Jika ingin membayangkan seberapa banyak orang yang nyawanya melayang, coba ingat-ingat lagi pertandingan atau gelaran apapun di Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta.
Seandainya seluruh kursi penonton terisi, berarti ada 77.193 orang di sana. Jumlah penderita Covid-19 yang tewas karena corona di Amerika, jauh melebihi itu.
Selain menjadi negara dengan jumlah korban tewas karena corona terbanyak di dunia, Amerika juga mencatatkan diri sebagai negara dengan kasus positif terbanyak.
Menurut data Johns Hopkins Coronavirus Resource Center, Rabu (27/05), Amerika Serikat memiliki 1,6 juta penderita dari total 5,6 juta lebih pasien yang terinfeksi Covid-19 di seluruh dunia. AS menjadi satu-satunya negara yang memiliki kasus positif lebih dari satu juta.
‘Kehilangan empati’
Dari sudut pandang Amerika, angka kematian 100.000 itu mengingatkan pada berbagai momen kelam masa lampau.
Jumlahnya setara dengan korban pandemi flu yang mengguncang Amerika pada 1968, dan terus merangkak mendekati angka 116.000: jumlah korban tewas karena pandemi flu satu dekade sebelumnya.
Pandemi corona di Amerika juga telah menjadi bencana kesehatan terburuk sejak Pandemi Flu 1918, yang menewaskan 675 ribu warga Amerika.
Selain itu, angka 100 ribu mendekati jumlah yang tewas di pihak Amerika pada Perang Dunia I, yaitu lebih 115 ribu kematian. Sementara total tentara Amerika yang meninggal dunia karena Perang Korea dan Vietnam mencapai lebih dari 94 ribu orang.
Psikolog dari Hope College, Michigan, Daryl Van Tongeren, kepada kantor berita Associated Press menilai banyak warga Amerika saat ini, tidak begitu memahami betapa masifnya jumlah kematian 100.000 itu.
“Karena terlalu sering mendengar kematian, otak kita jadi tak sanggup lagi memaknainya. Bahkan jadi bebal. Empati kita bahkan perlahan lenyap,” kata Van Tongeren.
Lamban Bertindak
Tidak jelas mengapa Amerika Serikat memiliki begitu banyak infeksi, tetapi para kritikus merujuk pada kurangnya pengetesan dan persediaan pasokan medis, dan kegagalan untuk menerapkan jarak fisik antar individu, seperti yang direkomendasikan oleh pakar kesehatan
Presiden Donald Trump membela diri terhadap sejumlah kritikan yang menyoroti besarnya jumlah kasus dan kematian akibat kurangnya respons sejak wabah virus merebak. Trump beralasan jumlah infeksi di AS akan jauh lebih tinggi jika memang dia gagal bertindak.
Trump juga menuduh pengkritiknya dengan sengaja menyebarkan disinformasi mengenai dirinya.
Mulai dibuka?
Meskipun jumlah kematian tinggi, sejumlah wilayah di Amerika mulai kembali dibuka. Misalnya, ibu kota Amerika, Washington DC yang akan mencabut kebijakan ‘di rumah aja’ pada Jumat (29/05) ini.
Dengan masuk fase 1 pembukaan: restoran, salon dan berbagai aktivitas sudah mulai bisa dilaksanakan, walau dengan berbagai syarat dan jauh dari kata ‘normal’ – restoran hanya boleh melayani pengunjung di luar, dengan jarak meja minimal dua meter.
Selain itu, pusat hiburan anak Walt Disney World di Florida, salah satu jantung wisata paling populer di Amerika, akan dibuka secara terbatas mulai pertengahan Juli.
‘Keterlambatan’ pemerintah Amerika menerapkan kebijakan ‘di rumah aja’, kerap dituding sebagai penyebab tingginya kasus dan kematian karena corona di Amerika.
Tolak Vaksinasi
Dengan beberapa negara dan para peneliti medis bekerja untuk membuat vaksin Covid-19, survei Associated Press terbaru menunjukkan hanya sekitar setengah dari masyarakat Amerika menyatakan mau diimunisasi untuk melindungi diri mereka dari bahaya virus tersebut.
Jajak pendapat menunjukkan 40 persen dari responden enggan diimunisasi karena mereka percaya bisa terinfeksi virus corona dari imunisasi itu. Menurut dokter, hal itu tidak mungkin terjadi.