Mereka beraggapan, akibat pandemi Covid-19 akibat pandemi maka ekonomi perlu pemulihan.
Namun sejatinya, penundaan pemilu tidak bisa dilakukan jika mengikuti aturan konstituante.
Menurut Dosen Kepemiluan Universitas Sam Ratulangi, Ferry Liando ketentuan Pasal 22E Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terkait Pemilu untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, Anggota DPR, Anggota DPD, serta anggota DPRD diselenggarakan berlandaskan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.
“Jadi jelas, pemilu itu harus dilaksanakan sekali dalam lima tahun,” ujarnya Rabu (2/3/2022).
Namun, lanjut Ferry, jika para pengusulnya nekat dan mampu mempengaruhi kekuatan mayoritas di DPR dan DPD RI, maka penundaan tidak mustahil terjadi.
Lanjut ujar Ferry, mekanisme yang harus dilalui jika menunda pemilu adalah amandemen konstitusi.
“”Ada tiga langkah mengamandemen konstitusi yaitu proses pengusulan di MPR, kesepakatan dan pengambilan keputusan. Pengusulan mesti terdapat 1/3 anggota parlemen. Untuk menyepakati amandemen harus dihadiri oleh 2/3 anggota parlemen. Dan dalam tahapan pengambilan keputusan harus mendapatkan persetujuan paling kurang 50% dari jumlah total anggota DPR,” katanya.
Sedangkan kekuatan koalisi pemerintah saat ini sebesar 66% dari 711 kursi MPR.
“Jadi jika tidak diimbangi kekuatan class action dari rakyat, maka peluang menunda pemilu bukan hal mustahil,” tandasnya.