Oleh: Anthony Budiawan – Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)
Arab Spring adalah gerakan pro-demokrasi, anti-korupsi, dan protes terhadap kondisi ekonomi yang terus memburuk, berawal dari Tunisia pada Desember 2010, dan meluas ke beberapa negara Arab seperti Libia, Mesir, Yemen, Suriah, Bahrain.
_Arab Spring_ dengan slogan _*”the people want to bring down the regime”*_ berhasil menggulingkan rezim diktator dalam waktu relatif singkat: Tunisia, Mesir, Libia dan Yemen. Bahkan nasib beberapa diktator tersebut sangat mengenaskan. Muammar Gaddafi terbunuh di kediamannya pada 20 Oktober 2011.
Kondisi sosial, ekonomi dan politik Indonesia saat ini mendekati kondisi _Arab Spring_. Mahasiswa dan masyarakat turun ke jalan menyuarakan anti-korupsi, anti-KKN, membela demokrasi: demokrasi harga mati, kalau perlu melawan dengan revolusi.
Puncaknya korupsi izin ekspor CPO dan produk turunannya, yang membuat minyak goreng di dalam negeri langka, membuat antrian panjang, dan menelan dua korban jiwa. Tragis, mati di lumbung minyak sawit. Salah satu aktor korupsi adalah Wilmar, sponsor utama Persis Solo pimpinan Kaesang, anak Presiden Jokowi.
Sebelum itu, Kaesang dan Gibran juga dilaporkan kepada KPK tentang dugaan KKN, menerima sejumlah uang atau modal dari kelompok Sinar Mas dengan kedok bisnis. Padahal Sinar Mas bermasalah dengan kejahatan pembakaran hutan?
Korupsi dan KKN sudah menyebar luas. Pejabat berbisnis, mencekik kantong rakyat. Antara lain bisnis test PCR. KPK dilemahkan.
Mahasiswa turun ke jalan juga menuntut keadilan ekonomi dan sosial. Menuntut pemerintah menurunkan biaya hidup yang semakin mahal: menurunkan harga pangan, bbm, gas, dan lainnya. Petani juga menjerit, harga pupuk melejit.
*Indonesia Spring* Bangkit?
Belum reda urusan harga pangan, kini dunia dan Indonesia dihadapi pada sebuah kondisi yang lebih memprihatinkan, yaitu potensi krisis pangan.
Perang Rusia-Ukraina menyebabkan disrupsi pangan, khususnya gandum dan jagung. Rusia dan Ukraina merupakan eksportir gandum dengan total ekspor lebih dari 30 persen dari ekspor dunia. Sedangkan total impor gandum Indonesia dari Rusia dan Ukraina lebih dari 50 persen.
Perang Rusia-Ukraina ternyata lebih panjang dari yang diperkirakan, sehingga mengganggu supply gandum dari Rusia dan Ukraina. Hasil panen dan fasilitas logistik terganggu. Persediaan global menipis.
Di samping itu, supply pupuk dari Rusia juga akan terganggu. Rusia merupakan salah satu supplier pupuk terbesar dunia.
Gambaran suram pangan dunia bukan ilusi. Kalau perang berlangsung lebih lama lagi, krisis pangan dunia akan menjadi kenyataan.
Untuk Indonesia artinya produksi mie instan akan berkurang, dan sulit dicari alias langka. Harga juga akan melejit.
Apakah krisis mie instan yang kini sudah menjadi makanan penting bagi kelompok masyarakat bawah akan turut mempercepat *Indonesia Spring*?