ESENSINEWS.com – Menjelang pelaksanaan Pilkada serentak pada bulan Desember 2020, semua parpol dan paslon bersiap diri merapatkan barisan agar bisa memenangkan suara para pemilih. Alih-alih semakin solid, dua parpol besar yakni PAN (Partai Amanat Nasional) besutan Amien Rais terancam pecah dengan rencana pembentukan PAN sempalan yang kemungkinan akan bernama PAN Reformasi.
Senada dengan PAN, parpol bentukan Wiranto pun memberikan sinyal bahaya yang sama. Hari ini (01/09/2020) tersiar kabar tak sedap tentant perseteruan mantan Ketua Umum Hanura Wiranto dengan DPP Hanura yang kini diketuai oleh Oesman Sapta Odang.
Kantor Hanura yang terletak di Jalan Hankam, Kelurahan Bambu Apus, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur disegel polisi. Penyegelan tersebut merupakan buntut laporan dari Wiranto, mantan Ketua Umum Hanura. Hal ini terkait dari izin pemakaian tanah dan gedung tempat Oesman Sapta berkantor yang merupakan hak milik Wiranto.
Menanggapi penyegelan tersebut, DPP Hanura menyatakan bahwa pemakaian gedung Hanura tersebut sah secara hukum karena Wiranto selaku pemilik tanah dan gedung telah menyerahkannya kepada DPP Hanura untuk digunakan. Serah terima gedung itu dilaksanakan pada tahun 2017 yang tertuang dalam BAP bertanggal; 11 September 2017.
Berdasarkan Berita Acara Serah Terima Gedung Hanura yang terdiri atas lima (5) pasal tersebut, penulis ingin membahas pasal (2). Pasal tersebut sangat aneh karena berbunyi “Bahwa PIHAK PERTAMA menyerahkan kepada PIHAK KEDUA, untuk menggunakan tanah milik PIHAK PERTAMA, dengan tarif sewa Rp.100,- (seratus rupiah) per tahun selama digunakan untuk kepentingan Partai Hanura;” Dalam hal ini PIHAK PERTAMA adalah Wiranto selaku pemilik tanah dan gedung, sedangkan PIHAK KEDUA adalah DPP Partai Hanura.
Jika Berita Acara Serah Terima ini sah secara hukum, apakah pasal (2) ini yang menyebabkan Wiranto melayangkan gugatan ke Polda Metro Jaya yang berujung penyegelan? Pertama, ditinjau dari harga sewa yang hanya Rp.100,- per tahun. Apakah PIHAK KEDUA telah melakukan wanprestasi dengan tidak pernah membayar uang sewa? Ataukah setelah dipertimbangkan Wiranto menyesal dengan harga sewa yang tak masuk akal?
Kedua, mari kita lihat kata-kata ‘selama digunakan untuk kepentingan Partai Hanura’. Apakah Wiranto menganggap bahwa tanah dan gedung miliknya itu sudah tidak digunakan untuk kepentingan Partai Hanura? Mungkin telah dilakukan penyalahgunaan oleh para pengurus Partai Hanura?
Dengan adanya laporan Wiranto yang berujung pada penyegelan, kita bisa membaca bahwa hubungan antara Wiranto sang mantan Ketua Umum dengan Oesman Sapta Odang sang Ketum dan para pengurus DPP Partai Hanura kurang harmonis. Hal ini setali tiga uang dengan hubungan antara Amien Rais dan Zulkifli Hasan.
Seharusnya, sebagai politikus senior, Wiranto dan Oesman Sapta bisa duduk bersama menyelesaikan masalah internal partai. Kedua tokoh besar ini harus mengedepankan masa depan Partai Hanura yang telah didirikan dan dibangun dengan susah payah. Mereka berdua harus menekan ego masing-masing demi kemaslahatan umat, rakyat Indonesia yang telah memberikan suaranya pada Pileg dan Pilpres 2019 lalu.
Sumber : Tokohpopuler.com