Sabtu 14 November 2020, JK menyambangi Papua. Tampaknya anggapan bekas Wapres ingin menjadi presiden bukan isapan jempol.
Pasalnya saat di Papua, tiba-tiba JK menawarkan diri untuk menangani konflik di Papua. Katanya, konflik di Papua bisa diselesaikan melalui dialog.
Tentu pernyataan tersebut menggelikan. Maksudnya baik tapi karena JK yang mengungkapkannya maksud baik tersebut berubah menjadi menggelikan.
JK pernah menjadi Wapres selama 2 periode. Yakni 2004-2009 dan 2014-2019. Ditotal 10 tahun.
Mestinya saat menjabat Wapreslah konflik di Papua diselesaikan. Saat itu JK sebagai pimpinan negara memiliki kewajiban melindungi segenap tumpah darah dan menciptakan perdamaian sebagaimana amanat pembukaan UUD 1945.
Tapi faktanya selama berkuasa, JK tidak melaksanakannya. Papua terus bergejolak. Hampir tiap tahun jatuh korban.
Setelah 10 tahun tidak berbuat apa-apa, sekarang JK menawarkan diri menangani konflik Papua, apakah itu tidak menggelikan?
Patut diduga penawaran diri tersebut tidak lepas dari tudingan bahwa JK ingin kembali ke pentas politik.
Sebelum menawarkan diri menangani konflik, JK sempat memfitnah Rizal Ramli dengan pernyataan-pernyataan bohong.
Jika ditarik kesimpulan antara wawancara yang memfitnah Rizal Ramli dan wawancara yang menawarkan diri menangani konflik di Papua menemukan titik kesamaan, yaitu memproduksi berita bombastis agar menjadi viral.
Jalur keviralan harus diusahan sebanyak mungkin agar karpet merah menuju pentas politik terbuka lebar.
Tampaknya Peng-Peng sulit untuk pensiun dari politik. Berhenti berpolitik akan berdampak pada tergerusnya kaki-kaki bisnis keluarga.
Kasus diserahkannya Bank Bukopin kepada Kookmin Bank Korea menjadi pelajaran yang menyakitkan. Betapa pentingnya beking politik dalam menjalankan bisnis.
Penulis : Sya’roni (Aktivis Perhimpunan Masyarakat Madani (PRIMA).