ESENSINEWS.com – Saat berbicara dalam webinar Political and Public Policy Studies (CSIS) yang bertajuk “Penggalian Fosil Komunisme untuk Kepentingan Politik? Selasa (22/9/2020) Peneliti Senior CSIS, J Kristiadi menjelaskan partai komunis masih ada di beberapa negara, meskipun tidak bisa membangun kekuatan dan ini perlu diwaspadai.
“Tetapi ada yang berpendapat dan saya memang sedikit mengacu pada pendapat itu bahwa sebetulnya ideologi leninisme komunisme ini sebetulnya sudah kehilangan relevansinya. Karena sebetulnya dalil melawan kapitalisme yang harus menghilangkan semua kelas-kelas masyarakat sehingga tidak ada masyarakat yang tidak adil,” terang dia.
Cuma syaratnya ucapnya, memang agak susah. Kalau kemudian juga mereka mencoba mengubah struktur masyarakat tanpa kelas dan kemudian yang aktif menjadi kelas tertentu. Kelas tertentu pun itu yang akan melawan kapitalisme dan oligarki dan sebagainya itu akan menjadi kelas baru.
Oleh karena itu dikenallah yang namanya proletariat. Ini mustahil diciptakan.
“Jadi ada dalil yang mengatakan bahwa sebetulnya ajaran leninisme komunisme ini sudah gagal dalam dirinya sendiri karena tidak memungkinkan adanya kelas universal untuk melawan kapitalisme yang dianggap bisa mengasingkan manusia dari pekerjaannya itu,” kata J Kristiadi.
Komunisme memang tetap ada ungkap dia, sebagai ideologi yang harus tetap diperhatikan, tetapi sebagai gerakan sebenarnya sudah terlalu lemah. Karena kuncinya ada pada pengantar Pak Gubernur Lemhanas dan Usman Hamid tadi bahwa kita sebenarnya punya banyak persoalan. Politik oligarki, politik uang, politik kekerabatan, segala macam politik yang merusak negara ini. Lalu memunculkan pertanyaan saya, apakah obat penyakit masyarakat yang sudah begini, kekacaubalauan yang ada di dalam masyarakat kita ini karena penataan negara dan kekuasaan pemerintahan yang tidak ada paradigma ini bisa diobati dengan kita sekadar mengawasi komunisme. Bukan berarti kita abai. Tapi, apakah ini jawabannya .
Karena sejak reformasi tandas dia, sebenarnya yang kita tuju hanya 2, Kita punya pemerintahan yang efektif seperti Soeharto dulu, tetapi tidak juga semena-mena. Bisa dikontrol rakyat. Tidak sendiri-sendiri.
Itu sudah berjalan sampai dua puluh tahun ini, menurutnya yang namanya cita-cita pemerintahan yang seperti itu masih jauh dari harapan. Artinya, membangun lembaga-lembaga yang bisa menopang daulat rakyat demokrasi ini tidak gampang. Kenapa? Karena kita tiba-tiba mengalami perubahan yang luar biasa, perubahan yang membutuhkan lembaga-lembaga baru yang mengganti kekuasaan lama yang menjadi pilar kekuatan selama 32 tahun itu. Bagaimana mengubah ini?
Dan karena terjadinya revolusi demokrasi revolusi daulat rakyat yang begitu cepat, yang kita sudah tidak tahu. Itu bahkan kalau kita bicara lebih terus terang bahkan mulai konstitusi UUD, Tap MPR, UU sampai sekarang ini begitu banyak peraturan yang kacau balau. Kita bicara ini dululah.
Jangankan komunisme kata dia, tetapi kalau rakyat di dalam kegelisahan, rakyat juga terpancar energi gelap, ujaran kebencian, kekalutan, dan kecurigaan, itu akan semakin memperparah kita.
Oleh karena itu ujarnya, sekarang yang sangat penting adalah apa yang mesti kita lakukan?
“Yang kita mesti lakukan menurut saya bukan adanya hantu komunisme yang menjadi ketakutan. tapi bagaimana menghadapi persoalan ini dari segi yang sangat konkret dan dapat mulai ada perbaikan,”
“Kalau kita mau memperbaiki tatanan kekuasaan negara kita tentu harus menata dulu lembaga apa yang paling berkuasa menentukan apa saja sekarang ini, yaitu partai politik. Itu dibenahi dulu. Dan pembenahan itu sudah ada. Sudah banyak yang perlu dibenahi dan kader-kader partai juga sudah mau. Ini sekarang diperlukan kolaborasi bagaimana sekarang membenahi partai itu. Partai akan memutuskan melalui kader-kadernya yang ada di DPR, DPRD, kepala daerah, menteri, presiden. Dari situ dulu. Sepertinya sudah banyak dibicarakan bagaimana cara memulainya,” tutur J Kristiadi.
Untuk itu terangnya, perlu menciptakan kekuatan pendorong untuk bisa juga kita mempunyai kekuatan yang besar mendesak orang-orang elite sekarang yang keenakan gara-gara negara rusak ini untuk membenarkan dan meluruskan kembali pemerintahan yang efektif. Kalau mau pemerintahan yang efektif. Bagaimana sistem dan pembangunan partai politik kita? Apakah dengan negara seluas ini seperti ini gaya desentralisasinya?
Tetapi kata dia, sekarang keterlajuan ini sudah sedemikian dalam dan seberapa dalam. Karena banyak elite politik yang juga mengetahui ini rusak ini. Banyak aktivis juga. Faktanya juga tingkat penetrasi ide-ide baik ini kan kadang-kadang mental juga oleh kepentingan-kepentingan yang lebih sempit.
“Kalau juga orang-orang elit politik ini, yang menikmati negara yang rusak maka semakin lama akan semakin sulit. Jangankan orang menikmati negara rusak, preman saja kalau sudah mengokupasi tempat tapi dia diusir itu pun bisa melawan. Apalagi orang-orang yang sudah mapan karena kerusakan negara ini,” jelas dia.
Disatu sisi katanya, kita tetap tidak bisa melepaskan kewaspadaan dari ancaman-ancaman ideologi apapun. Tapi ideologi kalau cuma dibalas dengan retorika tidak ada gunanya. ideologi itu jawabannya adalah bagaimana rakyat menjadi makmur, rakyat hidup bahagia dan itu jalannya panjang. Karena kita 20 tahun reformasi belum mencapai, masih agak jauh dari apa yang hendak kita capai.