Oleh: Tim Gabungan Aremania
Sejak dua hari setelah Peristiwa Kekerasan dan Pelanggaran HAM pada 1 oktober di Stadion Kanjuruhan Malang , Team Gabungan Aremania telah membentuk Team Pencari Fakta. Dalam hal ini Team ini terdiri dari sejumlah personel dari beberapa latar belakang organisasi.
Selama 10 (sepuluh) hari ini kami telah mengumpulkan sejumlah bukti dan mengambil keterangan dari berbagai pihak, yaitu saksi peristiwa, korban dan keluarga korban, Panitia Penyelenggara Pertandingan, petugas keamanan dalam pertandingan, Manajemen Arema FC dan sejumlah pihak lain termasuk ahli kesehatan dan forensik.
Berdasarkan informasi, data, dan fakta-fakta yang telah terverifikasi dapat kami sampaikan sebagai berikut :
1.Bahwa sebelum pertandingan, telah terjadi rapat koordinasi sebanyak empat kali antara Kepolisian, Panpel, Manajemen Arema FC, Komunitas Aremania dan pihak-pihak terkait; Dalam rapat koordinasi ini, beberapa point penting yang dibahas adalah :
-Komitmen aremania untuk tidak sewaping kendaraan plat L
-Dalam pertadingan tidak akan menghadirkan supporter bonek
-Tidak ada represi/kekerasan kepada supporter aremania dari pihak aparat kemanan
-Tidak ada penggunaan gas air mata oleh aparat keamanan
2.Berdasarkan informasi yang kami peroleh, pihak penyelenggara menyerahkan pembiayaan pengamanan ke Kepolisian sebesar 174 juta rupiah;
3.Jumlah penonton dalam pertandingan ini secara umum masih sesuai dengan kapasitas stadion Kanjuruhan;
4.Bahwa kontrol petugas pengamanan dari personel Polri pada pertandingan ini bukan menjadi tanggungjawab Panitia Pelaksana, akan tetapi ada dibawah rantai komando Kepolisian;
5.Berdasarkan dokumen kepolisian Sprint/1606/IX/PAM.3.3/2022 tanggal 28 September 2022 jumlah personil pengamanan yang dihadirkan sejumlah 2.034 personil, termasuk diantaranya adalah 300 personel dari Brimob Polri;
6.Sejak awal personel Brimob dan sejumlah personel Sabhara Polres Malang yang ditempatkan di lokasi pertandingan telah dipersenjatai dengan gas air mata; Personil Brimob, diduga menggunakan multi-smoke projectile yang satu selongsong bisa meletuskan sampai lima proyektil, dan personil Sabhara diduga menggunakan gas air mata single amunisi.
7.Setelah pertandingan selesai, sejumlah penonton turun ke lapangan. Ini adalah tradisi yang sudah biasa dilakukan. Akan tetapi hal ini direspon dengan berlebihan dengan beragam tindak kekerasan aparat Kepolisian dan TNI. Yang kemudian dilanjutkan dengan penembakan gas air mata oleh pasukan Brimob dan Sabhara.
8.Personil Brimob pertama kali menembakkan pertama kali gas air mata pada jam 22.08 yang diarahkan ke tribun selatan. Dan selanjutnya secara bertubi-tubi, tembakan airmata dilakukan sebanyak setidaknya 11 kali oleh tujuh orang yang berbeda. Penembakan berakhir pada jam 22.15
9. Saksi dan video rekaman menunjukkan bahwa personil Brimob dan Sabhara melakukan tindak kekerasan dibawah atas sepengetahuan perwira Polisi yang memimpin di lapangan.
10.Bahwa terdapat 32 cc tv dari 16 gate di Stadion Kanjuruhan yang merekam kejadian mematikan di sejumlah gate di tribun selatan. Artinya fakta-fakta yang terjadi telah terekam dalam CCTV yang saat ini telah berada
Dari temuan-temuan ini kami menyimpulkan sebagai berikut :
1. Tragedi kemanusiaan di Stadion Kanjuruhan pada tanggal 1 Oktober 2022 bukanlah kerusuhan, tetapi tindak kekerasan berlebihan yang secara sengaja dilakukan oleh personil Polri dan TNI secara terstruktur dan sitematis sesuai rantai komando;
2. Bahwa bentuk tindak kekerasan yang paling mematikan adalah penembakan gas air mata oleh personil Brimob dan Sabhara yang diduga kuat dibawah perintah perwira di lapangan dan sepatutnya diduga dibawah kontrol perwira tertinggi di wilayah Polda Jatim.
3. Bahwa penyebab kematian yang utama para korban adalah diduga kuat karena Gas Air Mata. Selain bahwa juga karena berhimpitan, berdesakan sesama penonton dan beragam bentuk kekerasan yang lain.
4. Bahwa tindak kekerasan aparat kemanan di Stadion Kanjuruhan pada 1 oktober 2022 telah memenuhi unsur tindak pidana penyiksaan dan pembunuhan sebagaimana dimaksud dalam pasal 351 KUHP dan pasal 338 KUHP
5. Bahwa tindakan aparat keamanan dalam peristiwa ini menunjukkan tindakan yang serangan yang meluas atau sistematik oleh aparat keamanan kepada penduduk sipil, adalah pidana Kejahatan Kemanusiaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 UU No. 26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM;
Berdasarkan kesimpulan ini kami menyatakan sikap :
1. Menuntut Komnas HAM untuk melakukan penyelidikan Pro Justiia atas dugaan kejahatan kemanusiaan dalam tragedi 1 Oktober 2022 di Stadion Kanjuruhan.
2. Dilakukan pemeriksaan secara menyeluruh oleh Div Propam Polri kepada seluruh personel di lapangan dan perwira polisi yang bertanggung jawab, termasuk Kapolda Jatim yang berwenang saat tragedi ini terjadi.
3. Dilakukan otopsi atas semua korban luka dan meninggal dalam tragedi ini.
4. Negara wajib memulihkan kesehatan dan kerugian materiil dan immatreriil seluruh korban
Malang, 14 Oktober 2022