Dibalik Kontroversi UU Omnibus Law Cipta Kerja

ESENSINEWS.com - Jumat/30/10/2020
Dibalik Kontroversi UU Omnibus Law Cipta Kerja
 - ()

ESENSINEWS.com – Suara-suara penolakan terhadap Undang-Undang Cipta Kerja kemungkinan besar akan berlabuh pada uji materi di MK. Gugatan ini akan dilayangkan setelah Presiden Jokowi menandatangi naskah final UU tersebut.

Bagaimana perjalanan awal pembahasan draf undang-undang ‘sapu jagat’ ini hingga disahkan dan melahirkan penolakan massal yang diwarnai unjuk rasa dan kericuhan?

BBC News Indonesia merangkum perjalanan pembahasan UU Cipta Kerja, mulai pidato Presiden Joko Widodo pada Oktober tahun lalu, hingga rencana uji materi sejumlah pihak ke Mahkamah Konstitusi.

Kapan Presiden menandatangani Omnibus Law UU Cipta Kerja?

Sampai Jumat (30/10) sore, Presiden Joko Widodo belum menandatangani UU Cipta Kerja setelah disahkan oleh DPR pada Senin (05/10/2020) lalu.

“Tinggal menunggu waktu ya… Dalam beberapa saat setelah ditandatangani oleh beliau, segera diundangkan dalam lembaran negara,” kata Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko, kepada pers, Rabu (21/10) lalu.

Omnibus Law
Keterangan gambar,Omnimbus Law digambarkan dalam aksi unjuk rasa dapat bikin sakit kepala.

Seperti diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Presiden Jokowi memiliki waktu 30 hari untuk menandatangi atau tidak sebuah UU yang sudah disahkan DPR.

Sebelumnya, DPR menyerahkan naskah final undang-undang tersebut kepada Presiden Joko Widodo, Rabu (14/10/2020), melalui Menteri Sekretaris Negara, Pratikno.

Sejumlah pihak mengharapkan Presiden Jokowi dapat segera menandatanganinya, sehingga upaya uji materi (judicial review) atas UU Cipta Kerja dapat diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Siapa yang berencana ajukan uji materi ke MK?

Tidak semua organisasi buruh bersedia melayangkan gugatan uji materi atas Omnibus Law ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Dari tujuh organisasi buruh yang terlibat dalam pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Kerja, setidaknya ada empat yang berencana melayangkannya.

Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) mencatat setidaknya ada 12 pasal dalam klaster ketenagakerjaan yang dianggap merugikan buruh.

Omnibus Law
Keterangan gambar,Seorang buruh berunjuk rasa di kawasan EJIP (East Jakarta Industrial Park), Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Senin (05/10)

Belasan pasal itu mencakup soal pesangon, sistem kontrak dan alih daya, serta pengupahan.

Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI), Elly Rosita Silaban, Kamis (15/10), mengatakan pihaknya segera mendaftarkan gugatan uji materi Undang-Undang Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi (MK) begitu undang-undang itu ditandatangani presiden dan dinomorkan.

Staf Khusus Kementerian Ketenagakerjaan, Dita Indah Sari, mengatakan pihaknya akan menjalankan apapun keputusan Mahkamah Konstitusi atas judicial review yang dilayangkan sejumlah organisasi buruh.

Ia mengeklaim, pasal-pasal yang tertuang dalam UU Cipta Kerja merupakan “titik kompromi paling maksimal” yang bisa diupayakan kementerian.

Menyusul demonstrasi besar yang terjadi di sejumlah daerah menolak Omnibus Law, Jumat (09/10), Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa “ketidakpuasan terhadap Undang-Undang Cipta Kerja” dapat disalurkan melalui uji materi ke MK.

Desakan diterbitkan perpu – tapi mengapa pemerintah menolak?

Unjuk rasa mahasiswa dan buruh pada Rabu (28/10) lalu, menyuarakan kembali agar pemerintahan Jokowi menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang alias perpu.

Ketua Kongres Aliansi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KASBI) Nining Elitos mengatakan, menolak mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi.

“Bagaimana mungkin rakyat dipaksa mengikuti jalur hukum tapi pembentukan UU sendiri tidak taat hukum. Dari awal, pembahasan UU ini tidak terbuka, partisipasi publik minim, maka kita sebut cacat prosedur dan cacat hukum,” kata Nining.

