ESENSINEWS.com, JAKARTA – Beredar luasnya tulisan Anggota DPR RI, Komisi I Adian Napitupulu dimedia sosial dan media online menurut Sekretaris Jenderal Komite Rakyat Nasional-Jokowi (Kornas-Jokowi), bahwa tulisan tersebut sangat menyesatkan logika berpikir masyarakat. Pasalnya kata Akhrom Saleh, Adian menyebutkan info utang luar negeri BUMN sebesar Rp 5,600 triliun.
“Sebagai anggota DPR RI, kita bisa meyakini Adian bisa mengakses data yang valid, tapi sebagai sebuah tulisan harusnya beliau mencantumkan sumber datanya dari mana?” ujar Akhrom dalam siaran persnya, yang diterima redaksi, Sabtu (13/6/2020).
Lanjutnya, bahwa pihaknya melakukan penelusuran pada jejak digital apa yang disampaikan Adian tersebut, namun sayangnya kata Akhrom, ia tidak menemukan satupun data yang dapat mendukung argumentasi Adian Napitupulu selaku wakil rakyat yang mengatakan dalam tulisannya BUMN memiliki utang sebesar Rp 5,600 triliun.
“Misalnya kami temukan di media maenstream cnbc indonesia dengan judul, ‘Duh Utang Luar Negeri BUMN Bengkak Akibat Infeksi Corona’ (15 Mei 2020). Demikian juga di media online bisnis.com. Di kedua link berita itu, nggak ada tuh menyebutkan apa yang disampaikan Adian,” papar Akhrom yang juga tergabung di Komite Penggerak Nawacita (KPN) ini.
Selain itu ia juga mengungkapkan, bahwa menurut data dari kementerian BUMN, total utang BUMN mencapai Rp 1.600 triliun, atau setara dengan 98 miliar US Dollar, pada kuartal ke III/2020. Jumlah tersebut mengalami kenaikan 15 persen dari tahun sebelumnya.
Tapi utang itu bukan tanggungjawab Menteri yang sekarang, “lha wong Erick Thohir aja belum genap satu tahun menjabat,” imbuhnya.
Kendati demikian sambungnya, Erick Thohir telah melakukan langkah-langkah strategis, seperti halnya dilakukan Erick pada perusahaan plat merah PT Krakatau Steel yang mulai membaik kinerjanya, bahkan telah memberikan keuntungan.
Sementara itu, Bank Indonesia (BI) mencatat total utang BUMN RI pada Maret 2020 mencapai US$ 55,4 miliar, jika meggunakan kurs referensi BI (JISDOR) hari ini di level Rp 14.909/US$, maka nilai utang BUMN setara dengan Rp 825,97 triliun.
Akhrom juga menambahkan, selain kurang validnya tulisan Adian tentang utang BUMN, Akhrom juga menyikapi tulisan Adian tentang membandingkan utang BUMN dengan sebuah negara.
“Besarnya utang luar negeri sebuah negara lazimnya diukur dengan rasio pada PDB negara tersebut. Lalu rasio itu dapat dibandingkan dengan negara lainnya. Misalnya pada akhir tahun 2019 rasio utang luar negeri Indonesia sebesar 29,8 persen dari produk domestik bruto (PDB). Ini masih relative cukup aman, dan bila diperbandingkan dengan negara lainnya seperti rasio utang Pilipina mencapai 38,9 persen dari PDB, selain itu Malaysia sebesar 55,6 persen dari PDB, dan Singapura sebesar 113,6 persen dari PDB. Kalau nggak percaya coba cek di kompas.com judulnya, “Tembus Rp 4778 triliun, Ini Rasio Utang RI dan Negara Tetangga,” jelas Akhrom.
Selanjutnya yang dipersoalkan Adian terkait Pengangkatan Pensiunan sebagai pejabat BUMN, menurut Akhrom secara umum dirinya setuju apabila generasi muda lebih diberikan kesempatan berkarir di BUMN. Namun hal ini tentu saja tidak perlu menutup orang usia pensiun yang tentunya profesional dan kompetensinya serta rekam jejak baik untuk diangkat memimpin sebuah BUMN atau sebagai komisarisnya.
“Kritik yang bagus, tetapi tetap dengan semangat memperbaiki BUMN, usia muda memang sering berkonotasi semangat muda, lebih kreatif dan mudah menyerap gagasan baru, teknologi baru, tapi juga perlu diingat potensi tenaga profesional yang matang juga kunci menakhodai suatu korporasi, justru kombinasi tenaga berpengalaman dan sdm muda dengan semangat tinggi akan menjadi paduan yang harmonis,” lanjut Akhrom.
