ESENSINEWS.com, Jakarta – Komite Kebijakan Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang baru saja dibentuk oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) mendapat kritik keras dari Ekonom Senior Faisal Basri.
Faisal memandang, pembentukan Komite Penanganan Covid-19 dan PEN justru menambah ‘nilai jeblok’ pemerintah dalam menangani pandemi covid-19 dan dalam memulihkan ekonomi nasional.
Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo membentuk Komite Kebijakan Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional pada, Senin (20/7/2020) lalu. Komite itu terdiri dari tiga komite, yakni komite kebijakan, komite pelaksana, dan satuan tugas. Di mana Menko Perekonomian Airlangga Hartarto ditunjuk sebagai ketua komite.
Dalam komite kebijakan, Airlangga dibantu oleh enam wakil ketua. Meliputi, Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan, Menko Polhukam Mahfud MD, Menko PMK Muhadjir Effendy, Menkeu Sri Mulyani Indrawati, Menkes Terawan Agus Putranto dan Mendagri Tito Karnavian.
Sedangkan untuk mengintegrasikan dan mengkoordinasikan pelaksanaan kebijakan yang ditetapkan oleh komite kebijakan, maka ditugaskan Menteri BUMN Erick Thohir sebagai Ketua Pelaksana.
Erick membawahi Sekretaris Eksekutif 1 Raden Pardede, Sekretaris Eksekutif 2 Sesmenko Perekonomian Susiwijono, Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Kepala BNPB Doni Monardo, dan Ketua Satgas Pemulihan Ekonomi Nasional: Wakil Menteri BUMN Budi Gunadi Sadikin.
Foto: Faisal Basri. (CNBC Indonesia/Anisatul Umah)
Faisal Basri. (CNBC Indonesia/Anisatul Umah) |
“Apa yang bisa diharapkan dari struktur seperti ini yang tidak mencerminkan upaya serius untuk mengendalikan virus, tapi upaya bagaimana menjadikan BUMN jadi ujung tombak pemulihan ekonomi,” ujarnya, dalam diskusi virtual, Senin (28/7/2020).
Menurut Faisal alangkah bijaknya para pejabat BUMN untuk menyelesaikan saja terlebih dahulu segala persoalan perusahaan-perusahaan BUMN.
“Selesaikan dulu PLN, Pertamina, Garuda. Itu aja tidak bisa dia urus kok mau urus Indonesia, yang betul saja. […] kemudian satgas posisi Pak Doni Ketua BNPB diturunkan tadinya tanggung jawab ke presiden sekarang ke Erick Thohir, kacau ini preferensinya kemana,”
“Jangan mimpi bisa urus yang lain kalau urusannya sendiri tidak diurus-urus,” tegas Faisal.
Sementara, unsur krusial yang tidak bisa dipisahkan hanya datang dari Menkes Terawan. Padahal menurut Faisal, Indonesia memiliki banyak ilmuwan-ilmuwan atau ahli epidemiologi yang seharusnya bisa diikutsertakan dalam mengambil keputusan penanganan covid-19.
Pun, dalam menangani covid-19, payung hukum di Indonesia hanya berasal dari Undang-undang No. 2 Tahun 2020 yang berasal dari Perppu No. 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan.
“Perppu 1/2020 bukan untuk tangani corona, tapi untuk menyelamatkan sektor keuangan. Jadi tidak ada tindakan luar biasa, itu yang kita tidak melihat,” ujarnya.
Faisal memandang pemulihan ekonomi baru bisa sukses terlaksana apabila kasus Covid-19 berhasil ditekan. Sebab, penurunan jumlah kasus Covid-19 bisa mengerek kepercayaan masyarakat dan dunia usaha sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi.
“Pak Jokowi maunya ini jumlah kasus turun, pertumbuhan ekonomi naik, tidak bisa Pak Jokowi maaf, ini cuma bisa di surga, ini kita di dunia. […] Maunya banyak, pokonya virus akhir tahun harus bisa terselesaikan, emang bisa virus kayak bikin kacang goreng,” tuturnya.
Untuk diketahui, pembentukan komite itu tertuang dalam Presiden Nomor 82 Tahun 2020 tentang Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional. Sebelumnya, penangan Covid-19 berada di bawah koordinasi Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 yang diketuai oleh Doni Monardo. Usai pembentukan komite, satgas tersebut berada di bawah koordinasi komite.
Sumber : CNBC