“Kita mau pastikan (mengakomodir) investasi yang diharapkan (dari) luar negeri maupun dalam negeri bagaimana menciptakan lapangan kerja,” kata Andriani dalam sebuah diskusi yang digelar oleh Kaukus Muda Indonesia (KMI) bertema “Urgensi Omnibus Law dalam Mempercepat Transformasi Ekonomi” di Hotel Sentral Jakarta, Kamis (30/1/2020).

Kemudian, aspek pekerja yang ingin diakomodir oleh pemerintah melalui regulasi baru tersebut adalah, bagaimana menjaga nasib baik para pekerja yang memiliki pekerjaan, calon pekerja maupun purna kerja yang ingin mendapatkan pekerjaan baru.

“Pekerja ada yang kategori sudah bekerja, akan bekerja atau sudah tidak bekerja tp mau bekerja,” ujarnya.

“Kita mau menjamin siapapun yang sudah bekerja tidak kehilangan pekerjaannya. Kita juga harapkan calon pekerja butuh pekerjaan maka pekerjaan itu sudah ada. Yang bekerja apabila sudah selesai dan mau butuh pekerjaan maka dia bisa cepat dapat pekerjaan,” imbuhnya.

Jika para pekerja dan usia kerja bisa aktif bekerja, maka dampak yang akan berpengaruh adalah pada peningkatan nilai ekonomi di dalam negeri.

“Karena dengan ini kami yakin akan terjadi pertumbuhan ekonomi,” jelas Andriani.

Dismping itu dia juga menanggapi tengang isu yang berkembang di masyarakat tentang pemberlakuan upah per jam bagi pekerja. Andriani menyatakan bahwa isu itu tidak seutuhnya sesuai dengan yang dipikirkan oleh pemerintah dalam pembahasan Omnibus Law itu.

Mantan direktur pengupahan Kemenaker itu menyatakan bahwa upah per jam itu ditargetkan untuk para kaum pekerja yang memiliki mekanisme pembayaran per jam. Banyak sektor pekerja yang menganut upah per jam, antara lain pekerja atau guru seni dan sebagainya.

“Kita lalai karena selama ini kita fokus pada pekerja formal, tapi pekerja itu ada yg nelayan, ada pekerja seni, masa media dan bekerja jam-jaman itu banyak. Misal di sanggar guru tari yang dibayar per 3 jam, itu sudah pekerja jam-jaman dan bagaimana perlindungan bagi mereka,” jelas Andriani.

Sementara untuk upah bulanan seperti pekerja formal, ia menyatakan bahwa kebijakan itu masih tetap berlaku yakni pemberlakuan upah minimum (UMP).

“Jadi yang udah upah per bulan ya nggak dijadikan per jam. Jadi kita tambahkan aturan yang pekerja yang (memiliki mekanisme upah) per jam itu juga untuk lindungi dia,” tambahnya.

Andriani juga sempat menyampaikan bahwa pemerintah khususnya Kementerian Ketenagakerjaan sangat fokus bagaimana menciptakan lapangan kerja yang luas namun diisi oleh para pekerja dalam negeri yang memiliki daya saing pasar kerja yang bagus. Salah satu indikatornya adalah peningkatan keterampilan atau skill serta pengetahuan atau knowladge.

“Jangan sampai lapangan kerja tercipta tapi tenaga kerja kita tidak bisa mengisi akan tetapi malah manusia-manusia dari negara lain,” pungkasnya.

“Kemenaker konsen bagaimana para pekerja bisa memiliki skill yang mampu mengisi pasar kerja,” tambah Andriani.