Gubernur Viktor dan Bupati Agas Digugat Warga Asal Manggarai Timur

ESENSINEWS.com - Jumat/23/04/2021
Gubernur Viktor dan Bupati Agas Digugat Warga Asal Manggarai Timur
 - ()

ESENSINEWS.com – Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Viktor Bungtilu Laiskodat dan Bupati Manggarai Timur Agas Andreas digugat oleh dua (2) orang warga asal Lengko Lolok, Desa Satar Punda, Kecamatan Lambaleda, Manggarai Timur.

Kedua penggugat itu ialah Isfridus Sota dan Bonevasius Yudent. Penggugat melakukan Gugatan Tata Usaha Negara (TUN) di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Kupang.

Isfridus Sofa mengatakan, Gubernur Viktor dan Bupati Agas digugat lantaran menerbitkan keputusan tentang Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi mineral bukan logam kepada PT. Istindo Mitra Manggarai.

“Karena (Gubernur Viktor dan Bupati Agas, red) menerbitkan keputusan tentang Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi mineral nukan logam kepada PT. Istindo Mitra Manggarai,” ujar Isfridus dalam keterangannya, Kamis 22 April 2021.

Kemudian, kata dia, terkait Keputusan Tentang Izin Lingkungan terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan pertambangan batu Gamping di Lengko Lolok, Desa Satar Punda, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai Timur, NTT yang diprakarsai oleh PT. Istindo Mitra Manggarai, tanggal 23 November 2020.

Gugatan TUN tersebut terdaftar dengan Nomor Perkara: 5/G/2021/PTUN-KPG di PTUN Kupang dan diwakili oleh Pengacara Marthen Jenarut, Vitalis Jenarus, Valens Dulmin, Anselmus Malofiks, dan Elias Sumardi Dabur.

*Kerugian*

Isfridus menjelaskan, kepentingan mereka dalam perkara ini terkait dengan adanya kepentingan yang dirugikan oleh keputusan TUN yang diterbitkan para tergugat.

Isfridus dan Bonevasius adalah anggota masyarakat yang tak terpisahkan dari masyarakat adat Lengko Lolok yang memiliki lahan dan hunian di areal rencana penambangan itu.

Di atas tanah mereka, PT. Istindo Mitra Manggarai mulai merencanakan kegiatan penambangan batu gamping.

Isfridus melanjutkan, rencana tersebut tanpa persetujuan dari pihaknya, dan karenanya dapat mengakibatkan dirinya kehilangan hak atas tanah, kehilangan mata pencaharian dan penghidupan, kehilangan mata air dan hak untuk menikmati masa depan serta keberlangsungan hidup keluarga dan keturunannya.

Menurutnya, tanah dan segala yang tumbuh di atas areal tersebut, serta hunian miliknya termasuk kampung adat (rumah gendang) masyarakat adat Lengko Lolok masuk dan atau menjadi bagian di dalam wilayah IUP Operasi Produksi Batu Gamping PT. Istindo.

Isfridus menilai kegiatan operasional penambangan itu berpotensi menimbulkan kerugian bagi dirinya seperti rusaknya lahan, hilangnya kampung halaman, hilangnya ruang hidup, lahan pertanian dan perkebunan serta hilangnya masa depan anak cucunya.

Selain itu, jelas dia, wilayah IUP Produksi Batu Gamping PT. Istindo mencakup seluruh ruang hidupnya termasuk semua masyarakat adat Lengko Lolok.

Isfridus menegaskan, kika ruang hidupny dihancurkan, maka eksistensinya sebagai masyarakat adat Lengko Lolok akan musnah.

“Jika eksistensi dan ruang hidup (Isfridus, red) musnah, maka identitas kulturalnya pun akan musnah yaitu kampung sebagai tempat hunian (Golo Lonto/Beo Ka’eng), tanah sebagai lahan kelola untuk hidup (Uma Duat), halaman kampung sebagai tempat untuk ekspresi kreativitas hidup (Natas Labar), altar untuk perayaan kehidupan (Compang Takung), mata air untuk pemenuhan kebutuhan hidup (Wae Teku),” tegas dia.

Lebih lanjut, Ia mengemukakan, pada 26 Maret 2020, Tju Bin Kuan mewakili PT. Istindo Mitra Manggarai dan Zhao Jiang Hao mewakili PT. Semen Singa Merah NTT menandatangani kesepakatan awal dengan salah seorang warga bernama Damianus Demas yang mengklaim dirinya pemilik atau penguasa dari bidang-bidang tanah hak ulayat (masyarakat adat) yang merugikan pihaknya.

Kemudian, dalam wilayah IUP Produksi batu Gamping PT. Istindo Mitra Manggarai, ada tanah yang masih menjadi tanah ulayat. Tua Adat, kata dia, tidak memiliki kewenangan untuk mengklaim bahwa dia untuk dan atas nama masyarakat adat dapat melakukan penyerahan hak atas tanah pada pihak lain tanpa melalui proses musyawarah untuk mufakat bersama masyarakat adat.

*Alasan Gugatan*

Sementara itu, Bonevasius mengaku bahwa dirinya tidak pernah memberikan persetujuan dan atau melepaskan hak kepemilikan atas lahan atau tanah pertanian, bangunan rumah sebagai tempat tinggalnya kepada pihak manapun terkait usaha pertambangan.

