ESENSINEWS.COM, BENGKULU – Kapolsek Rimbo Pengadang, Lebong, Iptu Suroso Risdianto menginstruksikan anggotanya, Aiptu Edi Warman mengawal khusus warga lokal, S. Damruri Samiun, Jumat (15/1/) sore.
Tak hanya mengawal, Edi selaku Kanit Intel Polsek Rimbo Pengadang, juga diduga sengaja membiarkan Samiun, memasang plang larangan aktifitas di tanah sah milik Mahmud Dimyati. Tepatnya di seberang sungai Ketahun, kawasan Dusun 4, Talang Ratu, Rimbo Pengadang, Kabupaten Lebong, Bengkulu.
“Ya benar. Saya diperintahkan Kapolsek mendampingi Samiun,” ungkap Edi usai mendampingi Samiun mamasang patok.
Ketika dikonfirmasi, Kapolsek Rimbo Pengadang Iptu Suroso Risdianto, membenarkan telah menginstruksikan Kanit Intel Aiptu Edi Warman. Namun, Suroso membantah telah memfasilitasi Samiun untuk memasang plang larangan.
“Benar, saya yang perintahkan Kanit Intel (Edi Warman). Karena ada permintaan warga untuk meminta pendampingan. Soal konflik tanah dan pemasangan plang saya tidak tahu,” kata Suroso saat dikonfirmasi wartawan.
Insiden ini bermula, saat Samiun dan istrinya, Ita, mendatangi pondok Jon alias Rambo selaku pekerja yang membersihkan tanah Mahmud, sekira pukul 14.00 WIB. Keduanya didampingi Kanit Intel Polsek Rimbo Pengadang, Aiptu Edi Warman, dengan berpakaian preman.
Setelah itu, Samiun, Ita, dan Edi pergi ke lokasi tanah di seberang sungai Ketahun yang berjarak satu kilometer dari pondok Jon. Beberapa pekerja kaget dengan kedatangan Samiun didampingi Kanit Intel Polsek Rimbo Pengadang. Apalagi, Samiun datang untuk memasang plang larangan bagi pekerja di tanah Mahmud.
“DILARANG BERAKTIFITAS DI LAHAN INI. LAHAN INI MILIK TN. S. DAMRURI” bunyi plang bercat merah yang dipaku di sebuah pohon menggunakan papan berukuran 100x30cm tersebut.
Saat pemasangan plang, Edi yang diinstruksikan untuk mendampingi Samiun, tidak berupaya mencegah. Sebaliknya, Edi bahkan membiarkan dan menyaksikan Samiun melancarkan aksinya.
Setelah plang terpasang, Samiun juga sempat mengancam verbal para pekerja agar meninggalkan lokasi. Jika tidak pergi, maka pekerja akan dipolisikan. “Dia (Samiun) bawa polisi untuk menakut-nakuti kami,” ungkap salah satu pekerja.
Samiun yang dikawal Edi kembali ke pondok Jon, menantikan kedatangan pihak keluarga Mahmud. Dua jam berselang, Mahmud dan keluarganya tiba di lokasi usai mendapat kabar dari istri Jon, Iyet.
Hanya saja, saat hendak dikonfirmasi dan dimintai pertanggungjawaban terkait ulah koboinya, Samiun justru melarikan diri bersama sang istri menggunakan Toyota Innova abu-abu berplat BD 1527 CD.
Pihak keluarga Mahmud menyesalkan aksi koboi Samiun. Termasuk mempertanyakan sikap Edi yang tidak melibatkan mereka saat pemasangan plang tersebut. Menurut salah satu anak Mahmud, Switta, kapasitas Edi selaku penegak hukum dinilai telah menyalahi prosedur. Karena membiarkan aksi premanisme Samiun mamatok plang larangan.
“Selama tidak ada putusan inkrah dari pengadilan, seharusnya tidak boleh ada pemasangan plang larangan. Polisi selaku penegak hukum, tapi kok malah memfasilitasi warga mengangkangi aturan hukum,” sesal Switta.
Untuk diketahui, tanah tersebut telah dibeli Mahmud dari ayah Samiun, M. Rais, tahun 2002 lalu. Mahmud menegaskan, dirinya memiliki dokumen lengkap dan saksi yang bisa dipertanggungjawabkan dimata hukum terkait tanah seluas dua hektar tersebut.
Legalitas tanah tersebut juga diperkuat dengan surat pernyataan Samiun di atas materai, tanggal 18 Agustus 2020. Bahwa, Samiun secara sadar tanpa paksaan mengakui tanah tersebut sah milik Mahmud. Surat itu juga ditandatangani Camat Rimbo Pengadang, Lasmudin, keesokan harinya, 19 Agustus 2020.
Namun, entah angin apa yang membuat Samiun berubah haluan setelah menandatangni surat pernyataan tersebut? Kini Samiun datang lagi dan mengaku jika tanah tersebut adalah miliknya. Samiun sendiri memilih kabur dan enggan berkomentar saat dikonfirmasi terkait hal tersebut. (**)