Sebagian ahli hukum tata negara menganggap perpu merupakan pilihan terbaik bagi Presiden Joko Widodo untuk mengoreksi keputusan DPR mengesahkan Omnibus Law.

Namun pengamat hukum tata negara lainnya menilai upaya itu sulit dipenuhi karena akan menjatuhkan wibawa dan kehormatan pemerintah sebagai pengusul UU Cipta Kerja.

Omnibus Law
Keterangan gambar,BEM SI menuntut agar pemerintah membatalkan Omnibus Law dan menerbitkan peraturan pemerintah pengganti UU alias perpu.

Penerbitan Perpu juga dianggap sebagai “obat mujarab” untuk menyelesaikan polemik UU Cipta Kerja, yaitu sebagai bentuk mengakomodasi tuntutan publik.

Dikatakan bahwa “amarah” publik yang tercermin dari maraknya demonstrasi di banyak daerah sudah memenuhi syarat kegentingan untuk diterbitkan perpu.

Staf Khusus Menteri Tenaga Kerja, Dita Indah Sari, kepada BBC News Indonesia, mengatakan tidak mungkin pemerintah akan mengeluarkan perppu pembatalan UU Cipta Kerja.

“Kalau minta dihapus kan sama saja all or nothing, tidak bisa begitu, tidak fair karena UU ini tidak hanya mengurus ketenagakerjaan tapi juga sektor penting lain,” katanya, Senin (12/10).

Setelah disahkan, dokumen final UU Cipta Kerja sempat tidak bisa diakses publik – apa yang terjadi?

DPR dan pemerintah didesak segera membuka kepada publik dokumen final Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja yang telah disahkan pada Rapat Paripurna, 05 Oktober lalu.

Padahal, jika merujuk pada UU tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dan Tata Tertib DPR, salinan dokumen akhir yang telah disetujui harus diterima oleh setiap anggota dewan tanpa kecuali dan langsung bisa diakses oleh publik.

Sejumlah pakar mengatakan, keterbukaan dan kemudahan masyarakat mendapatkan dokumen sangat penting karena bisa menjadi alat kontrol jika terjadi perubahan atas isi undang-undang.

Omnibus Law
Keterangan gambar,Unjuk rasa menentang omnibus law terus berlangsung di berbagai tempat sepekan setelah disetujui DPR menjadi UU.

Ketua Baleg DPR, Supratman Andi Agtas saat itu menjanjikan draf itu dapat diakses pada awal pekan depan atau Senin (12/10/2020).

Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR dari fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Bukhori Yusuf, mengatakan ada kemungkinan tim ahli DPR masih memperbaiki redaksional undang-undang yang berjumlah hampir 1.000 halaman itu.

“Ini kan bukan pasal yang sedikit, tapi meliputi ribuan halaman dan ribuan pasal turunan. Makanya kita ingatkan sejak awal, supaya lebih hati-hati dan tidak tergesa-gesa,” katanya kepada BBC News Indonesia.

Kendati salinan akhir belum diperoleh, draf Undang-Undang Cipta Kerja tertanggal 5 Oktober 2020 yang berjumlah 905 halaman telah beredar di masyarakat. Hanya saja, dokumen itu disebut beberapa anggota Baleg DPR bukanlah versi final.

Apa konsekuensi jika draf yang disepakati DPR dan pemerintah ‘diubah’ dan ‘tak sesuai prosedur hukum’?

Dalam jumpa pers resmi pada Selasa (13/10) sore, pimpinan DPR membantah telah mengubah draf UU Cipta Kerja setelah rapat paripurna tanggal 5 Oktober lalu.

Perbedaan jumlah halaman pada draf omnibus law yang beredar di masyarakat, klaim mereka, semata-mata akibat penyesuaian bentuk huruf, marjin, dan ukuran kertas.

Omnibus Law
Keterangan gambar,Mahasiswa di Pekanbaru, Riau, berunjuk rasa menentang UU Cipta Kerja, Selasa (13/10).

Wakil Ketua DPR, Aziz Syamsuddin, menyebut tak ada perubahan apapun dalam draf UU Cipta Kerja setelah disetujui di rapat paripurna.

Rekaman dan notulensi proses pembahasan RUU disebut Aziz bisa menjadi bukti bahwa DPR tidak mengubah substansi UU Cipta Kerja.

Dalam jumpa pers, Selasa kemarin, Aziz hanya mengakui eksistensi dua dari empat draf DPR yang beredar, yaitu yang 1035 dan 812 halaman.

