Upaya Jepang menyekat penyebaran virus corona di suatu daerah sejak dini dilakukan dengan cara setiap kali rumah sakit mengkonfirmasi kasus baru, pemerintah langsung mengirim tim ahli medis dan tim data, yang lalu bekerja sama dengan pemerintah daerah
Tim dan pemerintah daerah lalu mencari dan menguji siapa saja yang telah melakukan kontak dengan orang yang terinfeksi.
Jepang juga memiliki asuransi kasus kesehatan universal dengan sistem yang baik, sehingga usia harapan hidup penduduknya rata-rata 83 tahun.
Sistem kesehatan ini murah, mudah diakses, dan jangkauannya luas.
Sejak usia 65 tahun, semua warga negara terdaftar dalam program perawatan senior, yang menyediakan layanan antar jemput ke rumah sakit atau konsultasi medis melalui telepon.
Kebiasaan mencuci tangan penduduk Jepang juga patut ditiru sebagai upaya menekan angka penularan COVID-19.
Suatu survei tahun 2015 menemukan bahwa hanya 15 persen orang Jepang tidak mencuci tangan setelah menggunakan toilet.
Sementara di Indonesia, hanya 18,5 persen yang mencuci tangan.
Budaya haji atau hazukashii yang menjadi salah satu pegangan hidup penduduk Jepang tak luput menjadi sorotan.
Dengan begitu, ketika pemerintah menyarankan untuk tidak bepergian, diam di rumah, dan mengurangi kegiatan sosial, maka mereka akan mematuhinya tanpa perlu diancam sanksi hukum dari pemerintah.
“Individu Jepang punya rasa malu diri jika harus mengungkapkan dirinya dirinya ke publik atas suatu masalah [contohnya soal pelanggaran karantina],” ujarnya.