Sosok yang telah mengundurkan diri dari jabatan Ketua DPC PDIP dan anggota DPRD Kota Salatiga itu blak-blakan soal pengalaman dipalak oleh oknum partai untuk posisi strategis di legislatif.”Kader saya itu bilang sama saya, kalau harus ada patungan untuk jabatan. Kalau jumlah uang ratusan juta di kota besar, mungkin. Untuk Salatiga, dua ratus tiga ratus (juta) lah, itu kata si oknum. Mana ada itu uang ratusan juta untuk posisi Ketua DPRD, karena posisi itu bagian dari penugasan partai,” bebernya, kepada Kantor Berita RMOLJateng, Senin (8/11).
‘Langsung saya tanya, siapa orangnya. Enggak pantes banget melakukan itu. Itu ada di Panti (Panti Marhaen), saya ketuanya loh,” imbuh Teddy.
Ia kemudian membeberkan janji DPP PDIP bahwa jika Ketua DPC di Kabupaten/Kota mau jadi walikota akan diprioritaskan kalau perolehan suaranya minimal mencapai 30 persen.
“Tapi, saya enggak jadi walikota. Rekomendasi diberikan kepada Bung Dance. Diajak omong saja tidak, kan jengkel. Tapi kami siap, karena itu tugas partai, perintah partai,” tegasnya.
Teddy memastikan, putusannya mundur dari jabatan Ketua DPC PDIP serta anggota DPRD Salatiga bukan karena tidak bisa tiga periode menjabat Ketua DPRD Salatiga.
“Saya jengkel (ada yang ) malakin kader saya. Ada oknum yang malakin kader saya minta uang Rp 500 juta kalau ingin jabatan,” ungkapnya.
Buntut dari kejengkelannya itu, keputusan mengundurkan diri pun ia ambil. Sehingga, ia pun membantah jika geger pengunduran dirinya karena ‘mutung’ tidak dapat menduduki jabatan yang diinginkan.
“Enggak ada urusannya juga, kecewa karena tidak bisa tiga periode Ketua DPRD Salatiga, saya miliknya rakyat Salatiga, saya miliknya partai. Sekali lagi saya tekankan, bukan karena mutung, bukan karena kecewa, saya mengundurkan diri. Itu hal yang kecil, teramat kecil kalau dijadikan alasan bagi petarung seperti saya,” jelasnya.
Sebagai pribadi yang dibesarkan dari partai, ia menegaskan tak akan menjadi sosok kacang lupa pada kulitnya. Ibarat kalah perang, ia mengundurkan diri dengan cara terhormat bukan karena mutung seperti anak kecil tak berguling-guling karena tak mendapatkan permen.
“Saya sudah pernah dimuliakan partai ini, saya anak senior PDIP, kalau mundur kurang seminggu momen Pilkada, Pileg, atau Pilpres, itu baru ngerjain namanya,” bebernya.
Pengunduran dirinya yang masih dalam rentang tiga tahun menuju Pilkada Salatiga, dianggapnya sebagai sebuah proses pendewasaan.
“Sebagai petarung seperti saya, bukan kerena mutung. Bu Mega itu bagi kami adalah Matahari, sehingga etikanya memang harus berpamitan yang baik. Tetap ‘unggah-ungguh’ menjadi yang diutamakan,” ucap Teddy.
Ia juga tak peduli bila banyak pihak menyebut mundurnya ia dari Ketua DPC PDIP Salatiga dianggap satu bentuk kekecewaan. Apalagi sekadar mencari popularitas belaka.
“Perlu diingat, ini masih masih tiga tahun (Pilkada Salatiga). Saya mundur bukan karena saya kecewa, tapi semata-mata karena saking cintanya kepada partai,” demikian Teddy.
Sumber : RMOL.Jateng