Tahap kedua adalah rapat kabinet yang direncanakan untuk tanggal 11 Maret. Namun, saat pertemuan ini sedang berlangsung, sebuah kabar didengar Soekarno bahwa pasukan tak dikenal sedang mengepung istana. Soekarno segera meninggalkan istana dengan tergesa-gesa menuju Bogor, di mana malam itu, ia menandatangani dokumen Supersemar sebagai serah terima wewenang untuk memulihkan ketertiban kepada Mayor Jenderal Soeharto.
Lalu Soeharto bertindak cepat. Keesokan harinya, tanggal 12 Maret ia segera membubarkan PKI. Pada hari yang sama, terlihat “unjuk kekuatan” oleh TNI Angkatan Darat di jalan-jalan Jakarta, yang disaksikan oleh rakyat yang bersorak gembira.
Pada tanggal 18 Maret Soebandrio dan 14 menteri lainnya ditangkap. Malam itu, radio mengumumkan bahwa para menteri tersebut berada di tahanan perlindungan.
Pada 24 April 1966, Soeharto berpidato tentang “tiga penyimpangan” yang harus dikoreksi oleh para pemuda bekerja sama dengan Angkatan Bersenjata:
- Radikalisme ekstrim kiri PKI yang memaksakan ideologi komunisme pada rakyat Indonesia;
- Oportunisme politik yang dipimpin dan dieksploitasi oleh “dalang” dari Badan Pusat Intelijen Indonesia (BPI), yang pada saat itu dipimpin oleh Soebandrio.
- Avonturisme ekonomi yang mengakibatkan kekacauan ekonomi.
Hubungan diplomatik Indonesia dengan Tiongkok diputus, dan Kedutaan Besar Tiongkok di Jakarta dibakar oleh massa.