Esensinews.com – Selama beberapa bulan terakhir Amerika Serikat dan Cina terlibat dalam perang dagang.
Washington telah menerapkan serangkaian langkah yang menghalangi ratusan produk Cina masuk ke AS.
Namun, semua inisiatif serangan bermula dari pemerintahan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump.
Cina, di lain sisi, hanya membalas dengan menerapkan bea masuk ke produk-produk AS.
Jika perang dagang bereskalasi, Beijing sejatinya memiliki empat senjata yang bisa digunakan untuk menyerang AS.
1. Mempersulit perusahaan-perusahaan AS
Ada beberapa cara melakukan itu. Pemerintah Cina bisa memperketat prosedur bea cukai, menerapkan aturan baru, dan menaikkan ongkos bagi perusahaan-perusahaan asing yang beroperasi di wilayahanya.
“Cina punya rekam sejak menerapkan langkah serupa dan ini jelas membuat perusahaan-perusahaan AS khawatir,” kata Mary Lovely, profesor ekonomi dari Syracuse University, kepada BBC Mundo.
“Namun strategi ini harus dibayar mahal kedua belah pihak. Kemungkinan eksportir berinvestasi di pasar Cina dan Amerika bisa berkurang. Langkah ini juga menurunkan taraf kompetisi, meningkatkan harga, dan mengurangi pilihan konsumen,” imbuhnya.
2. Mengisolasi AS
Di AS, masa jabatan seorang presiden dibatasi dua periode. Akan tetapi, Cina menghapus batasan itu. Itu artinya Presiden Xi Jinping tidak berada dalam tekanan untuk meraih hasil cepat.
Dan itu mencakup perdagangan. Pemerintahan Xi bisa secara perlahan membuat jaringan perdagangan dengan negara-negara lain sehingga AS bisa terisolasi.
Menurut sejumlah analis, hal itu sudah terjadi seirig dengan jalinan yang dibangun Beijing ke negara-negara Eropa, Asia, dan Amerika Latin.
Beberapa pengamat meyakini Cina bisa mengambil alih kepemimpinan Kemitraan Trans-Pasifik (TPP)—kesepakatan dagang antara Australia, AS, dan sejumlah negara di Asia Pasifik yang kini mati suri setelah Trump menarik AS keluar dari kesepakatan itu.
Salah satu alasan mengapa aliansi ini bisa terjadi ialah Cina bukan satu-satunya negara yang terdampak oleh aksi Trump. Kanada dan Meksiko, dua anggota TPP, juga terlibat dalam sengketa dagang dengan Washington. Uni Eropa pun punya masalah dengan AS.
3. Mendevaluasi Yuan
Jika Cina melancarkan serangan frontal, negara tersebut bisa mendevaluasi mata uangnya, Yuan.
Depresiasi bisa menyebabkan efek ganda: mata uang yang lemah berarti ekspor Cina lebih murah dan lebih kompetitif, pada saat bersamaan produk-produk AS lebih mahal—terutama yang dikenai bea masuk lebih tinggi.
Akan tetapi, pengaturan soal moneter bakal menjadi keputusan sulit.
Cina bisa menyuntikkan uang ke ekonominya untuk mendukung perusahaan-perusahaan lokal atau memilih mendevaluasi Yuan,” kata penulis bidang bisnis, Bryan Borzykowski, yang juga kontributor untuk majalah Forbes dan New York Times.
Meski perang mata uang dapat dilakukan dengan cepat dan efisien, ada risikonya. Ekspektasi depresiasi bisa menyebabkan pasar keuangan menukar Yuan dengan nilai yang lebih rendah, sehingga menyebabkan sistem keuangan Cina tidak stabil.
Positifnya, jika mata uang Cina terdevaluasi, langkah AS yang menerapkan bea terhadap produk-produk Cina bakal berdampak kecil.
Tetapi AS bisa saja membalas dengan memasang bea masuk lebih tinggi sehingga perseteruan bisa bereskalasi.
4. Mengurangi kendali utang AS
Saat ini, Cina menguasai utang pemerintah AS sebesar US$1,17 triliun setelah selama dua dekade Beijing membeli surat berharga AS dalam jumlah banyak sebagai strategi investasi. Langkah itu membuat Cina dapat mengumpulkan miliaran dolar dari pembayaran bunga.
Beberapa ekonom berspekulasi Cina bisa saja mengurangi kendalinya atas utang AS sebagai aksi balasan.
Sebab, jika Cina memutuskan menjual surat berharga AS dalam jumlah signifikan, pasar internasional akan terguncang. Peningkatan suplai surat berharga akan menjatuhkan nilainya sehingga perusahaan-perusahaan serta konsumen AS akan membayar lebih mahal jika mereka ingin meminjam uang. Konsekuensinya, ekonomi AS akan melambat.
Akan tetapi, sejumlah analis memandang turunnya nilai surat berharga juga akan berdampak buruk ke Cina dan negara itu tidak akan menemukan alternatif lain yang lebih aman untuk berinvestasi.
Cina yang rapuh
Berbagai analis menepis anggapan Cina akan menyerang AS di luar baku balas bea masuk.
“Cina lebih rapuh jika terlibat perang dagang ketimbang AS. Ekonomi AS lebih besar dan jauh lebih efisien,” kata Scott Kennedy, pakar ekonomi Cina dari lembaga Center for Strategic & International Studies.
Beijing tidak bisa menciptakan krisis keuangan dengan menjual surat berharga. AS akan langsung membalas dengan menaikkan bea masuk untuk mengompensasi,” jelas Kennedy.
Menurutnya, Cina bisa saja membuat perusahaan-perusahaan AS yang beroperasi di wilayahnya kegerahan, namun itu hanya dilakukan pada “kasus-kasus tertentu”.
Pemenang Nobel Ekonomi, Joseph Stiglitz, tidak sependapat. Dia menilai Cina berada dalam posisi yang lebih baik dalam “mencapai tujuan tanpa babak belur”.
“Negara itu punya perangkat dan sumber daya untuk membantu mereka yang terdampak perang dagang. Cina punya cadangan US$3 triliun.”
Satu-satunya kepastian adalah perang dagang ini bakal berdampak di luar perbatasan kedua negara, yang dapat menyyebabkan pasar global tidak stabil.
Sumber : BBCIndonesia