ESENSINEWS.com – Pembahasan Perppu Reformasi Sistem Keuangan dinilai akan membahayakan sistem keuangan dan ekonomi Indonesia bahkan bisa membuka peluang terhadap pemakzulan presiden.
Menurut Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan, pembahasan Perppu Reformasi Keuangan harus didasari oleh adanya sebuah kondisi yang memaksa atau genting. Di luar kondisi tersebut, maka pembentukan Undang-undang harus dilakukan dengan cara yang normal yakni lewat pengajuan rancangan undang-undang, dan seterusnya. Jika dipaksakan, kata dia, akan membuat penerbitan Perppu menjadi ilegal.
“Perppu bukan hak sewenang-wenang Presiden dan tidak bisa diterbitkan sembarangan. Perppu itu harus ada kondisi yang memaksa, kalau tidak maka ini akan melanggar konstitusi UU Dasar,” katanya dalam Forum Diskusi Finansial terkait Stabilitas Sektor Finansial dan dan Perppu Reformasi Keuangan yang digelar Bisnis Indonesia, Selasa (1/9/2020).
Anthony mengingatkan agar Presiden Joko Widodo jangan sampai terjebak dalam bisikan para pembantunya ataupun dari oknum yang ingin melakukan sesuatu dengan mudah lewat cara singkat penerbitan Perppu.
“Dalam konstitusi, Perppu ini harus dalam kondisi kegentingan yang memaksa. Kalau tidak ada itu, akan melanggar UUD dan kemudian berbuntut pada impeachment. Kan, kasihan sekali presiden kita yang dibisikinya dengan salah,” ujarnya.
Dia menekankan, suatu Perppu diterbitkan manakala perlu melakukan suatu langkah penyelamatan di tengah kondisi yang genting, namun belum ada landasan hukumnya.
Sementara itu, lanjut Anthony, saat ini tidak ada kondisi yang genting untuk sektor keuangan. Bahkan, menurutnya, penyebutan nama Perppu Reformasi Keuangan justru hanya berisi jargon yang malah menyembunyikan makna sesungguhnya.
Bahkan, dia menuding bahwa jargon tersebut dibuat untuk menutupi kegagalan penguasa dalam menghadapi krisis sehingga mencari jalan pintas.
“Peppu Reformasi Keuangan ini kan cuma jargon saja yang membohongi dan membodohi publik. Apa yang direformasi? Kita tahu bahwa di sini BI dan OJK justru mau dijadikan tidak independen, ini kan anti reformasi. Perppu tentang BI dan OJK tentang reformasi keuangan yang rencananya dibuat menjadi tidak independen, ini akan merusak stabilitas institusi sektor keuangan,” paparnya.
Lebih lanjut, Anthony menambahkan bahwa permasalahan saat ini bukanlah di bidang moneter, keuangan maupun perbankan melainkan lebih pada sektor fiskal. Hal ini antara lain ditunjukkan oleh rasio penerimaan perpajakan terhadap PDB yang masih rendah yakni hanya sekitar 8,04% per Juli.