Draf 1035 halaman, kata Aziz, menyusut menjadi 812 halaman karena Sekretariat DPR melakukan penyesuaian bentuk huruf, marjin, dan ukuran kertas.

Omnibus Law
Keterangan gambar,Sejumlah demonstran membawa spanduk dalam aksi jalan kaki menuju Istana Merdeka di Jalan Salemba, Jakarta, Selasa (20/10/2020).

Aziz berkata, draf 812 halaman yang itulah yang diserahkan ke Presiden Joko Widodo untuk disahkan menjadi UU dan dimasukkan ke Lembaran Negara.

Pakar hukum tata negara di Universitas Andalas, Padang, Feri Amsari mengatakan, mengubah atau menambahkan satu kata pun dalam sebuah UU yang sudah disetujui DPR tidak boleh dilakukan menurut teori dan ketentuan hukum.

Feri menyebut muncul atau berubahnya satu kata dapat mengubah makna UU. Sementara penambahan pasal baru, kata dia, mencuatkan ketentuan yang tidak disepakati dalam bersama oleh berbagai fraksi di DPR.

“Tidak boleh ada perubahan. Yang diketuk dalam rapat paripurna DPR adalah pasal-pasal yang akan disahkan menjadi UU,” ujar Feri via telepon, Selasa (13/10).

Kerusuhan di balik unjuk rasa anti-UU Cipta Kerja, benarkah ada dalang di baliknya?

Unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja, yang berlangsung di beberapa kota, mulai Selasa (06/10/2020) dan memuncak pada Kamis (08/10/2020) petang, sebagian yang diwarnai kericuhan.

Menkopolhukam Mahfud MD menggelar jumpa pers, dan secara khusus menanggapi aksi pengrusakan fasilitas umum dan negara oleh sekelompok orang.

Omnibus Law
Keterangan gambar,Mahfud MD tidak menjelaskan lebih lanjut tentang siapa yang disebutnya sebagai ‘aktor intelektual’, namun tuduhan seperti ini berulangkali dibantah oleh pimpinan buruh dan mahasiswa.

“Demi ketertiban dan keamanan, maka pemerintah akan bersikap tegas atas aksi-aksi anarkis yang justru bertujuan untuk menciptakan kondisi rusuh dan ketakutan di dalam masyarakat.”

Mahfud kemudian mengulangi kalimat tersebut, dengan menambahkan “melakukan proses hukum” terhadap apa yang disebutnya “semua pelaku dan aktor intelektual yang menunggangi” atas aksi anarkis yang sudah berbentuk tindakan kriminal.

“Saya ulangi, sekali lagi pemerintah akan bersikap tegas dan melakukan proses hukum terhadap semua pelaku dan aktor yang menunggangi atas aksi-aksi anarkis yang sudah berbentuk tindakan kriminal,” katanya.

Omnibus Law
Keterangan gambar,Seorang pengunjukrasa membawa bendera di depan halte busway di Jalan MH Thamrin, Jakarta, yang dibakar, Kamis (08/10) malam.

Mahfud MD tidak menjelaskan lebih lanjut atas pernyataannya terkait “aktor intelektual”, namun tuduhan seperti ini berulangkali dibantah oleh pimpinan buruh dan mahasiswa.

Anwar Sastro, Presiden Konfederasi Pergerakan Rakyat Indonesia, meminta semua pihak tidak menuduh tanpa bukti bahwa pedemo anti-UU Cipta Kerja merusak fasilitas umum.

Kepolisian harus menyelidiki secara independen apakah pelaku perusakan itu adalah pengunjuk rasa atau pihak lainnya, katanya.

Sebaliknya, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menyatakan polisi “telah melakukan pelanggaran peraturan Kapolri” saat menangani aksi massa yang menentang pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja, pada 6-8 Oktober 2020.

Omnibus Law
Keterangan gambar,Polisi mengamankan seorang mahasiswa pada unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja di depan Kantor DPRD Sulawesi Tengah di Palu, Kamis (08/10).

Organisasi ini mencatat tindakan kekerasan oleh aparat polisi terjadi di 18 provinsi dan dinilai melanggar Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2010 Tentang Penanggulangan Anarki.

Pernyataan ini dikeluarkan ketika ribuan orang yang terdiri dari buruh, pelajar, dan mahasiswa di beberapa wilayah ditangkap selama tiga hari rangkaian aksi protes.

