ESENSINEWS.com – Tata niaga Bahan Bakar Minyak (BBM) dan subsidi BBM mengalami perubahan signifikan sejak akhir 2014, melalui penerbitan Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran BBM pada 31 Desember 2014.
BBM terbagi dalam tiga kelompok, yaitu BBM Tertentu, BBM Khusus Penugasan dan BBM Umum. BBM Tertentu terdiri dari Minyak Tanah dan Minyak Solar yang masih diberi subsidi, BBM Khusus Penugasan adalah BBM RON88 atau Premium, tidak bersubsidi dan hanya dijual di wilayah penugasan saja.
Sedangkan BBM Umum adalah BBM di atas RON88, wilayah penjualannya diserahkan kepada Badan Usaha (Pertamina, Shell, Total, BP, Exxon, Vivo, dan lainnya).Pengaturan dan perhitungan harga (jual eceran) BBM diatur di Peraturan Menteri (Permen) ESDM No 39 Tahun 2014, diterbitkan bersamaan dengan Peraturan Presiden tersebut di atas, dan sudah mengalami enam kali perubahan, terakhir pada tanggal 7 Juni 2018.
Setelah itu, harga BBM diatur di dalam Keputusan Menteri (kepmen) ESDM.Berdasarkan permen ESDM yang terakhir berlaku, pemerintah menetapkan harga BBM untuk minyak tanah, solar dan premium, minimal setiap tiga bulan sekali, atau lebih apabila diperlukan.
Sedangkan untuk BBM Umum (BBM RON di atas 88), Badan Usaha menetapkan harga jual eceran BBM berdasarkan perhitungan formula harga yang ditetapkan di permen atau kepmen, dan wajib dilaporkan secara berkala kepada Kementerian ESDM.
Kalau harga BBM Umum tidak sesuai dengan perhitungan formula harga, maka Badan Usaha dapat dikenakan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan, seperti diatur di Permen ESDM 04/2015 yang ditetapkan 16 Januari 2015. Tetapi, sanksi ini kemudian dihapus di Permen ESDM 34/2018 yang ditetapkan 7 Juni 2018.
Seperti kita ketahui, harga minyak mentah dunia beberapa bulan terakhir ini turun tajam. Harga minyak mentah jenis WTI turun dari 60 dolar AS lebih pada awal Januari 2020 menjadi kurang dari 20 dolar AS per barel pada 17 April 2020. Penurunan harga minyak mentah dunia harusnya membuat harga BBM juga turun.
Harga BBM RON95 di Malaysia hanya 1,25 ringgit atau sekitar Rp4.437,5 per liter (kurs Rp3.550 per ringgit Malaysia) untuk periode 18 April sampai 24 April 2020. Harga BBM RON97 hanya 1,55 ringgit atau sekitar Rp5.500 per liter.Harga BBM di Malaysia tidak bersubsidi dan tidak kena pajak.
Kalau di Indonesia, harga BBM tanpa subsidi dan tanpa pajak ini dinamakan harga dasar ditambah margin keuntungan, seperti dimaksud di dalam perhitungan formula harga jual eceran yang ditetapkan pemerintah: harga dasar + margin + Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) 5 persen dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10 persen. Di beberapa daerah PBBKB bisa lebih dari 5 persen.
Dengan mengacu harga BBM di Malaysia sebagai harga dasar ditambah margin, maka harga BBM RON95 di Indonesia setara Rp5.103 per liter, yaitu harga Malaysia dikali faktor pajak 1,15 (Rp4.437,5 dikali 1,15). Dan harga BBM RON97 seharusnya setara Rp6.325 per liter.Saat ini, harga BBM RON95 di SPBU Shell, Total dan BP di Jakarta semua sama yaitu Rp9.650 per liter, sekitar 90 persen lebih mahal dari harga BBM sejenis di Malaysia.
Harga BBM RON98 di SPBU Pertamina di Jakarta sebesar Rp9.850 per liter, sekitar 55 persen lebih mahal dari harga BBM RON97 di Malaysia.Harga BBM di Indonesia sangat tinggi karena relatif tidak ada penyesuaian harga dari anjloknya harga minyak mentah dunia. Kalau ini benar, maka Badan Usaha (Pertamina, Shell, Total, BP, Exxon, Vivo, dan lainnya) berpotensi melanggar peraturan perundang-undangan Negara Republik Indonesia, yaitu melanggar peraturan penetapan harga jual eceran BBM seperti diatur di dalam permen dan kepmen ESDM, serta perpres yang menjadi sumber hukum permen dan kepmen tersebut.
Kalau ini terbukti, pemerintah harus memberi sanksi kepada Badan Usaha, karena masyarakat dibebani biaya ekonomi yang tidak wajar di tengah kondisi pandemi Covid-19. Kedua, kalau harga BBM yang berlaku sejauh ini jauh lebih tinggi dari harga formula yang diatur, maka masyarakat ada dasar hukum yang kuat untuk minta ganti rugi kepada Badan Usaha.
Hal ini mungkin bisa dilakukan secara kolektif. Ketiga, harga BBM di semua SPBU (Badan Usaha) hampir sama tingginya. Hal ini membuat masyarakat curiga terjadi kesepakatan harga antar semua Badan Usaha, yang mana melanggar UU Anti Monopoli, yaitu UU tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Untuk itu, YLKI (yayasan lembaga Konsumen Indonesia) dan KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) seharusnya sudah bisa menyelidiki kasus ini karena permasalahannya sangat jelas: harga minyak mentah dunia merosot tajam tetapi harga BBM dalam negeri relatif stabil.
Negara Indonesia adalah negara hukum. Begitu bunyi Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Semoga pelanggaran hukum dapat diproses sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.