ESENSINEWS.COM, JAKARTA – Ada cara sederhana menertibkan saat Pembatasan Sosial Berskala Besar(PSBB) secara total DKI Jakarta, tanggal 14 September mendatang. Dengan harapan, dapat menekan jumlah warga yang terpapar Covid-19.
“Kalau di negara lain, cukup ketat. Aparat dimana-mana. Kalau kita punya filter utama melalui Ketua RT, RW setempat,” kata Pengamat Sosial Universitas Indonesia, Devia Rahmawati kepada wartawan, Sabtu (12/9/2020).
Menurutnya, Ketua RT, RW harus bertindak sebagai pengingat. Karena Ketua RT, RW merupakan aparat yang memiliki jaringan di level bawah. Ketua RT, RW, terang Devie, memberi sinyal sebagai pemimpin di tingkat terendah. Mengingatkan warga pakai masker. Bikin sistem untuk menertibkan warga.
“Kalau Walikota, kapan bisa ketemu warga? Yang paling tahu data, ya RT, RW. Jika peraturannya ketat, warga juga sungkan untuk bepergian. Orkestra ini harus digerakkan menyesuaikan SOP pemerintah,” paparnya.
Salah satu aturan yang bisa mendisiplinkan warga, lanjut Devie, lewat komunikasi persuasif. Ketua RT perlu menerapkan protokol kesehatan kepada warga yang akan ke pasar. “Batasin aja, misal, maksimal dua jam. Jarak saat bepergian paling jauh tiga kilometer. Kalau lebih dari itu, wajib rapid tes. Tapi, ini baru sebatas rekomendasi, ya. Perlu disosialisasikan dulu. Minimal seminggu,” urai Devie.
Meski demikian, Ketua RT, RW juga perku diberikan insentif. Hanya saja, bentuknya masih terkait dengan protokol kesehatan pencegahan Covid-19. Berupa tambahan masker, hand sanitizer, penyemprotan reguler dan kebutuhan lainnya.
“Harus ada insentif. Artinya, kebutuhan terkait protokol kesehatan, jangan dibebankan ke mereka. Syukur-syukur pemerintah berkenan membantu insentif bantuan rapid tes. Nanti dijatah rapid tes suatu RT. Ada kuota, warga saling mengawasi,” tuturnya.
Selain itu, dampak pengetatan pengawasan terhadap warga juga dapat berimbas pada perekonomian. Mengingat, warga hanya di rumah saja dengan interaksi di luar ruangan yang terbatas.
“Pasti berdampak. Makanya bantuan sosial harus diperkuat. Karena warga di rumah saja. Sedangkan mereka tetap harus mencari pendapatan. Jangan sampai warga terlindungi dari Covid-19, tapi malah nggak makan. Jika kondisi kesehatan menurun, nanti malah jadi mudah terpapar.
Secara sederhana, Devie menganalogikan kondisi saat pendemi Covid-19, seperti naik pesawat terbang. Mau duduk di kelas Ekonomi mau pun Bisnis, sama-sama tidak bisa memilih saat pesawat berpotensi jatuh. Pemerintah, jelasnya, ibarat sopir sebuah mobil besar. Sementara warga sebagai penumpangnya. Sopir yang menyetir. Warga sebagai penumpang ikut saja.
“Artinya, kita dalam kondisi sama. Harus sadar dan sabar. Sambil terus mengingatkan. Ini momentum sulit bagi semua orang. Kita tidak bisa membiarkan ini sebagai tanggungjawab pemerintah semata. Warga harus ikuti aturan. Patuhi saja. Nanti, begitu PSBB diberlakukan kembali, tolong patuhi saja,” demikian Devie.
Sebelumnya, Sekjen DPP PAN Eddy Soeparno menilai PSBB total DKI Jakarta, dapat mencegah penyebaran Covid-19. Eddy juga meminta agar kebijakan PSBB total saat ini harus diikuti dengan protokol kesehatan yang ketat, disiplin dan penegakan hukum yang lebih tegas dari Pemprov DKI Jakarta.
“Saya berharap PSBB total kedua ini jangan cuma merumahkan orang tapi tanpa penerapan disiplin dan protokol kesehatan. Harus ada pengawasan yang ketat dan efek jera yang memberatkan bagi siapapun yang melanggarnya,” terang Eddy.
“Jika masyarakat gagal didisiplinkan, maka pembukaan ekonomi ke depan berpotensi melahirkan protokol gelombang ketiga. Akibatnya penyebaran Covid-19 ini tak kunjung selesai,” pungkas anggota DPR RI Dapil Kota Bogor dan Kabupaten Cianjur ini.
Seperti diketahui, jumlah korban positif corona Indonesia melonjak drastis ke angka 207 ribu kasus. Imbasnya, DKI Jakarta memberlakukan PSBB total tahap kedua.