ESENSINEWS.com – Juventus boleh saja gagal memetik tiga poin seusai kalah 1-2 dari Udinese di Dacia Arena, Jumat (24/7/2020). Tapi, hal itu hanya ibarat harapan semu bagi para rival. Kenyataannya, La Vecchia Signora tetap terdepan dalam perburuan scudetto musim ini.
Saat ini, Juve masih kokoh memuncaki klasemen sementara Seri A dengan 80 poin, unggul enam poin dari urutan kedua Atalanta dan tujuh poin dari Inter Milan yang berada di urutan ketiga. Leonardo Bonucci dkk hanya memerlukan tiga poin tambahan dan itu diyakini tidak akan sulit mengingat mereka masih menyisakan tiga pertandingan.
Bahkan, ada skenario di mana Juve bisa mulai merayakan di hotel tim sebelum menginjakkan kaki ke lapangan menghadapi Sampdoria, Minggu (27/7/2020). Catatannya, jika Atalanta kalah dari Milan dini hari tadi, sementara Inter Milan dan Lazio gagal memenangkan pertandingan mereka masing-masing melawan Genoa dan Verona, Minggu (27/7/2020), Juve akan menjadi juara secara matematis.
Itu karena Juve memiliki rekor head-to-head yang unggul dengan semua tim lainnya di posisi empat besar. Kendati memiliki keuntungan besar dalam mengejar scudetto kesembilan secara beruntun, Pelatih Maurizio Sarri tidak mampu menyembunyikan kekecewaannya setelah kekalahan dari Udinese.
Memimpin melalui Matthijs de Ligt pada menit ke-42, Juve pulang dengan tangan hampa setelah Udinese membalikkan keadaan berkat gol-gol dari lija Nestorovski (52) dan Seko Fofana (90+2). Sarri menilai pasukannya seperti kehabisan bensin sehingga tidak bisa menampilkan bentuk terbaik, terutama di sektor pertahanan.
Juve kebobolan 38 gol di Seri A musim ini, jauh lebih banyak daripada yang terjadi dalam dekade terakhir. “Itulah yang terjadi akhir-akhir ini. Kami kehilangan organisasi dan bentuk kami. Kami memiliki kinerja yang bagus di babak pertama. Namun, kami kemasukan, sempat menyamakan kedudukan, dan ingin menang dengan segala cara. Namun, permainan kami mulai tidak terorganisasi dan longgar,” sebut Sarri, dilansir football-italia.net.
Tapi, Sarri enggan menjadikan padatnya jadwal sebagai kambing hitam. Mantan pelatih SSC Napoli dan Chelsea tersebut berjanji akan membenahi kelemahan tim sehingga dapat bermain terorganisasi dan lebih baik pada pertandingan selanjutnya, terutama melawan Sampdoria.
“Sulit menemukan keseimbangan saat ini. Karena, semua orang di setiap tim mulai kelelahan. Kami juga tidak seagresif itu. Tapi, saya percaya organisasi lebih penting daripada agresi saat ini. Mental kami lebih lelah daripada fisik. Kami harus belajar dan berusaha menjaga kebugaran,” sebutnya.
Berbeda dengan Juventus, Lazio justru sedang bergembira. Kemenangan 2-1 atas Cagliari, Jumat (24/7/2020), mengamankan I Biancocelesti di urutan keempat klasemen sementara dengan 72 poin. Itu sekaligus meloloskan Lazio ke Liga Champions musim depan.
Terasa emosional mengingat ini pertama kali mereka kembali mengikuti kompetisi elite Eropa tersebut setelah terakhir kali musim 2007/2008. Berakhirnya penantian 13 tahun membuat Pelatih Simone Inzaghi bergembira. Dia menganggap itu sebuah mimpi indah yang menjadi kenyataan.
Sembari menyelesaikan tiga pertandingan Seri A kontra Hellas Verona, Minggu (27/7/2020), Brescia, Kamis (30/7/2020), dan Napoli, Minggu (2/8/2020), Inzaghi rupanya begitu antusias menyongsong musim depan. Dia yakin dengan keberadaan Igli Tare sebagai direktur olahraga akan berperan penting mendatangkan pemain-pemain berkualitas yang bakal membuat Lazio semakin kompetitif di Seri A dan Liga Champions musim depan.
“Kami harus meningkatkan kualitas. Saya beruntung memiliki Tare sebagai direktur olahraga. Dia tahu apa yang harus dilakukan. Dia telah bekerja dengan baik. Musim depan kami akan bermain seperti ini. Mulai Oktober, kami akan bermain setiap tiga hari. Karena itu, kami harus memiliki skuad yang besar dan kami akan siap,” tandas Inzaghi.
Sumber : KoranSindo