaitu 1,86 persen dari PDB. “Hanya untuk menggambarkan betapa kerennya berubah sama sekali,” ujarnya.