Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan mengatakan, kasus ASN kaya raya harus dipandang dari persoalan terstruktur atau persoalan kejahatan. Sepertinya kasus ini bukan semata kriminal, tetapi terstruktur.
“Seperit diungkapkan Angin Prayitno di persidangan, ada setoran fee ke atasanya. Ini sidang terbuka lho, jadi ini terstruktur. Tidak hanya RAT, sehingga tidak heran ASN Pajak punya kekayaan luar biasa,” urai Anthony, saat dialog secara virtual, bertajuk Menata Ulang Sistem Manajemen Keuangan Negara Di Tengah Kasus Rafael dan TPPU Rp300 Triliun” di Jakarta, Jumat (17/3).
Menjadi pertanyaan, dalam perkembangan informasi publik, dari data yang disampaikan Menkopolhukam ada transaksi mencurigakan Rp300 triliun. Setelah mendapat respon dari Menterian Keuangan, terus berubah bahwa data tersebut tidak menyangkut aparat ASN Kemenkeu.
”Ini PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) sendiri juga tidak sinkron. Ini kalau terjadi pembohongan publik bisa pidana,” cetusnya. “Ini tindakan kejahatan terstruktur dan kolektif ini harus diusut.”
Untuk itu, Anthony mendesak Presiden Jokowi segera memerintahkan Kejaksaan Agung untuk menyelidiki dan mengusut. Wajar saja, karena Kejaksaan Agung sebagai pengacara negara dan berada dibawah Presiden dalam kabinet Indonesia Maju.
”Kalau Kejaksaan tidak bergerak berarti kesungguhan Presiden dipertanyakan. Karena presiden tak bisa perintahkan KPK. Dan patut diduga, kalau begitu, maka lembaga dan kementerian sudah di ijon duluan,” ujarnya.
Kongkalikong Pajak
Sementara, Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB University, Didin S Damanhuri mengutarakan, dalam laporan IMF bahwa ada potensi kebocoran pajak di Indonesia mencapai 40% atau sekitar Rp1.500 triliun. Dengan begitu, bahwa seperti yang diuraikan Menkopolhukam, Mahfud MD transaksi yang mencurikan Rp300 triliun secara umum masih relatif kecil.
Mafia pajak, tentunya pasti diikuti dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Sedangkan pendapat Kepala PPATK terakhir malah, transaksi yang mencurigakan Rp300 triliun bukan tindak pidana korupsi ataupun pencucian uang.
Didin menilai, apa yang dilakukan oleh Rafael Alun Trisambodo itu lebih komplek dibanding sekadar masalah pajak seperti Gayus Tambunan.Ini masuk teknologi digital, atau digitalize mafia. “Ini jauh sophisticated dibanding kasus sebelumnya, dan saya heran KPK diam, DPR juga! mereka under tax, kong kalikong terhindar kewajiban pajak,” cetusnya.
Malah, lanjut Dia, KPK lebih tertarik dengan kasus Kepala BPN Jaktim yang akan masuk penyidikan. “Tentu, ini menjadi pertanyaan besar bahwa kasus temuan transaksi RP300 triliun malah tidak tergerak. Malah sepertinya penyelesaian jalur politis,” terangnya.
Bahkan organisasi massa justeru telah memberikan perhatian sejak awal, seperti ungkapan Mantan Ketua PBNU Said Agil Sirad yang meminta warga nahdhiyin tidak perlu membayar pajak kalau terbukti terjadi penyalahgunaan pajak.
”Situasi krisis sepertinya tidak ada, padahal sekarang dunia sedang digoncang krisis keuangan, penutupan sejumlah bank besar di AS dan Eropa,” terangnya.
Menurutnya, potensi terjadi great resesion global cukup terbuka. Pemerintah sebaiknya hati-hati dalam kebijakan keuangan ke depan. KPK semestinya bisa melakukan penelitian lebih dalam untuk penyelidikan. Apabila ditemukan bukti kuat langsung disidik, dan ini penting.”
Lembaga Super Body
Didin S Damanhuri mengutarakan, bahwa sekarang ini Kemenkeu merupakan lembaga super body, yang semua terdapat didalamnya. Bahkan dibanding lembaga keuangan pemerintah lainnya di dunia, Kemenkeu menjadi lembaga super.
“Bagaimana mengurus didalamnya OJK, Bank Indonsia, LPS, bisa menyidik dan menyidangkan sendiri kasus perpajakan. Ini terlalu besar, sehingga potensi besar untuk terjadi korupsi.”
Seperti yang terjadi, kasus gaya pejabat kepabeanan Yogyakarta, yang hidup mewah. Hanya diberhetikan jabatannya, tetapi kasusnya sendiri tidak dibongkar.”Menkeu seperti gentle woman, bahwa selama ini hasil reformasi sudah pejabat ASN digaji jauh tinggi,.dari kementerian lainnya, tetapi gagal juga. Ini, sih kolosal,” cetusnya.
Sense of Crisis Lemah
Menurutnya, kasus ini menjadikan masalah urgent, ditengah gempa ekonomi terjadi dan terjadi berlama-lama bisa merembet ke politik. Untuk itu, harus ada ketegasan Presiden Jokowi, dengan mengambil langkah tegas dan serius. “Harus ada ketegasan, KPK sudah dibonsai, DPR tak ada check and balance. Ini kalau terjadi sesuatu yang besar, negara ini seperti kertas.”