Tapi Mabes Polri berdalih apa yang dilakukan jajaranya saat mengadapi pengunjuk rasa “sudah sesuai aturan”.

Pegiat KAMI dicokok dituduh ‘dalang kerusuhan’ demo anti-UU Cipta Kerja, apa buktinya?

Tidak lama setelah Menkopolhukam Mahfud MD menuding ada “aktor intelektual” di balik demo anti-UU Cipta Kerja, polisi membeberkan apa yang disebutkan sebagai barang bukti dugaan keterlibatan sembilan orang anggota Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) dalam kerusuhan itu.

Keterangan ini disampaikan polisi tidak lama setelah Gatot Nurmantyo, Presidium Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) bersama pimpinan KAMI lainnya mendatangi Mabes Polri Kamis (15/10/2020) untuk “memprotes dan menuntut pembebasan” rekan-rekan mereka.

Mengenakan seragam tahanan warna oranye dengan tangan terikat ke depan, Jumhur Hidayat, Syahganda Nainggolan, Anton Permana dan enam orang lainnya diminta berdiri berjejer di belakang meja pimpinan kepolisian yang menggelar jumpa pers.

Omnibus Law
Keterangan gambar,Mengenakan seragam tahanan warna oranye, Jumhur Hidayat, Syahganda Nainggolan, Anton Permana dan enam orang lainnya diminta berdiri berjejer di belakang meja pimpinan kepolisian yang menggelar jumpa pers.

Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Irjen Argo Yuwono, dalam keterangannya, mengungkapkan apa yang disebutnya sebagai bukti-bukti tindakan penghasutan dan penyebaran kebencian oleh sembilan orang tersangka.

Belum ada keterangan tersangka dan pengacaranya atas klaim temuan barang bukti oleh polisi ini. Dalam jumpa pers polisi, tersangka tidak diberi kesempatan berbicara.

Argo kemudian membacakan sejumlah “cuitan di Twitter”, “status di Facebook”, hingga “ujaran dalam grup whatsapp” yang diduga dilakukan oleh sebagian tersangka.

Omnibus Law
Keterangan gambar,Halte Trans Jakarta yang terbakar dan mengeluarkan gumpalan asap gelap, 8 Oktober 2020.

Deklarator KAMI Rochmat Wahab mengatakan tindakan kepolisian dalam penangkapan sembilan pegiat KAMI “aneh, tidak lazim dan menyalahi prosedur”.

Adapun deklarator KAMI lainnya, Din Syamsudin mengatakan “ada ketidakadilan. Kalau pun UU ITE mau diterapkan, kami mendesak diterapkan kepada semua. Termasuk ujaran-ujaran kebencian terhadap KAMI, terhadap figur-figur KAMI, yang berada di depan mata.

“Mengapa itu tidak diusut, tidak ditangkap, karena seaspirasi. Kami menuntut semuanya, termasuk siapa saja, yang ditangkap dengan ketidakadilan, untuk dilepaskan,” katanya.

Kapan pertama kali Presiden Jokowiungkap rencana membuat omnibus law?

Presiden Joko Widodo, dalam pidato pelantikannya pada 20 Oktober 2019, mengatakan pemerintah akan membuat UU Cipta Lapangan Kerja serta UU Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah sebagai Omnibus Law.

Tiga bulan kemudian, dalam wawancara khusus dengan BBC News Indonesia di Yogyakarta, 31 Januari 2020, saat ditanya tentang visinya di balik rencana pembuatan Omnibus Law, Jokowi mengatakan “kita ingin menyederhanakan perizinan dan birokrasi”.

Presiden Joko Widodo
Keterangan gambar,Presiden Joko Widodo dalam wawancara eksklusif dengan BBC.

“Kita ingin kecepatan, sehingga diperlukan sebuah harmonisasi undang-undang sehingga muncul kecepatan pelayanan, muncul kecepatan dalam membuat kebijakan.

“Sehingga Indonesia akan bisa lebih cepat dalam merespon perubahan-perubahan dunia yang ada,” katanya.

Presiden kemudian menambahkan: “Kita ingin melayani investor secepat-cepatnya, baik investor lokal maupun investor dari negara lain, saya kira arahnya ke sana.”

Omnibus Law
Keterangan gambar,Seorang demonstran menyerang barikade kepolisian saat unjuk rasa tolak Undang-Undang Cipta Kerja, di Depan Gedung DPRD Jawa Barat, Bandung, Jawa Barat, Selasa (06/10/2020).

