ESENSINEWS.com, JAKARTA – Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly digugat ke pengadilan karena mengeluarkan kebijakan Permenkumham Nomor 10 Tahun 2020 tentang Asimilasi bagi 37 ribu narapidana (napi) se-Indonesia. Penggugat menilai kebijakan Menkumham itu memunculkan keresahan masyarakat.
“Lembaga swadaya masyarakat (LSM) yakni Yayasan Mega Bintang, Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), dan Lembaga Pengawasan dan Pengawalan Penegakan Hukum (LP3H) yang melakukan upaya hukum menuntut agar kebijakan Kemenham itu dicabut,” kata Sekretaris Yayasan Mega Bintang, Arief Sahudi, di Solo, Kamis (23/4/2020).
Menurut Arief, yang melatari Yayasan Mega Bintang dalam upaya hukum dengan gugatan kepada Menkumham tersebut, karena dianggap kebijakan tentang asimilasi napi itu, sudah meresahkan masyarakat.
“Banyak masyarakat yang komplain kepada Mega Bintang bahwa desa yang sebelumnya aman kini tidak aman lagi. Masyarakat sekarang harus menjaga kampungnya untuk beronda. Hal ini, dampak kebijakan program asimilasi itu,” katanya pula.
Pihaknya berharap dengan gugatan tersebut dapat didengar oleh Menkumham dan segera mencabut kebijakan asimilasi
itu. Menurut dia, banyak mantan napi yang bebas sejak 1 April 2020 telah melakukan tindak kejahatan di tengah program asimilasi yang dijalaninya.
Mantan napi tersebut ada yang mencuri, kejahatan narkoba dan mabuk-mabukan, di tengah pandemi Covid-19.
Wakil Ketua Yayasan Mega Bintang Rus Utaryono menambahkan, gugatan tersebut telah diputuskan pertama pelepasan napi melalui asimilasi ini, pada awalnya diterima sebagai sebuah niat baik dalam rangka pencegahan penyebaran wabah Covid-19. Namun, masyarakat melihat dampak program asimilasi tersebut ternyata beberapa daerah atau tempat ada kejadian tindak kejahatan yang dilakukan para mantan napi yang dibebaskan tersebut.
Sumber: republika.co.id