ESENSINEWS.com, JAKARTA – Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Perkumpulan Gerakan Kebangsaan (DPP PGK), Bursah Zarnubi meminta pemerintah Indonesia dan masyarakat belajar dari kasus kegagalan penerapan tatatanan kenormalan baru atau new normal pemerintah Korea Selatan.
Sebab, negeri Ginseng itu tengah dilanda virus corona atau covid-19 gelombang II. Hal ini disampaikan Bursah menanggapi rencana pemerintah yang bakal menerapkan tatanan kenormalan baru.
“Nah kita harus memetik pelajaran dari Korea Selatan ini. Tentu kita mesti hati-hati betul, karena Covid-19 ini belum berhenti betul. Itu artinya Covid-19 ini kemungkinan akan muncul kembali,” ujar Bursah saat memberikan pengantar pada Webinar Halal-Bihalal Millenials Talk bertajuk : “Catatan Kaum Muda untuk New Normal,” Sabtu (30/5/2020) malam.
Pembicara Webinar yang dikemas dengan Halal-Bihalal ini adalah Pengamat Hukum, Chrisman Damanik, Presiden Pemuda Asia Afrika, Beni Pramula, Pendiri Rumah Milenial Indonesia, Sahat Martin Philip Sinurat, Pengamat Pendidikan, Lidya Natalia Sartono, Mantan Ketum PB HMI, Mulyadi P. Tamsir dan Mantan Ketum PB PII, Munawar Khalil.
Menurut Bursah, penerapan tatanan kenormalan baru memang harus dilaksanakan, meskipun hal itu menuai pro dan kontra di tengah masyarakat.
Disebutkan Bursah, new normal ini merupakan paradigma baru tentang bagaimana masyarakat belajar hidup nyaman dalam suatu sistem sosial masyarakat selama pandemi covid-19 tidak sirna di bumi Indonesia. Menurut Bursah, belum ada indikasi bahwa covid-19 ini akan berakhir.
“Karena itu kehidupan juga tidak boleh berhenti. Semua aktivitas ekonomi, bernegara, dan lain-lain harus berjalan dan kita harus selamat dari ancaman covid ini. Artinya perlu ada pengendalian, perlu ada protokol-protokol kesehatan dan lainnya yang bisa mengurangi serbuan covid-19 ini,” kata Bursah.
Bursah berharap, penerapan new normal tidak menimbulkan gejolak. Itu sebabnya, Bursah meminta protokol kesehatan dan fasilitas Rumah Sakit di seluruh Indonesia, terutama RS di daerah yang menjadi sentrum perkembangan penyebaran Covid-19, harus dipersiapkan.
“Sebab, kalau tidak, kita akan menghadapi bencana yang bisa lebih besar kalau kita tidak siap,” papar Bursah.
Selain itu, Bursah, juga meminta masyarakat mematuhui protokol kesehatan. Misalnya, katanya, dengan penerapan tatanan kenormalan baru nanti masyarakat harus terus membudayakan pola hidup yang sehat, yang sebelumnya tidak pernah diterapkan.
“Kita mulai akrab dengan hand sanitizer, menggunakan masker, cuci tangan, dan jaga jarak, minum vitamin C, E dan D, karena itu akan menjadi budaya panjang.
Kalaupun misalnya covid ini selesai 2 tahun lagi, kita tetap menggunakan hand sanitizer dan masker, jaga jarak, dan cuci tangan. Sebab kalau tidak kita rentan terkena virus,” katanya.
Bursah juga meminta kaum milenial membangun rasa optimisme dalam penerapan tatanan kehidupan normal. Baru.
Disebutkan Bursah, jumlah kaum milenial saat ini mencapai 92 juta. Mereka harus menjadi tauladan dan mengedukasi masyarakat luas dengan cara mengikuti protokol kesehatan itu sendiri.
“Apalagi kita akan mengadakan Pilkada Serentak 9 Desember di tengah pandemi covid ini, yang belum jelas kapan berhentinya. Tapi dengan syarat tentu menjaga kualitas demokrasi dengan protokol kesehatan masyarakat. Ini tak bisa dihindari. Tetap saja pihak-pihak stake holder ingin melihat demokrasi berkualitas dan kesehatan terjaga ini harus betul-betul melibatkan banyak partisipasi dan masukan masyarakat. Jangan alergi dengan kontrol, dengan masukan agar Pilkada nanti disamping menumbuhkan demokrasi, covid ini juga bisa dikurangi,” tambah Bursah.
Karena itu, Bursah mengatakan, protokol kesehatan dan keamanan harus diikuti karena pandemi covid-19 ini tak bisa dihindari dan Pilkada Serentak, sebagai sistem demokrasi, harus tetap dilaksanakan.
Generasi Milenial, menurut Bursah, harus membangun optimisme dan meyakini bahwa mereka dituntut menghentikan laju covid-19 pada satu sisi dan ikut menggerakan roda perekonomian di sisi lain.
“Jadi pada new normal atau kenormalan baru ini kita harus kuat. Jangan lupa juga mengkritik pemerintah karena ktitik ini penting untuk membuat kebijakan berkualitas. Kritik itu postif untuk kebijkan ekonomi maupun kesehatan, dan keamanan masyarakat. Tentu untuk kesejahteraan masyarakat. Saya ulangi untuk kesejahteraan masyarakat,” katanya.