ESENSINEWS.com, JAKARTA – Pengamat Komunikasi Politik, Emrus Sihombing meminta pemerintah daerah maupun pusat melakukan strategi komunikasi penyuluhan untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat dalam menghadapi kebijakan ‘new normal’ di tengah pandemi Covid-19.
Menurutnya, komunikasi pencegahan Covid-19 terhadap masyarakat dinalai belum berjalan secara sistematis.
“Masih banyak ditemukan masyarakat yang tidak disiplin akibatnya melanggar protokol kesehatan dalam menghadapi penyebaran virus Covid-19,” ujar Emrus, Senin (1/6/2020).
Menurutnya, persoalan Covid-19 justru tidak kalah berbeda penanganannya dari aspek kesehatan dan menumbuhkan keaadaran. Karena dampak virus terhadap masyarakat sangat berkolerasi dengan tingkat kesadaran.
“Jadi tingkat kesadaran dan penanganan untuk mengatasi penurunan penyebaran virus Covid-19 ini harus dilakukan secara simultan, bersama-sama. Dan tidak hanya mengedepankan dalam menghambat penyebaran Covid-19 yang dilakukan secara medis atau kesehatan,” ujar Emrus.
Oleh karena itu, ia meminta pemerintah dapat membentuk tim khusus komunikasi penyuluhan untuk menangani kesadaran di masyarakat.
“Untuk kepentingan bangsa dan negara harus dibentuk Badan Nasional Strategi Komunikasi Penyuluhan Penumbuhan Kesadaran dengan masa kerja misalnya 1 tahun. Karena kesadaran merupakan hal yang subtansi untuk mentaati peraturan,” kata Emrus.
Ia mengungkapkan, tim komunikasi penyuluhan ini bisa diambil dari sejumlah kalangan akademisi seperti pakar komunikasi dari UGM, UNPAD, UI dan sebagainya. Namun yang menjadi pertanyaan, apakah pemerintah mau ‘jemput bola’.
Karena, tim komunikasi penyuluhan ini nantinya akan bekerja dengan cepat dan tepat dalam mengambil suatu keputusan atau kebijakan sekalipun ada risikonya.
“Saya mengatakan bahwa seorang akademisi bisa masuk disana, dan juga seorang yang mengerti profesional komunikasi di lapangan. Karena masalah ini sudah di depan mata,” ujar Emrus.
Ia juga mengatakan, dirinya pun bersedia jika masuk dalam bagian tim strategi komunikasi penyuluhan dalam rangka menumbuhkan kesadaran masyarakat menuju tatanan kehidupan baru di tengah pandemi Covid-19.
“Saya pun siap jika ditanya siap,” tuturnya.
Sambung Emrus, tentunya dengan catatan. Ia akan memberikan persyaratan ketika terlibat dalam tim komunikasi penyuluhan tersebut.
Pertama, saya diberikan wewenang untuk mengkoordinasi komunikasi di tingkat menteri.
“Jadi, menteri-menteri tidak boleh asal bicara. Saya memenag pesan komunikasi dari para menteri,” ujar Emrus.
Kedua, saya dapat memberikan ‘nasehat’ terhadap presiden terkait pesan komunikasi.
“Sehingga Bapak presiden tidak mengurusi hal-hal yang bersifat tehnis,” ujar Emrus.
Ketiga, terkait dengan anggaran yang disiapkan oleh pemerintah.
Sementara Direktur Eksekutif Political and Public Policy Studies (P3S) Jerry Massie mendorong Presiden Jokowi agar menempatkan pakar-pakar komunikasi di Indonesia di dalam pemerintahan.
“Saya nilai Emrus Sihombing layak masul di dalam tim komunikasi kepresidenan selain Prof Effendi Ghazali. Selama ini komunikasi kepresidenan lemah terutama dalam penyampaian message atau pesan,” kata Jerry.
Bisa saja Emrus meggantikan Fajrioel Rahman sebagai Jubir presiden. Persoalannya dia sejauh ini menjadi titik lemah komunikasi antara pemerintah dan publik.
“Figur seperti Emrus pantas duduk di posisi jubir kepresidenan selain pakar Komunikasi, dia mampu menjadikan komunikasi lebih hidup. Beliau punya CEAS (competence, experiance, ability and skilful),” ucap Jerry.
Peneliti politik dari AS ini yakin dengan masuknya Emrus maka akan jadi brigde atau jembatan antara birokrasi dan publik bahkan ke legislatif pesannya akan semakin good and strong (baik and kuat).