Sebab, program itu melibatkan organisasi kemasyarakatan (ormas) besar yang harus diperhatikan secara khusus.
“Dan waktu itu sudah di-warning terkait dengan organisasi penggerak yang sudah puluhan tahun mengampu pendidikan terlebih NU, Muhammadiyah dan ormas yang lain yang sudah mengurus pendidikan sebelum bangsa ini merdeka, itu harus ada perlakuan khusus,” ungkap Huda, seperti dilansir Kompas.com, Jumat (24/7/2020).
Menurut Huda, pada awal pembahasan Program Organisasi Penggerak, Komisi X sudah meminta penjelasan secara detail.
Namun, Komisi X tidak mendapat jawaban yang pasti, sampai akhirnya program tersebut diumumkan Kemendikbud.
“Oke ini program bagus, tapi tolong Jelaskan ini bagaimana skemanya? teknisnya bagaimana? mekanismenya bagaimana? kriterianya seperti apa? waktu itu tidak ada jawaban yang pasti dari Kemendikbud menyangkut soal itu, sampai akhirnya diumumkan kemarin,” ucap politisi PKB itu.
Adapun Program Organisasi Penggerak menjadi polemik karena organisasi seperti PGRI, lembaga Pendidikan (LP) Ma’arif PBNU dan Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Disdakmen) PP Muhammadiyah, memutuskan mundur.
Mundurnya lembaga pendidikan tersebut akibat mekanisme seleksi pemilihan organisasi dinilai tidak jelas.
“Dan yang terjadi kan kelihatan, sampai dua ormas besar ini mundur, bahkan PGRI Juga mundur, berarti ada sesuatu,” ucap Huda.
Program Organisasi Penggerak merupakan salah satu program unggulan Kemendikbud.
Program ini bertujuan untuk memberikan pelatihan dan pendampingan bagi para guru penggerak untuk meningkatkan kualitas dan kemampuan peserta didik.
Dalam program ini, Kemendikbud akan melibatkan organisasi-organisasi masyarakat maupun individu yang mempunyai kapasitas untuk meningkatkan kualitas para guru melalui berbagai pelatihan.
Kemendikbud mengalokasikan anggaran Rp 595 miliar per tahun untuk membiayai pelatihan atau kegiatan yang diselenggarakan organisasi terpilih.
Organisasi yang terpilih dibagi menjadi tiga kategori, yakni Gajah, Macan, dan Kijang. Untuk Gajah dialokasikan anggaran sebesar maksimal Rp20 miliar per tahun, Macan Rp 5 miliar per tahun, dan Kijang Rp1 miliar per tahun.