ESENSINEWS.com – Sampai kini persoalan money politics (politik uang), dinasti politik dan menggerakan ASN dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) masih sja berlangsung.
Menanggali hal itu Direktur Eksekutif Political and Public Policy Studies (P3S) Jerry Massie menilai lantara kita belum ada lembaga peradilan khusus pemilu dan pilkada.
“Selama ini saya lihat proses itu hanya dilakukan di Gakkumdu dan jumlah yang vonis pidana hanya dihitung dngan jari,” kata Jerry.
Untuk itu kata Jerry, perlu adanya lembaga ini atau lansung saja ditangani Bawaslu sekaligus lembaga pengawasan.
“Masakan di militer ada Mahmil, di ASN ada SatPol PP dikepemiluan harus ada. Nanti pemberi uang barang dan jasa bisa dijerat Undang-Undang. Apakah UU No 7 Tahun 2017 atau seperti apa,” kata dia.
Dia mencontohkan 7 kasus politik uang jelang Pemilu dan Rp1 Miliar di mobil hingga Rp500 juta di lobi hotel sudah tak terdengar. Bahkan survei dari satu lembaa 2014 silam 34 persen pemilih pernah ditawari suap.
Bahkan ucap Jerry, survei dari LIPI tahun 2019 lalu 40 persen responden menerima uang tetapi tidak mempertimbangkan untuk tetap memilih mereka. 37 persen lainnya mengaku menerima pemberian uang dan mempertimbangkan si pemberi untuk dipilih.
Jadi menurut Jerry, untuk memutus rantasi ini harus ada polisi kepemiluan.
Begitu pula menurut survei SPD ujarnya, rata-rata sekitar 60 persen pemilih ketika ditawari politik uang dari kandidat beserta perangkat turunannya mengaku akan menerima.