JAKARTA -Anggota DPRD DKI Jakarta Fraksi Demokrat menawarkan tujuh alternatif skema biaya penyaluran bantuan jika Jakarta diputuskan lockdown atau karantina wilayah. Ketujuh skema itu merupakan usulan yang diharapkan bisa mengcover warga dengan resiko rendah hingga resiko terburuk yang harus ditanggung pemerintah.
“Sebenarnya selama dalam karantina wilayah, kebutuhan hidup dasar orang dan makanan hewan ternak yang berada di wilayah karantina menjadi tanggung jawab pemerintah pusat. Karena itu, diaturlah bahwa kewenangan menetapkan karantina wilayah atau lockdown menjadi kewenangan pemerintah pusat. Tapi baiknya, pak gubernur DKI Jakarta segera bersikap, karena Jakarta butuh lockdown 14 hari saja agar corona tidak meluas,” ujar Mujiyono, di Jakarta, Sabtu (28/3).
Sesuai Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Karantina Kesehatan (UU Karantina Kesehatan), Pasal 1 angka 6 UU Karantina Kesehatan menyatakan Karantina adalah pembatasan kegiatan dan/atau pemisahan seseorang yang terpapar penyakit menular sebagaimana ditetapkan
dalam peraturan perundang- undangan meskipun belum menunjukkan gejala apapun atau sedang berada dalam masa inkubasi, dan/atau pemisahan peti kemas, Alat Angkut, atau Barang apapun yang diduga terkontaminasi dari orang dan/atau Barang yang mengandung penyebab penyakit atau sumber bahan kontaminasi lain untuk mencegah kemungkinan penyebaran ke orang dan/atau Barang di sekitarnya.
Anggota DPRD DKI Jakarta tiga periode ini pun menawarkan sejumlah skema pembiayaan lockdown yang bisa menutupi kebutuhan masyarakat selama masa karantina. Mulai dari pemberian bantuan makanan untuk warga penerima subsidi dengan memberdayakan ojek online, pemberian bantuan dengan jalur RT/RW hingga bantuan makanan untuk seluruh penduduk Jakarta.
“Ada tujuh skema yang saya tawarkan. Pertama bantuan untuk warga penerima subsidi. Saya ambil dari data penerima bantuan iuran (PBI) BPJS tahun 2016, saat itu tercatat paling banyak jumlahnya mencapai 3,48 juta. Jika dikalikan Rp 33.000 per hari untuk makan sesuai angka kebutuhan gizi, maka total yang dibutuhkan Rp 1,6 triliun,” katanya.
Pada skema satu ini, mantan auditor di perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA), menyarankan agar pemerintah menanggung kebutuhan alat pembersih sabun, susu/MPASI Balita, kebutuhan spesifik penyandang disabilitas, kebutuhan air minum dan operasional ojek online untuk mengantarkan paket makanan ke warga terdampak itu. Sehingga, total hitungan pada skema pertama ini dibutuhkan Rp 4,4 triliun untuk biaya lockdown.
Selanjutnya, Ketua Komisi A DPRD DKI Jakarta membuat skema pemberian bantuan untuk 40 persen warga dengan pendapatan dari Basis Data Terpadu (BDT) Kementerian Sosial yang mencapai 4,4 juta warga. Dengan skema ini, harapnya, Pemerintah bisa mendukung warga kalangan bawah sesuai data BDT.
“Kalau 4,4 juta kalangan bawah ditanggung makannya selama 14 hari, maka dibutuhkan Rp 2,044 triliun. Jika ditambah kebutuhan lainnya, seperti alat pembersih sabun, susu/MPASI, makanan tambahan lansia dan lainnya, maka total dibutuhkan Rp 4,9 triliun,” imbuhnya.
Selain itu, Mujiyono membuat skema tanpa pemberdayaan ojek online untuk pendistribusian bantuan pokok berupa pangan itu. Dia membuat skema agar bantuan tersebut diberikan dalam bentuk transfer kas atau bantuan langsung tunai (BLT).
Namun, dia menyarankan agar skema BLT ini dihiraukan karena rawan penyelewengan meski total biaya yang dibutuhkan lebih kecil ketimbang pemberdayaan ojek online untuk pengantaran makanan. Bahkan, dia menyarankan agar pemerintah memberdayakan RT/RW untuk pendistribusian pangan warga selama masa karantina itu.
Terakhir, Mujiyono pun membuat skema agar semua kebutuhan untuk seluruh warga Jakarta ditanggung pemerintah. Baik kebutuhan pangan selama karantina, alat pembersih sabun, susu/MPASI, makanan tambahan bagi lansia, kebutuhan spesifik bagi disabilitas, hingga air bersih minum.
“Kalau untuk seluruh penduduk Jakarta sebanyak 11,06 juta jiwa, kebutuhannya ditanggung pemerintah, maka dibutuhkan sekitar Rp 8,4 triliun jika menggunakan jasa ojek online dalam pendistribusiannya,” ucapnya.
Dia juga membuat skema penyaluran bantuan dengan jalur RT/RW. Biaya yang dibutuhkan dengan jalur RT/RW ini cukup Rp 5,9 triliun. Namun, jelasnya, untuk Sasaran dan Penerima PBI BPJS dan 40% pendapatan terendah bisa dengan skema Bantuan Hibah APBD. Sedangkan untuk bantuan keseluruhan warga, Pemerintah Pusat harus Terlibat.
“Jika tidak, harus ada aturan baru yang khusus agar Pemprov bisa memberikan subsidi kepada mereka. Lockdown dibutuhkan Jakarta untuk mencegah penyebaran COVID-19 terus meluas. Saya kira, Jakarta siap. Apalagi, APBD DKI Jakarta mencapai Rp 87,95 triliun. Uang pajak dari rakyat harus dikembalikan untuk rakyat di saat pandemi Corona seperti ini,” tuturnya.
Diketahui, angka penderita positif korona di Jakarta semakin hari semakin meningkat. Hingga Minggu (29/3) pukul 08.00 WIB, pasien positif korona mencapai 647 orang. Lalu yang sudah dinyatakan sembuh ada 46 orang dan meninggal dunia sebanyak 66 orang. Saat ini, pasien penderita Corona yang dirawat tercatat 392 orang dan isolasi mandiri 143 orang. Bahkan, Jakarta telah ditetapkan sebagai epicentrum Covid-19 di Indonesia.