Ditanya tentang adanya penolakan dari kelompok buruh dan pegiat lingkungan atas rencananya itu, Joko Widodo mengatakan tuntutan itu akan dijadikan “masukan”.

“Nanti akan saya sampaikan pada DPR, parlemen, bahwa ini ada komplain seperti ini,” ujarnya.

Ditanya apakah Omnibus Law akan disahkan pada 2020, Jokow Widodo mengatakan: “Perkiraan saya maksimal enam bulan setelah ini selesai, Insya Allah,” kata Presiden Jokowi, kala itu.

Bagaimana perjalanan pembahasan RUU Cipta Kerja?

Diawali pernyataan Presiden Joko Widodo, dalam pidato pelantikannya pada 20 Oktober 2019, yang isinya mengatakan bahwa pemerintah akan membuat Omnibus Law, bergulir proses pembahasannya, seperti dilaporkan Koran Tempo (05/10 dan 13/10), serta Majalah Tempo (18/10):

  • 16 Desember 2019: Pemerintah membentuk satuan tugas omnibus law yang dipimpin Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri, Rosan Roeslani.
  • 13 Januari 2020: Unjuk rasa oleh kelompok buruh menolak RUU Cipta Lapangan Kerja.
  • 15 Januari: Presiden Jokowi ingin agar naskah akademik omnibus law Cipta Kerja selesai sebelum 100 hari masa kerja Kabinet Indonesia Maju.
  • 20 Januari: Puluhan ribu buruh berdemonstrasi menolak omnibus law di gedung DPR.
  • 22 Januari: DPR mengesahkan RUU Cipta Kerja masuk Program Legislasi Nasional prioritas 2020.
  • 7 Februari 2020: Pemerintah menyerahkan draf Omnibus Law ke DPR. Nama RUU itu berubah menjadi Cipta Kerja.
  • 4 Maret 2020: Sejumlah ormas sipil menolak undangan Kantor Staf Presiden untuk membahas RUU Cipta Kerja. Dan, mahasiswa berunjuk rasa di gedung DPR dan di beberapa daerah.
Omnibus Law
Keterangan gambar,Dua orang pelaku unjuk rasa di depan pos polisi yang dibakar di sudut Jakarta, 8 Oktober 2020.

  • 9 Maret 2020: Mahasiswa gelar unjuk rasa menolak omnibus law di Jalan Gejayan, Yogyakarta.
  • 2 April 2020: DPR menyetujui pembahasan RUU Cipta Kerja dalam sidang paripurna.
  • 14 April 2020: Pemerintah dan DPR menggelar rapat pertama.
  • 22 April 2020: Tiga pemimpin organisasi serikat buruh menemui Presiden Jokowi di Istana Negara.
  • 24 April 2020: Presiden Jokowi memutuskan menunda pembahasan kluster ketenagakerjaan.
  • 24 April-10 Oktober 2020: DPR menggelar 64 rapat membahas RUU ini.
  • 2 Agustus 2020: Tim teknis tripartit yang beranggotakan unsur pemerintah, serikat pekerja, dan pengusaha yang dibentuk Kemenaker merampungkan pembahasan kluster ketenagakerjaan.
Omnibus Law
Keterangan gambar,Foto ilustrasi: Sejumlah mahasiswa mengikuti aksi di halaman Gedung Pemerintah Kota Tangerang, Kota Tangerang, Banten, Senin (12/10/2020), menolak UU Cipta Kerja.

  • 3 Oktober 2020: Pemerintah dan DPR sepakat membawa RUU Cipta Kerja ke sidang paripurna 8 Oktober 2020.
  • 5 Oktober 2020: Rapat paripurna DPR dimajukan. UU Cipta Kerja disahkan. Beredar naskah setebal 905 halaman.
  • 6-8 Oktober 2020: Puluhan ribu buruh, mahasiswa dan masyarakat sipil berunjuk rasa menolak UU Cipta Kerja.
  • 7 Oktober 2020: Badan Legislasi DPR mengotak-atik sejumlah pasal.
  • 8 Oktober 2020: Badan Legislasi DPR masih mengubah sejumlah pasal.
Omnibus Law
Keterangan gambar,Ratusan buruh memblokir jalan nasional Bandung-Garut–Tasikmalaya saat melakukan aksi di Rancaekek, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Selasa (06/10).

