ESENSINEWS.com– Begawan ekonomi Rizal Ramli mengatakan, banyak polis dijual bukan hanya untuk proteksi atau asuransi tapi juga investasi. Kemudian, dijanjikan kepada nasabah ‘return‘ 6-7%. Reksadana bahkan menawarkan 12%.
Dana-dana tersebut diinvestasikan di aset-aset atau perusahaan yang kebanyakan tidak kredibel. Padahal, jika mau aman investasi di saham ‘blue chip‘, perusahaan-perusahan Indonesia, yg namanya LQ-45 atau LQ20 (Top 45 or Top 20).
“Harusnya dana yang dikumpulkan, diinvestasikan ke perusahaan-perusahaan ‘blue chip’ tersebut. Tetapi manajer investasi, baik karena keteledoran dan pat gulipat justru ‘invest‘ di saham-saham dan ‘bonds‘ yang beresiko tinggi,” kata Rizal saat dimintai komentar soal potensi gagal bayar polis Jiwasraya.
Rizal curiga mereka tidak bodoh-bodoh sekali, pasti pat gulipat ini yang terjadi. Manajemen menginvestasikan di perusahaan-perusahaan yang memang banyak masalah, yang tidak mungkin memberikan ‘return‘ demikian tingginya. perusahaan-perusahaan tersebut akan “setor” ke manajer investasi.
“Hari ini sebetulnya mudah, bisa dicek semua aliran data oleh PPAT. Selain itu, di reksadana banyak juga banyak ‘ponzi scheme’. Apa itu ‘ponzi scheme‘? Misalnya 1.000 nasabah pertama dijanjikan 12%. Tidak masalah selama ada 1.000 berikutnya 3 bulan kemudian dan 3 bulan berikutnya juga ada 1.000 terus,” papar Menko Perokonomian era 2000-2001.
Jadi, yang di atas dibayar oleh yang di bawah. Tetapi, begitu tiga bulan kemudian tidak ada lagi nasabah baru dan tidak ada aliran ‘flow‘ masuk maka ‘collapse sistem ponzi scheme‘ tersebut. Beberapa investasi yang ditawarkan pakai nama umum ataupun syariah, banyak sekali pola ‘ponzi scheme‘ ini.
“Dan OJK (Otoritas Jasa Keuangan) diam saja padahal kasusnya terang benderang,” lanjut Rizal.