ESENSINEWS.com – Lembaga survei Politika Research and Consulting (PRC) menyatakan, dari 5,2 persen calon kepala daerah (cakada) milenial yang terpilih, hampir separuhnya berasal dari politik dinasti atau masih memiliki hubungan keluarga dengan seorang tokoh.
Sementara sisanya justru terjerat masalah dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). “Dari 5,2 persen itu, 40 persen adalah politik dinasti. 60 persennya harus berurusan dengan KPK,” kata Direktur Utama PRC, Rio Prayogo, dalam diskusi yang digelar daring, dikutip harianterbit.com, Minggu (26/7/2020).
Rio mengatakan, calon kepala daerah milenial harus mampu memaparkan dengan jelas alasannya maju dalam kontestasi pilkada. Juga harus menjabarkan apa yang akan dilakukan untuk daerahnya.
“Itu prinsip politik yang harus dikedepankan. Semua pemilih milenial ingin calonnya bicara tentang itu,” ucap Rio.
Dari hasil survei menunjukkan, milenial cenderung memilih calon kepala daerah yang melakukan kampanye melalui media sosial ketimbang cara konvensional seperti blusukan.
“Mereka ingin sosialisasi lewat TV, radio, Facebook, Youtube sehingga bisa mengakses gagasan kandidat ketimbang blusukan atau kunjungan ke warga. Pemilih milenial lebih suka yang berbasis teknologi,” jelas Rio.
Hasil survei juga menunjukkan, pemilih milenial cenderung meminta pendapat ke lingkungan keluarga daripada tokoh masyarakat atau agama dalam pertimbangan politiknya.
Hasil survei menunjukkan 36,15 persen bertanya kepada suami/istri, 29,53 persen kepada saudara/keluarga, dan 16,15 persen kepada teman.
“Ini menunjukkan milenial lebih otonom, lebih rasional yang semestinya menjadi secercah harapan akan ada perubahan dalam kultur politik Indonesia,” ucapnya.