ESENSINEWS.com – Direktur Lembaga Kajian Isu Publik (LKIP) Eduard Lemanto menyebut fosil komunisme ini digali kembali semata untuk kepentingan politik. Bisa kepentingan politik kelompok yang kontra pemerintah dengan berbagai alasan sempit lainnya.
“Bisa pula kepentingan politik elektoral. Cara kerjanya? Komunisme “didaur” ulang sebagai entitas yang bisa dijadikan musuh bersama oleh kelompok tertentu. Kelompok tertentu itu paling mencolok adalah agama,” ujar mahasiswa S3 di Rusia ini saat berbicara dalam Webinar Polirical adn Public Policy Studies (P3S) yang bertajuk : Penggalian Fosil Komunisme untuk Kepentingan Politik” Selasa (22/9/2020).
Karena itu katanya, oleh kelompok (politis) yang berkepentingan itu, Komunisme dimaknai secara sempit, misalkan ideologi anti Tuhan atau anti agama. Upaya ini semacam ada penciptaan paranoid kolektif di hadapan komunisme.
Tujuannya jelas Eduard, agar “orang-orang beragama” bergerak membangun soliditas. Soliditas kaum agamis dipakai dan ditunggangi oleh “kelompok politis” itu, bisa untuk kepentingan elektoral pun bisa menjadi kekuatan dalam mengoposisi pemerintahan yang sedang berkuasa karena berbagai alasan, baik alasan ekonomi maupun kepentingan politik kelompok tersebut. Agama untung? Tidak.
“Agama dan kaum beriman (congregations) hanya dipakai sebagai “political cattle: peternakan politik”. Demikian halnya warga negara lainnya bukan lagi citizens di mata kelompok politis itu tetapi sekedar “gerombolan massa” yang bisa dieksploitasi untuk kepentingan mereka,” ucapnya.
Sadar atau tidak jelasnya, anatomi dari upaya-upaya di atas sesungguhnya membentuk politik rasial. Sebab, agama dijadikan instrumen politik.
“Fosil komunisme itu dipakai sebagai lawan kuat agama. Ini adalah bentuk politik rasial. Masalahnya, agama dalam politik rasial adalah death zone; zona kematian. Sebab, konflik karena agama hanya akan menghancurkan negara hingga berkeping-keping, apalagi di dalam negara multi-SARA,” urai Eduard.
Selanjutnya tuturnya, banyak laboratorium di dunia yang telah berhasil membuktikan bahwa pemakaian politik rasial tidak akan membawa sebuah negara ke kedamaian, selain konflik berkepanjangan.