Dalam suatu potongan film tentang masa Khalifah Umar Bin Khattab (sumber: https://twitter.com/_kingpurwa/status/1322422261559648256?s=24) , diceritakan bahwa sang Khalifah yang terkenal jujur dan sederhana ini bercerita tentang kekhawatirannya bila ada pejabat yang memerintah tetapi sambil berbisnis:
“Ketika mereka berbisnis, kami khawatir masyarakat akan memberi sejumlah uang karena jabatan mereka. Sehingga lebih memprioritaskan bisnis dari kewajiban lainnya. Dengan demikian, penghasilan mereka mencuat karena jabatan. “
Diceritakan juga (sumber: Republika https://republika.co.id/berita/q3uo43430/umar-bin-khattab-menyita-harta-pejabat-yang-bertambah-kaya ), Umar beberapa kali membuat kebijakan mencopot jabatan atau menyita harta bawahannya hanya karena harta bawahannya bertambah. Apalagi jika diketahui hartanya itu didapat bukan dari gaji yang diberikan oleh negara.
Apa yang dilakukan oleh Umar Bin Khattab di masa kejayaan Islam di masa lalu sebenarnya diteladani oleh Presiden Gus Dur di era kekinian. Jadi, pada tahun 2000 terjadi geger politik. Diketahui ternyata Menteri Perindag-Kepala Bulog Muhammad Jusuf Kalla melakukan kebijakan impor pangan yang informasinya bocor duluan sehingga menguntungkan bisnis keluarganya, yaitu iparnya sendiri: Aksa Mahmud.
Pada era Jusuf Kalla juga mulai diberlakukan sistem kuota impor pangan. Sistem ini membentuk kartel pangan karena memberikan lisensi kepada segelintir importir yang akibatnya merugikan para produsen pangan di Indonesia. Sistem kartel tersebut sudah berjalan sampai masa kini di tahun 2020.
Karena melakukan KKN, sifat-sifat peninggalan Orde Baru yang saat itu sangat dikutuk, Gus Dur mencopot JK dari posisi menteri. Hanya sayang sekali, karena ada kompromi politik, akhirnya kasus Jusuf Kalla tidak diproses hukum. Tindakan Gus Dur mencopot Jusuf Kalla sudah sangat benar bila mengacu keteladanan anti-korupsi Khalifah Umar dan juga semangat anti-KKN Reformasi 1998. Dengan pencopotan karena KKN tersebut jelas membuktikan Jusuf Kalla adalah seorang Reformis Gadungan.
Namun Reformasi pun terhenti ketika Gus Dur dikudeta oleh MPR, dimotori oleh barisan yang Jusuf Kalla ada juga di dalamnya. Reformis Gadungan menang, Reformasi terpukul balik. Pada tahun 2004 Jusuf Kalla menjadi Wakil Presiden.
Datanglah kejayaan bagi keluarga Jusuf Kalla. Segera saja Jusuf Kalla menginstruksikan Menteri Keuangan saat itu untuk mengatur pemutihan utang (bukan restrukturisasi) triliunan rupiah milik grup bisnis milik Aksa Mahmud di bank BUMN (BNI).
Selain itu pada bulan Juli 2005 (diberitakan di Globe Asia, Agustus 2007), grup milik Aksa Mahmud mendapatkan dari BNI, 90% saham senilai Rp 280 miliar untuk operator jalan tol BSD. Berbagai lisensi pembangunan jalan toll senilai Rp 440 miliar di Sulawesi bersama PT Jasa Marga juga diperoleh grup ini. Grup milik ipar Jusuf Kalla juga mendapat berbagai izin pembangunan pembangkit listrik di Sulawesi Selatan berkapasitas hingga 2x100MW senilai Rp 2,2 triliun.
Akibatnya ipar Jusuf Kalla menjadi semakin kaya selama Jusuf Kalla menjabat wakil presiden. Berdasarkan data Globe Asia, kekayaan Aksa Mahmud meningkat dari tahun 2006 sebesar $ 145 juta, melonjak menjadi $ 599 juta di tahun 2007 dan $580 juta di tahun 2008. Kemudian harta Aksa Mahmud naik lagi ke $619 di tahun 2009. Dan karena sudah terlanjur berakumulasi, kekayaannya kembali naik ke $ 750 di tahun 2010. Jadi sejak tahun 2006 kekayaan ipar Jusuf Kalla telah naik lebih dari 5 kali lipat! Dari yang awalnya peringkat kekayaan Aksa Mahmud di nomor 75 orang terkaya, langsung melonjak naik ke peringkat nomor 19 orang terkaya di Indonesia (berdasarkan Globe Asia).
Itulah pelajaran betapa berbahayanya Reformis Gadungan diberikan kesempatan untuk berkuasa. Bisnis keluarganya langsung menggurita. Kekuasaan semata-mata digunakan untuk memperkaya diri dan keluarga.
Kini, ditengah berbagai berita bisnis grup milik Aksa Mahmud yang sedang diterpa masalah (salah satunya kasus rush Bank Bukopin), kabarnya Jusuf Kalla dan keluarga sedang berusaha kembali berkuasa. Pastinya bertujuan untuk menyelamatkan bisnis mereka. Infonya, salah satunya adalah melalui Anies Baswedan (Anies disebutkan dibiayai oleh Aksa Mahmud saat Pilgub DKI).
Berbagai sumber