Pernyataan itu disampaikan Hikmahanto Juwana dalam acara Kabar Petang, Rabu (28/10/2020).
Saat ditanya pembawa acara apa kira-kira yang membuat Presiden Macron begitu berani mengeluarkan statemen kontrobersial, Hikmahanto Juwana menuturkan ada dua hal yang menjadi sorotan.
Menurutnya, masyarakat Eropa memang kebanyakan non muslim sehingga mereka kurang sensitif terhadap isu yang berkaitan dengan Islam.
Selain itu, Hikmahanto Juwana juga menyayangkan sikap Presiden Macron yang menurutnya juga kurang sensitif menanggapi kasus ini.
“Di negara Eropa katakanlah, banyak penduduk non muslim mereka mungkin kurang sensitif terhadap masalah yang berkaitan dengan Islam. Mereka lebih mengagungkan masalah kebebasan berpendapat dan berekspresi sehingga ini bisa terjadi,” kata Hikmahanto.
“Juga patut disayangkan, Presiden Macron mungkin sebagai pemimpin kurang sensitif dalam menyampaikan pendapatnya,” imbuhnya.
Lebih lanjut lagi, Hikmahanto Juwana pun menuturkan bahwa kemungkinan Presiden Macron tak berpikir panjang saat angkat bicara terkait isu agama Islam. Besar kemungkinan ia tidak sadar apa yang dikatakannya bisa disiarkan luas ke berbagai negara.
“Beliau mungkin menganggapnya hanya disampaikan kepada rakyatnya, tanpa memikirkan bahwa ini dapat dipancarluaskan ke dunia. Akhirnya yang disampaikannya tidak hanya mendapat respon di dalam negeri, tetapi juga luar negeri khususnya di Timur tengah, juga negara yang penduduk Islam besar seperti Indonesia,” ungkap Hikmahanto.
Dalam program Kabar Petang tersebut,Hikmahanto Juwana juga menyinggung soal kemungkinan adanya peningkatan gelombang protes massa.
Menurut Hikmahanto, hal itu bisa saja terjadi apabila Presiden Macron tidak segera mengambil sikap.
“Sebenarnya eskalasi bisa saja meningkat apabila Presiden Macron tidak mengambil sikap. Saya baca di sosmed, beliau tidak akan menyerah. Ini bukan masalah pribadi beliau yang menjadi taruhan, tetapi prancis dan rakyatnya,” jelasnya.
Hikmahanto Juwana juga menuturkan, beberapa negara sudah mengambil langkah baik dari sisi pemerintah maupun rakyatnya. Indonesia pun telah mengambil sikap.
Pemerintah diketahui telah mengundang Duta Besar Prancis untuk membicarakan apa yang menjadi permasalahan utama. Sementara dari rakyat sudah menyerukan untuk melakukan boikot produk Prancis.
Terkait pengaruh boikot produk Prancis, Hikmahanto Juwana mengaku tidak banyak mengetahui lantaran ranahnya ada pada ekonom. Namun, satu hal yang penting, menurutnya perlu adanya kerja sama tiap negara karena ini masalah internasional.
Hikmahanto Juwana pun menghimbau agar masyarakat lebih selektif dalam memilah mana yang merupakan produk Prancis. Sebab, bisa jadi yang diboikot justru merugikan masyarakat Indonesia sendiri.
“Di era globalisasi sulit menentukan barangnya dari Prancis atau brand prancis tapi dibuat dari negara. Kita tentu tidak ingin rakyat kita terdampak oleh ini,” kata Hikmahanto.
“Kalau pun kita lakukan boikot, jangan hanya dilakukan Indonesia. Kita harus bersama dengan negara lain untuk melakukan sinergi. Indonesia saja tidak ada artinya,” tandasnya.
Untuk diketahui, Presiden Prancis Emmanuel Macron mengecam aksi pembunuhan terhadap seorang guru sejarah bernama Samuel Paty di pinggiran kota Paris.
Ia berjanji akan membuat para Islamis tak bisa tidur dengan nyenyak di Prancis sebagai bentuk balasan atas pembunuhan tersebut.
“Para Islamis tidak akan tidur nyenyak di Prancis. Ketakutan akan berpindah sisi,” kata Macron dalam pertemuan yang diadakan Minggu malam, dikutip dari Sputnik News, Senin (19/10/2020.