ESENSINEWS.com – Kalangan wartawan di DPR mengatakan, Megawati akan dipaksa mendeklarasikan Ganjar sebagai capres pada bulan Juni mendatang, mengingat Juni merupakan bulannya Bung Karno, dimana Sukarno lahir dan wafat pada bulan tersebut.
Rencana kudeta terhadap Megawati iniĀ setidaknya dilatarbelakangi oleh tiga motif.
Pertama, karena mereka menganggap peluang Puan Maharani untuk menjadi capres di Pilpres 2024 sangat kecil, antara lain karena rendahnya tingkat popularitas dan elektabilitas Puan dibandingkan capres lainnya.
Kedua, Ganjar Pranowo adalah capres yang sangat didukung oleh oligarki dan penguasa istana. Untuk memuluskan rencana ini segelintir elit PDIP yang merupakan orang-orang terdekat Megawati memainkan standar ganda, dan disebut-sebut sudah menerima aliran dana dari para cukong.
egelintir elit PDIP yang merupakan orang-orang terdekat Megawati memainkan standar ganda, dan disebut-sebut sudah menerima aliran dana dari para cukong.
Ketiga, dengan menempatkan Ganjar sebagai capres PDIP peran Puan dan trah Sukarno lambat laun akan tersingkir. Jika Ganjar lolos menjadi presiden, PDIP akan sangat mudah dikuasai oleh penguasa istana dan dikendalikan oleh oligarki. Dengan kata lain eksistensi PDIP yang dengan susah payah dibangun oleh Megawati akan berakhir secara mengenaskan.
Lokasi deklarasi pencapresan Ganjar Pranowo ini, menurut sumber, kini sedang dijajaki. Kemungkinan akan bertempat di Tugu Proklamasi, Jakarta. Alternatif lain adalah di Blitar, Jawa Timur. Namun salah seorang aktivis 1998 yang intens menjalin komunikasi dengan elit PDIP menyebut lokasi deklarasi dipastikan akan berlangsung di Gelora Bung Karno (GBK), Senayan.
Bagaimana Megawati menanggapi rencana kudeta ini ?
Sejumlah loyalis Megawati saat dikonfirmasi tentang hal ini oleh wartawan di Gedung DPR, Senin lalu, mengatakan belum mengetahui apakah Megawati sudah mendapatkan laporan mengenai hal ini.
Namun salah seorang kader PDIP yang mantan demonstran mengatakan, Megawati bukan sosok yang mudah ditekan dan didikte. Megawati sangat faham dan bersikap awas terhadap orang-orang di sekitarnya.
Hal ini karena Megawati sangat merasakan bagaimana sakitnya dikhianati oleh orang-orang terdekatnya, bukan hanya seperti yang dialami oleh ayahandanya, yaitu Sukarno pada tahun 1965, tetapi juga seperti yang dialami oleh dirinya sendiri yaitu pada saat Orde Baru, ketika ia tampil memimpin PDIP yang kala itu masih bernama PDI tidak sedikit kader yang berkhianat.
Megawati sangat trauma terhadap pengkhianatan. Namun menurut sumber, Megawati tentu tidak akan tinggal diam, karena pengkhianatan itu akan menjauhkan PDIP dari cita-cita Bung Karno. (Tim, dari berbagai sumber).