Bicara blak-blakan, sangat terbuka dan lancar tanpa beban. Itulah kesan kuat yang melekat sebagai ciri khas ekonom lulusan Master dan Doktor dari Boston University, Amerika Serikat ini. Namun, ia tidak sekedar bicara alias asbun (asal bunyi) tapi semua yang dipaparkan selalu didukung oleh fakta, data dan analisa yang tajam tentang berbagai hal yang sedang dibahas, terutama bila bicara tentang persoalan ekonomi Indonesia. Pengetahuan dan wawasannya yang luas di bidang ekonomi ditunjang oleh keberanian dan kejujuran yang tinggi, memang tidak diragukan lagi. Hingga tidak mengherankan jika sebagian kalangan memberikan julukan kepadanya sebagai “The Trusted Indonesian Economist”.
Dr. Rizal Ramli, dilahirkan di Padang, Sumatra Barat, pada 10 Desember 1953. Ayahnya seorang asisten Wedana sementara ibunya adalah Guru. Ibunya meninggal pada saat Rizal masih berumur 7 tahun, sehingga ia harus tinggal dengan neneknya di kota Bogor. Sebagai anak seorang guru, ia sangat rajin membaca. Ia sejak muda telah kenal dan bergaul akrab dengan berbagai buku bacaan, termasuk buku-buku penting karya Albert Einstein. Tidak heran jika kemudian ayah 3 anak (Dhitta Puti Saraswati, Dipo Satrio, dan Daisy) ini kemudian sangat mengagumi dan mengidolakan pemikir besar Einstein dan mengoleksi berbagai versi biografi dari ilmuwan berkebangsaan Jerman itu.
Debut Rizal Ramli sebagai sosok pemikir yang kritis dan berani dimulai sejak suami Herawati M. Mulyono ini sebagai mahasiswa di Institut Teknologi Bandung (ITB). Kala itu, di tahun kedua masa belajarnya, ia sudah melibatkan diri dalam diskusi-diskusi yang bersinggungan dengan bidang politik di Dewan Mahasiswa, yang kemudian mengantarkannya menjadi Deputi Ketua Dewan Mahasiswa ITB tahun 1977. Karakter dan idealismenya sangat kuat sehingga ia berani mengoreksi kekeliruan sistim politik dan strategi pembangunan Indonesia masa itu, yang sempat mengantarkan Rizal muda ke penjara militer selama beberapa bulan dan penjara Sukamiskin, Jawa Barat, selama satu tahun (1978/1979) akibat aksi menentang pemilihan kembali Soeharto sebagai presiden. Sikap kritis dan tidak mau kompromi dengan kebijakan berbau korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang dijalankan pemerintahan negara tetap menjadi kesehariannya hingga di usia paruh baya hari ini.
Konsekwensi dari keteguhan idelismenya itu, Ramli praktis tidak pernah diberi kesempatan berkarir di pemerintahan sampai tumbangnya rezim Suharto. Kiprahnya bagi pembangunan bangsa melalui peran aktif di pemerintahan baru dimulai ketika Presiden Abdulrahman Wahid memintanya menjadi Kepala Badan Logistik (Bulog) pada April 2000. Saat itu, kinerja Bulog sangat buruk dan membutuhkan pembenahan internal oleh orang yang kapabel dan terpercaya untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap badan ini.
Tugas utama Ramli oleh Presiden Gusdur, panggilan akrab Abdurrahman Wahid, adalah mendorong Bulog menjalankan kembali fungsinya dengan baik yakni memenuhi kebutuhan rakyat, menjaga harga penjualan petani sebaik mungkin dan membersihkan Bulog dari praktek KKN.
Hanya selang beberapa bulan mengemban tugas sebagai Kepala Bulog, tepatnya pada Agustus 2000, pendiri ECONIT Advisory Group, sebuah lembaga riset yang bergerak dalam bidang ekonomi, industri dan perdagangan, ini ditunjuk untuk menjabat sebagai Menteri Koordinator bidang Perekonomian (Agustus 2000 – Juni 2001), dan kemudian menjadi Menteri Keuangan dari Juni hingga Juli 2001. Sebagai Menko Perekonomian, mantan Pemimpin Redaksi Jurnal Ekonomi dan Sosial Prisma ini juga merangkap beberapa jabatan penting dan strategis dalam pemulihan perekonomian yang hancur dilanda krisis moneter, yakni sebagai Ketua Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) dan Ketua Tim Keppres 133 untuk renegosiasi listrik swasta.