 

  • 9 Oktober 2020: Presiden Jokowi merespons pengesahan omnibus law dan meminta pihak yang tidak puas mengugat ke MK.
  • 12 Oktober 2020: Naskah omnibus law beredar dua kali, setebal 1.035 halaman dan 812 halaman.
  • 13 Oktober 2020: Sekjen DPR mengkonfirmasi naskah final UU Cipta Kerja berjumlah 812 halaman. Unjuk rasa anti-UU Cipta Kerja berakhir ricuh.
  • 14 Oktober 2020: Sekjen DPR mengirimkan naskah final UU Cipta Kerja setebal 812 halaman ke Istana.

Mengapa RUU Cipta Kerja sejak awal menimbulkan kontroversi?

Semenjak Presiden Joko Widodo mengungkapkan rencana untuk membuat UU Cipta Kerja, telah ada kritikan terhadap tujuan dan rancangannya.

Upaya pemerintah dalam perampingan aturan demi menyederhanakan ijin investasi dan meningkatkan kesejahteraan rakyat, justru dinilai kontraproduktif oleh seorang pengamat ekonomi.

Omnibus Law
Keterangan gambar,Sejumlah buruh melakukan aksi mogok kerja di kawasan MM 2100, Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Selasa (06/10).

Sebelum disahkan, ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira, menilai upaya pemerintah untuk menyederhanakan izin investasi dan meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui omnibus law’ dinilai kontraproduktif.

Ia mengatakan kluster peraturan ketenagakerjaan dalam omnibus law bermasalah sejak awal.

Alasannya, menurutnya, proses pembahasannya yang tidak transparan, mengundang polemik secara substantif, dan bahkan berpotensi menimbulkan kegaduhan.

“Seperti ancaman mogok kerja, dan aksi-aksi lain yang bisa berdampak dalam jangka menengah panjang,” kata Bhima, pertengahan Februari 2020 lalu.

Omnibus Law
Keterangan gambar,Ratusan mahasiswa dan buruh yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Bersatu berunjuk rasa menolak pengesahan Omnibus Law Undang-undang Cipta Kerja, di Alun-alun Serang, Banten, Selasa (06/10/2020).

“Menurut saya sudah cacat sejak di awal karena pada waktu draf itu sebenarnya harusnya melakukan konsultasi juga, konsultasi kepada pihak-pihak yang terkait, karena ini menyangkut 130 juta angkatan kerja di Indonesia, akan terdampak semua,” katanya.

Omnibus Law, atau perampingan aturan, sesungguhnya terdiri dari beberapa Rancangan Undang-Undang (RUU), atau yang juga dikenal sebagai ‘kluster’ terkait beberapa sektor.

Secara keseluruhan, RUU ini berpotensi mengubah lebih dari 1.000 pasal dalam 79 Undang-Undang yang berlaku, termasuk UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan.

Dalam berbagai kesempatan, pemerintah menyatakan bahwa UU ini bertujuan untuk menyerap tenaga kerja Indonesia serta mendorong pertumbuhan perekonomian.

Pemerintah juga mengeklaim bahwa UU Cipta Kerja bakal melindungi tenaga kerja.

 

Sumber : BBC


Warning: Undefined variable $post in /home/esensinews.com/public_html/wp-content/themes/kompasX/functions.php on line 101

Warning: Attempt to read property "ID" on null in /home/esensinews.com/public_html/wp-content/themes/kompasX/functions.php on line 101

Tinggalkan Komentar

Kolom

Mungkin Anda melewatkan ini

Pesan Tersirat Dari Insiden TMP Kalibata : Dalam Memperingati Tragedi Kebiadaban G/30/S PKI

Pesan Tersirat Dari Insiden TMP Kalibata : Dalam Memperingati Tragedi Kebiadaban G/30/S PKI

Telkom Tetapkan 7 Startup Intake Indigo Creative Nation Batch 1 – 2021

Telkom Tetapkan 7 Startup Intake Indigo Creative Nation Batch 1 – 2021

Prabowo Lobi PP Muhammadiyah dan PBNU

Prabowo Lobi PP Muhammadiyah dan PBNU

Gerakan Pramuka harus Bebas dari Gerakan Radikalisme

Gerakan Pramuka harus Bebas dari Gerakan Radikalisme

MOU Antara BKTK–PII Dengan APHI Ditandatangani

MOU Antara BKTK–PII Dengan APHI Ditandatangani

Tag

Baca Informasi Berita Aktual Dari Sumber terpercaya