Esensinews.com – Aktivis dan ahli filsafat Rocky Gerung menginginkan agar presiden di masa mendatang dibedakan dengan presiden hari ini. Yaitu mampu tidak presiden di masa mendatang membawa visi Indonesia ke depan dengan argumentasi yang kuat.
“Itu paling enggak yang saya inginkan dalam pertandingan politik hari ini. Dalam bidang diplomasi kemarin kita habis dipermalukan oleh Mahathir Mohammad. Bagaimana cara membantahnya lagi. Mosok, pernyataan Mahathir harus dibantah oleh pejabat setingkat dirjen administrasi umum. Loh yang bikin statement itu presiden dan yang bantah adalah dirjen, ngaco kan?,” kata Rocky Gerung.
Menurut Rocky, kalau ingin bikin diplomasi maka sebaiknya ajukan orang yang masih bisa dibantah dan jangan presiden sendiri yang bicara, kan, akhirnya tidak bisa dibantah.
“Mestinya menteri luar negeri yang ngomong, jika menlunya keliru maka presiden yang betulin. Sama seperti kasus soal pembebasan Abu Bakar yang batal, nah dungunya tuh di situ,” ungkap ahli filsafat dari Universitas Indonesia ini.
Rocky menilai, Mahathir Mohammad justru mengerti soal diplomasi. Kalau Mahathir mengoreksi statemen menteri luar negerinya maka itu tepat. Atau presiden Malaysia mengoreksi Mahathir itu tepat.
“Nah ini presiden sudah ngomong dan salah, masak dikoreksi dirjen. Busyet dah,” ujar Rocky.
Pada acara Workshop Nasional Partai Amanat Nasional (PAN) yang dipublikasikan melalui jejaring Youtube, Rocky menegaskan, fenomena tersebut menunjukkan kekurangan konsep dalam memimpin bangsa, baik di tingkat nasional maupun internasional.
Pemerhati politik ini tidak lagi melihat Indonesia sebagai leader di tingkat ASEAN, apalagi di tingkat global.
“Terus menerus, negeri ini mengalami defisit konsep dilihat dari politik dunia. Hal ini menjengkelkan sekaligus memalukan,” ujar dia.