Esensinews.com – Sjauh ini disinyalir kelompok tertentu yang mendorong pemebentukan negara Islam. Hal ini disampaikan Mantan Ketua Mahkamah Konsutitusi (MK ) Mafmud MD saat memberi orasi kebangsaan yang diselenggarakan oleh Vox Point Indonesia, di Pasar Baru, Jakarta Pusat, seperti Selasa, 31/7/2018.
Dirinya menduga sangat terkait dengan keinginan mendapat kue kekuasaan. Jika sudah berkuasa, dorongan itu pun memudar.
“Jadi orang yang sok-sokan memperjuangkan ingin ganti Pancasila dengan Ideologi lain (dengan negara Islam) karena mereka tidak kebagian tempat aja pak, enggak dapat,” ujar dia.
Disisi lain dia mencontohkannya dengan manuver mantan pengacara pimpinan FPI Rizieq Shihab, Kapitra Ampera, yang menjadi bakal calon anggota legislatif dari PDIP.
Ia mengenal Kapitra sebagai sosok pejuang pro-pembentukan negara Islam.
“Ini yang sekarang dia daftar dari caleg PDIP sekarang siapa? Orang yang dulunya ingin mendirikan negara Islam. Oh, jadi kalau sudah kebagian ya mau ikut (NKRI). Itu pengacara 212 Kapitra itu mau ikut dia,” terang Anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).
Secara tegas, Mahfud juga menyebut soal eks Menteri yang sebelumnya adalah orang yang sangat vokal dan pro-pendirian negara Islam di awal-awal reformasi.
Ketika Megawati berkuasa, orang tersebut diajak masuk kekuasaan sebagai Menteri. Tiba-tiba, lanjutnya, pejabat itu berubah haluan menjadi pendukung pemerintah dan NKRI.
“Banyak tuh dulu oknum yang ingin mendirikan negara Islam. Ada diangkat dia jadi menteri tuh,” ucap Mahfud.
“Zaman Pak Taufiq Kiemas (mendiang suami Megawati) tuh dulu dia bilang ke ini Menteri, sudahlah, kamu jangan keras-keras bilang gitu soal negara Islam. Terus pas jadi Menteri, pidato pertamanya, NKRI dan Pancasila itu final. Padahal dulu menganggap NKRI dan pancasila enggak final,” kata dia.
Menurut dia, pergantian ideologi Pancasila dengan ideologi apapun sebagai dasar negara tak masalah karena Indonesia menganut paham demokrasi.
Namun menurut Mahfmud syaratnya harus menempuh jalur resmi yang telah diatur oleh konstitusi. Misalnya, dengan mendirikan partai politik dan memenangkan pemilihan umum sebagai saluran yang resmi untuk mengubahnya melalui mekanisme yang sah.
“Tapi kalau enggak bikin partai, enggak ikut pemilu, lalu bikin gerakan di bawah tanah, makar namanya, kalau makar jika bentuknya organisasi ya harus dibubarkan, kalau sesuai pidana ya ditangkap,” kata Mahfud.
Diketahui, ada sejumlah organisasi yang resmi dilarang oleh pengadilan karena terkait dengan misi mendirikan negara Islam. Misalnya, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan Jamaah Anshor Daulah.
Editor : Divon