Oleh ; Inas Zubir (Politisi Hanura)
Arti Khilafah adalah berasal dari kata kha-la-fa, yang berarti menggantikan, dimana yang dimaksud para sahabat pada saat itu adalah menggantikan posisi sepeninggal Rasulullah sebagai pemimpin umat Islam agar tidak kocar-kacir karena masih kuat-nya kesukuan diantara mereka.
Pada masa awal Islam, Khalifah mulai dipilih sepeninggal Nabi Muhammad SAW pada 632 M dengan alasan pada waktu itu mulai terjadi goncangan sosial di tengah masyarakat muslim, seperti keengganan membayar zakat dan perseteruan antar sesama yang berpotensi menjadi perpecahan.
Oleh karena itu, sahabat-sahabat Nabi Muhammad mendiskusikan suksesi kepemimpinan umat Islam pada saat itu, dan hasilnya adalah bahwa suksesi dilakukan dengan tiga prosedur, yakni; penunjukan, konsultasi dan baiat.
Dalam proses ini, empat nama dari sahabat paling awal masuk Islam dan dekat dengan Nabi Muhammad masuk ke dalam bursa, yakni Abu Bakar, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib.
Pemilihan Khalifah pertama umat Islam melalui musyawarah dan mufakat ini saja sudah menimbulkan perdebatan alot di kalangan muslim, walaupun akhirnya disepakati menunjuk Abu Bakar (632-634M) sebagai Khalifah pertama, akan tetapi meninggalkan perpecahan yang di kemudian hari menjadi awal bencana bagi Khulafa ar-Rasyidin atau Khalifah sahabat Rasulullah, dimana Khalifah berikutnya, yakni Umar bin Khattab (634-644M), Usman bin Affan (644-656M), dan Ali bin Abi Thalib (656-661M), semuanya terbunuh ketika masih menjabat sebagai Khalifah.
Akhir era Khulafa ar-Rasyidin, sistem Khilafah sebenarnya menjadi bias atau bisa dikatakan sebagai akhir dari sistem Khilafah itu juga, dimana kemudian yang terjadi adalah Khalifah berikutnya hanya sekedar simbol belaka karena dalam praktek-nya adalah berlaku sistem kerajaan yang dipimpin oleh Sultan dan dimulai oleh Muawwiyah bin Abi Sufyan (661-750M) yang mendirikan Dinasti Umayyah.
Muawwiyah memindahkan ibu kota kekhalifahan dari Madinah ke Damaskus, dimana kepemimpinan Muawwiyah nyaris tanpa oposisi dan memerintah dengan tangan besi, dimana kekuasaan-nya yang jauh dari semangat ajaran Islam, mendapat perlawanan dari cucu Rasulullah, anak Ali bin Abi Thalib, yakni Hasan dan Husein dan menyebabkan terjadi-nya perang Karbala yang berakhir dengan terbunuhnya Husein.
Era Dinasti Umayyah menandai perubahan sistem pemilihan Khalifah dalam pemerintahan Islam saat itu, karena memang baik al-Qur’an dan hadits sebagai dua sumber utama hukum Islam tidak mengatur secara pasti sistem atau mekanisme pemilihan pemimpin.
Sebagian orang masih meyakini bahwa Dinasti Umayyah dan seterusnya masih mempraktekan sistem khilafah padahal sebenarnya adalah kesultanan atau kerajaan dimana Khalifah pada saat itu adalah kepemimpinan yang diwariskan kepada anak turun-temurun atau kerabat Muawwiyah.
Sistem yang seolah-olah Khilafah ini berlaku pada dinasti-dinasti kekhalifahan selanjutnya, seperti Dinasti Abbasiyah (750-1258M), Dinasti Fatimiyah (969-1171M), Dinasti Seljuk(1055-1157M), sampai Dinasti Turki Usmani(1281-1924M).