Kinerja Ramli di pemerintahan dinilai berhasil oleh banyak pihak karena walau hanya dengan waktu yang relatif pendek, yakni hanya 15 bulan, ia berhasil melakukan sejumlah terobosan yang efektif untuk mendorong reformasi institusional, restrukturisasi sektoral maupun korporat, serta percepatan pemulihan ekonomi. Di Bulog misalnya, ia berhasil melakukan restrukturisasi agar Bulog menjadi organisasi yang transparan, accountable, dan lebih profesional, sekaligus mendorong regenerasi; meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani, di mana Bulog meningkatkan pembelian gabah, bukan beras. Ketika menjadi Menko Perekonomian, alumni Departemen Fisika ITB ini mencanangkan 10 Program Percepatan Pemulihan Ekonomi yang diakui oleh dunia internasional sebagai program pemulihan ekonomi yang kredibel. Hasilnya, ekonomi Indonesia selama tahun 2000 tumbuh sebesar 4,8%, di atas perkiraan semula yang hanya 2-3% dengan budget deficit yang lebih kecil dari perkiraan semula, yaitu hanya –3,2% dari GDP (perkiraan semula adalah –4,8% dari GDP). Turn around ekonomi Indonesia mulai terjadi pada tahun 2000. Total ekspor Indonesia selama tahun 2000 mencapai US$ 62 milyar, atau naik 27% dari ekspor Indonesia pada tahun 1999.
Kebijakan yang ditempuh selama menjadi Ketua KKSK dan Ketua Tim Kepres 133 juga terbilang sukses. Sebagai Ketua KKSK, Dr. Rizal Ramli berhasil memutuskan sekitar 140 keputusan penting, baik yang menyangkut restrukturisasi hutang maupun percepatan penjualan asset yang dikelola oleh BPPN. Salah satunya adalah restrukturisasi bisnis dan hutang PT IPTN menjadi PT. Dirgantara Indonesia (PT. DI) sehingga viablesecara bisnis dan finansial. Hasil dari langkah-langkah tersebut PT. DI penjualannya meningkat dari Rp. 508 milyar pada tahun 1999 menjadi Rp, 1,4 triliun pada tahun 2001. Kerugian perusahaan sebesar Rp. 75 milyar tahun 1999 berubah menjadi keuntungan sebesar Rp. 11 milyar.
Itulah sebagian kecil keberhasilan dan karya dosen tamu di berbagai perguruan tinggi dalam dan luar negeri yang dapat disebutkan di sini. Rizal, yang pernah mengambil dan menyelesaikan program Asian Studies di Sophia University, Tokyo, Jepang tahun 1975 ini, juga telah menghasilkan banyak sekali karya ilmiah yang telah dimuat jurnal-jurnal ekonomi terbitan dalam dan luar negeri. Selain sebagai pengajar bidang ekonomi, ia juga banyak berperan sebagai penasehat dan konsultan ekonomi bagi berbagai institusi baik swasta maupun pemerintah, seperti misalnya menjadi konsultan ekonomi DPR RI dari tahun 1993 hingga 1999.
Sebagai seorang ahli ekonomi kelas dunia, sudah barang tentu akan sangat menarik untuk mendengar komentar dan pandangan-pandangannya tentang keadaan ekonomi serta prospek perekonomian Indonesia di tengah arus ekonomi global selama ini. Menurut Rizal, yang sejak 2006 lalu tercatat menjadi wakil pemerintah pada PT Semen Gresik (pesero) Tbk sebagai Presiden Komisaris, negara kita sebenarnya adalah negara kaya raya yang digadaikan kepada pihak asing dengan harga sangat murah; ibarat cangkir emas yang digunakan mengemis uang recehan kepada negara-negara kreditor.
Oleh : Wilson Lalengke (Ketua Umum PPWI)