“Saya pikir pak Erick juga tidak keberatan menerima kritik ini, justru menjadi cambuk bagi jajaran nya berpikir lebih progresif. Sejauh info yang saya dapat paling beberapa BUMN yang masih di kelola tenaga senior dari sekitar 140-an BUMN, masih cukup proporsional” jelas Akhrom.
Sedangkan untuk dana talangan yang diberikan pemerintah pada beberapa BUMN, bukanlah penyertaan modal negara (PMN), melainkan hal itu adalah dana pinjaman dari pemerintah, dan hal tersebut harus dikembalikan berikut dengan bunganya.
“Dana talangan bukan hadiah yang diberikan secara cuma-cuma oleh pemerintah, dan bukan pula penyertaan modal negara,” tegas Akhrom.
Seperti dilansir medcom.id, bahwa dana talangan yang diberikan kepada beberapa BUMN seperti Garuda Indonesia, Kereta Api Indonesia dan lain-lainnya, memiliki payung hukum, yakni UU No 2 Tahun 2020, dan Peraturan Pemerintah (PP) No 23 Tahun 2020.
Untuk melaksanakan program PEN, pemerintah dapat melakukan, a), PMN, b), Penempatan Dana, c), Investasi Pemerintah dan atau, d), penjaminan. “Tiap pointer itu dapat dibca di PP nya sangat jelas definisinya, dan point c misalnya, Investasi Pemerintah ini mengacu pada PP No 8 tahun 2017, silahkan dibaca paling tidak pada pasal 1 sampai dengan pasal 5,” beber Akhrom.
Begitu juga dana talangan tersebut diberikan dengan tujuan untuk membantu BUMN melalui krisis akibat pandemi covid-19. “Dana itu kan harus dikembalikan dalam waktu tertentu, dan berikut interesnya, maka ini bukanlah penyertaan modal negara, sehingga perlu perombakan komposisi saham bagi BUMN tbk,” lanjutnya.
Garuda Indonesia sebagai perusahaan tbk, lanjut Akhrom, namun juga adalah BUMN ‘Fligt Carrier’, negar kita. “Saham pemerintah adalah mayoritas, di dalamnya juga ada saham masyarakat dan pengusaha nasional. Jadi sangat penting untuk diselamatkan, dan dalam situasi krisis seperti sekarang ini,” kata Akhrom.
Demikian ia melanjutkan, dalam kondisi ekonomi sekarang ini menurut Akhrom hanya negara yang mampu melakukan hal tersebut, sesuai amanat perundang-undangan yang berlaku. “Iya itulah tugas pemerintah,” terangnya lagi.
Akhrom berharap Adian sebagai anggota DPR RI perlu lagi mengkaji dan mereview aturan yang berlaku. Agar ucap Akhrom, bila ada yang tidak sesuai maka menjadi tugasnya untuk mengupayakan revisi atas aturan tersebut.
Masih dalam siaran persnya, Akhrom juga menyikapi persoalan lainnya, seperti catatan Serikat Pekerja Garuda, bahwa jumlah karyawan Garuda Indonesia mencapai 7500 orang. Sebanyak 3000 karyawan merupakan pekerja di darat. Sedangkan 3.200 orang lainnya adalah pekerja udara atau awak kabin dan sebanyak 1300 orang merupakan pilot. Di tengah krisis ini, Garuda hanya melakukan penyelesaian kontrak pada sekitar 135 Pilot dari hampir 1400 orang.
Sementara hal lainnya, di tengah pandemi covid-19, semua pihak terdampak, baik UMKM, Pengusaha Swasta Nasional dan BUMN. Penyelamatan perlu dilakukan kepada semua pihak.
“Pemerintah telah menyusun program bagi semua lapisan yang terdampak. Program ini disesuaikan dengan kondisi masing-masing lapisan,” sambung Akhrom.
“Pemerintah hemat kami semata-mata nggak hanya pikirkan BUMN, pemerintah menganggarkan sekitar Rp 329 triliun untuk UMKM, masyarakat terdampak dan dunia usaha,” bebernya.
Demikian juga pelaku usaha kecil dan menengah yang umumnya tidak dapat berusaha karena Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), maka secara individu, kata Akhrom, mendapat bantuan sosial juga. Dan nanti pada saatnya mereka kembali dapat berusaha, maka pemerintah telah menyiapkan program pemulihan bagi mereka.
“Membandingkan dengan krisis 98 dengan situasi saat ini, tentunya kembali nggak ‘Apple to Apple’. Oleh karena itu, perhatian dan atensi Adian Napitupulu, utamanya pada UKM tentu harus kita apresiasi, semoga beliau dapat terus mengawasi program-program pemerintah. Memperjuangkan yang terbaik bagi rakyat, dan yang penting juga kita tunggu tulisan-tulisan beliau berikutnya,” pungkas Akhrom yang mantan Aktivis Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) ini.