Ia menilai tindakan para tergugat telah mengabaikan dan atau melanggar haknya sebagaimana dimaksud Pasal 10 huruf b Undang-undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959), Pasal 10 huruf b:

“Penetapan WP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 vat (2) dilaksanakan:

a. secara transparan, partisipatif, dan bertanggung jawab;

b. secara terpadu dengan memperhatikan pendapat dari instansi pemerintah terkait, masyarakat, dan dengan mempertimbangkan aspek ekologi, ekonomi, dan sosial budaya, serta berwawasan lingkungan; sebagaimana dikuatkan oleh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 32/PUU VIII/2010, dimana dalam amarnya memutuskan:

– Pasal 10 huruf b sepanjang frasa “…memperhatikan pendapat…masyarakat…” Undang-undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959) bertentangan secara bersyarat terhadap Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai, “wajib melindungi, menghormati, dan memenuhi kepentingan masyarakat yang wilayah maupun tanah miliknya akan dimasukkan ke dalam wilayah pertambangan dan masyarakat yang akan terkena dampak.

– Pasal 10 huruf b sepanjang frasa “…memperhatikan pendapat… masyarakat…” Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai, “wajib melindungi, menghormati, dan memenuhi kepentingan masyarakat yang wilayah maupun tanah miliknya akan dimasukkan ke dalam wilayah pertambangan dan masyarakat yang akan terkena dampak.

Selain hal di atas, kata Bonevasius, dengan diterbitkan “Objek Sengketa I” dan “Objek Sengketa II”, maka akan menimbulkan kerugian bagi pihaknya berupa putusnya hubungan hukum antara dirinya dengan lahan milik mereka, yang tanpa persetujuannya telah dijadikan lokasi objek pertambangan sebagaimana dimaksud dalam kedua objek gugatan tersebut dan menimbulkan kerugian berupa hilangnya akses untuk mengelolah tanah serta hilangnya penghasilan atas tanahnya.

Hal lain menurutnya, yaitu berpotensi mengalami kerugian dari aspek lingkungan hidup, yaitu kerugian akibat kehidupannya untuk menikmati lingkungan hidup yang sehat karena ternyata objek gugatan a quo diterbitkan di atas wilayah ecoregion karst dan cekungan air tanah yang sudah ditetapkan oleh pemerintah sebagai wilayah yang harus dilindungi dan dipertahankan demi menjaga keberlangsungan lingkungan hidup yang sehat.

Bonevasius mengatakan, keputusan para tergugat juga melanggar ketentuan sejumlah Undang-undang, di antaranya: Undang-undang No. 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (“UU No. 41/2009”), UU Tentang Lingkungan Hidup, sejumlah Peraturan Pemerintah, termasuk Peratutan Daerah Kabupaten Manggarai Timur tentang Perlindungan Mata Air dan Peraturan Gubernur Provinsi NTT tentang moratorium tambang.

Selain menabrak ketentuan UU, keputusan Para Tergugat juga melanggar Asas-asas umum pemerintahan yang baik, antara lain: Asas Partisipasi Masyarakat.

Asas partisipasi masyarakat, jelas Bonevasius, sangat krusial karena menyangkut dampak sosial dan lingkungan masyarakat sekitar pasca diterbitkannya keputusan TUN dalam konteks ini instrumen perizinan lingkungan hidup, yakni Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) dan Izin Lingkungan.

Ia menegaskan, fokumen lingkungan tersebut mulai dari awal harus ada partisipasi masyarakat, agar dapat mengakomodasi kepentingan-kepentingan masyarakat sekitar, apalagi dirinya memiliki lahan di lokasi yang akan ditambang, termasuk multiplier effect dari adanya suatu kegiatan usaha.

Bonevasius menambahkan, agenda lanjutan setelah terdaftar di Kepaniteraan PTUN Kupang adalah pemeriksaan sengketa yang dimulai dengan pembacaan isi gugatan dan jawaban tergugat.


Warning: Undefined variable $post in /home/esensinews.com/public_html/wp-content/themes/kompasX/functions.php on line 101

Warning: Attempt to read property "ID" on null in /home/esensinews.com/public_html/wp-content/themes/kompasX/functions.php on line 101

Tinggalkan Komentar

Kolom

Mungkin Anda melewatkan ini

Pemerintah Didesak Selesaikan Pembangunan Rel Kereta Api Rantau Prapat – Kota Pinang

Pemerintah Didesak Selesaikan Pembangunan Rel Kereta Api Rantau Prapat – Kota Pinang

Gegara Bangunan  ini, Satpol PP DKI Dikritik Habis-habisan 

Gegara Bangunan  ini, Satpol PP DKI Dikritik Habis-habisan 

Yasonna Laoly Gabung Konpres PDI-P Dipertanyakan

Yasonna Laoly Gabung Konpres PDI-P Dipertanyakan

Pemilih Disejumlah Negara Bagian di AS Diwajibkan Miliki ID

Pemilih Disejumlah Negara Bagian di AS Diwajibkan Miliki ID

Anies Didesak Alihkan Anggaran Formula E Untuk Antisipasi Banjir

Anies Didesak Alihkan Anggaran Formula E Untuk Antisipasi Banjir

Tag

Baca Informasi Berita Aktual Dari Sumber terpercaya