Esensinews.com – Sebagian kalangan menilai pembangunan infrastruktur jalan tol oleh pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) dianggap tak efisien dan tak memberikan efek positif bagi ekonomi rakyat. Bahkan, timbul anggapan bahwasanya pembiayaan infrastruktur yang didapat melalui utang luar negeri dinilai hanya untuk kepentingan elektoral semata.
Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Suhendra Ratu Prawiranegara, menilai pembangaunan infrastruktur era Jokowi tidaklah efisien. Ia melihat, pembangunan Light Rail Transit (LRT) Palembang adalah salah satu contohnya. Pembangunan LRT Palembang justru membebani keuangan negara.
“Sampai hari ini, pemasukan dari LRT Palembang tidak memenuhi target. Pemerintah harus keluarkan biaya Rp10 miliar perbulan untuk biaya operasional, sementara pemasukannya hanya Rp1 miliar. Ada gap Rp9 miliar yang harus disubsidi, dan ini mau sampai kapan?” kata Suhendra di Jakarta, Kamis (7/2/2019).
Disisi lain, lanjut Suhendra, penugasan dari pemerintah untuk menggarap proyek infrastruktur yang terkesan ambisius dan kejar tayang ini membawa pilu bagi BUMN konstruksi. Staf Khusus Menteri Pekerjaan Umum 2005-2009 ini mencatat, setidaknya ada empat BUMN konstruksi yang saat ini terbebani utang lantaran menggarap proyek infrastruktur pemerintah.
“Ini adalah buntut kebijakan pemerintah yang tidak memperhitungkan dampak jangka panjang. Ini seolah-olah ‘anda selesaikan ini, pokoknya saya gak mau tau’, sehingga BUMN-BUMN ini berhutang dan menanggung risiko keuangannya,” kata Suhendra.
Selain itu, ia juga mengungkap, terdapat beberapa alasan lainnya menyangkut ketidakefektifan pembangunan infrastruktur di era Jokowi. Salah satunya menyangkut tarif tol trans Jawa yang terlampau mahal. Ia mengatakan, mahalnya tarif tol sudah dirasakan para pengusaha logistik.
Sehingga, angkutan truk pembawa logistik kini telah berpindah kembali menggunakan jalan nasional.
“Tarif tol trans Jawa bisa mencapai 1,5 sampai 2 juta rupiah. Ini tentu membuat para pengusaha logistik menjerit. Mereka sudah lakukan protes kepada pemerintah. Pemerintah melalui kementerian yang berwenang berupaya merevisi besaran tarif. Ini bukti pemerintah mengakui tarif tol trans Jawa kemahalan,” kata Suhendra.
Dirinya mengatakan, tarif tol di Indonesia merupakan tarif tol termahal di Asia Tenggara. Staf Khusus Menteri Pekerjaan Umum 2005-2009 ini merincikan, rata-rata tarif tol di Indonesia berkisar Rp1.300 hingga Rp1.500/km. Sementara di negara-negara tetangga, seperti Singapura Rp778/km, Malaysia Rp492/km, Thailand dalam kisaran Rp440/km, Vietnam dalam kisaran Rp1.200/km, dan Filipina Rp1.050/km.
Kepentingan Asing
Sementara itu, pengamat ekonomi Politik Salamuddin Daeng, mengatakan, proyek infrastruktur yang tidak efisien dan dibiayai utang menunjukkan betapa pemerintah membangun untuk kepentingan asing. “Pembangunan infrastruktur pemerintah ini modal dengkul,” terangnya di Jakarta, dikutip dari harianterbit.com Kamis (7/2/2019).
Ia mengungkapkan, ekonomi Indonesia sebenarnya mengalami double defisit. Secara makro, lanjut dia, tidak bisa saving. Artinya, tidak bisa bangun infrastruktur.
“Jadi ketika ada suatu kejadian pembangunan di negara ini maka itu mudah kita terjemahkan, itu bukan punya kita, itu hasil utang,” ucap Salamuddin.