ESENSINEWS..com – Pengamat komunikasi politik Emrus Sihombing mengatakan tingkat kepuasan publik pada kinerja Presiden Joko Widodo sebesar 64% atau lebih bukanlah kabar mengejutkan. Menurut dia, tingkat kepuasan publik seharusnya bisa bertahan diangka 80% ke atas.
Lembaga Survei Indonesia (LSI) merilis hasil survei tingkat kepuasan publik terhadap kinerja Jokowi, Minggu 24 Juli. Hasilnya, 64% responden merasa puas dengan kinerja Jokowi. Di bulan ini, Indikator Politik Indonesia dan indEX juga mengeluarkan hasil survei. Masing-masing menyebutkan kepuasan publik terhadap kinerja Jokowi 67,5% dan 80,9%.
Emrus mengatakan, 60% lebih sedikit bisa diartikan tingkat kepuasan publik masih di batas aman dan mayoritas. Penyebabnya, Jokowi selalu hadir merespons kebutuhan masyarakat. Menurut Emrus, kepuasan publik terhadap kinerja Jokowi seharusnya bisa mencapai minimal 80% kalau para menteri juga bekinerja baik dan produktif.
“Jokowi responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Sayangnnya sebagian menteri tidak responsif. Kalau menteri responsif, kepuasan publik bisa minimal 80%. Persoalan ada di kinerja sebagian menteri,” kata Emrus, Selasa (26/7/2022).
Emrus mengatakan, setidaknya ada tiga menteri Jokowi yang berkinerja sangat baik, yakni Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi.
“Jokowi berhasil membangun infrastruktur, jalan tol, bendungan dan lain-lain, bukankah keberhasilan ini diback up menteri PUPR, misalnya? Jadi, kinerja menteri tentu berimbas pada kepuasan publik terhadap Jokowi. Andai semua menteri menjalankan tugasnya dengan bagi dan amanah, saya kira tingkat kepuasan masyarakat ke Jokowi bisa minimal 80%,” ujar Emrus.
Emrus mengatakan menteri harus bekerja lebih dari maksimal. Kalau memang sekiranya tidak bisa bekerja, karena dipengaruhi latar belakang dan lain sebagainya, seharusnya jabatan itu tidak diterima. Menteri bertanggung jawab pada rakyat karena operasional mereka menggunakan uang negara.
Ke depan, kata Emrus, agar kinerja pemerintahan positif, partai jangan meminta jatah kursi menteri kepada presiden. Biarkan itu tetap menjadi hak prerogatif presiden.
“Siapapun presiden kita nanti, biarkan presiden mutlak 100% menentukan menterinya. Jangan ada pola komunikasi politik tidak langsung, padahal tujuannya mau dapat jatah menteri. Selain itu, kalau menteri tidak punya kinerja baik, partainya yang harus menarik. Partai proaktif menarik kalau menteri tidak bisa kerja,” tutup Emrus.