ESENSINEWS.com – Indikasi korupsi Proyek Simpang Lima Labungkari di Kabupaten Buton Tengah (Buteng), Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), kini makin disorot oleh Gerakan Indonesia Anti Korupsi (GIAK) di tingkat nasional.
Juru bicara Gerakan Indonesia Anti Korupsi (GIAK), Hipatios Wirawan Labut membeberkan, ada indikasi korupsi pada pengerjaan proyek Simpang Lima Labungkari. Menurutnya, proyek yang menelan anggaran Rp 6.8 Miliar tersebut harus dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Biasanya sebuah proyek yang menggunakan Anggaran APBN atau APBD selalu berpatokan Kerangka Acuan Kerja (KAK), sehingga tidak ada potensi korupsi. Kalau ada perubahan anggaran tiba-tiba secara melawan hukum, maka proyek itu terindikasi kuat bermasalah,” bebernya kepada media ini, Kamis (29/8/2019).
Dalam data LPSE Buton Tengah disebutkan, proyek yang berjudul ‘Penataan Kawasan Simpang Lima Labungkari’ tersebut menyedot uang negara dengan pagu anggaran sebesar Rp 6,8 miliar, namun realisasi proyeknya hanya terlihat empat simpangan.
Tak hanya itu, data LKPJ Bupati Buton Tengah tahun 2018 berdasarkan hasil paripurna menyepakati bahwa anggaran proyek tersebut sebesar Rp 4 miliar, tetapi pada pelaksanaannya telah berubah menjadi Rp 6,8 miliar.
“Perubahan anggaran ini bisa saja terjadi karena adanya Mark-Up atau penggelembungan harga, maka ada pejabat yang menyalahgunakan kewenangannya di sini. Mark-Up atau penyalahgunaan wewenang adalah bagian dari Korupsi,” ujar Hipatios.
Pria yang juga tergabung dalam tim pengacara ini menegaskan, sebagai tindak pidana khusus, seharusnya setiap dugaan korupsi yang terungkap segera ditangani oleh aparat penegak hukum atau KPK.
“Jangan menunggu ada laporan dari masyarakat. Apalagi korupsi bukan merupakan delik aduan, tidak harus ada laporan dari masyarakat. Pemberantasan korupsi harus bersifat aktif,” kata dia.
Sebelumnya, Ketua DPP GIAK, Jerry Massie berencana akan melaporkan kasus ini ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Dalam waktu dekat lembaga kami akan membawanya ke ranah KPK,” ungkapnya via WhatsApp pada Minggu (26/8), saat berada di New York, Amerika.
Jerry turut menduga, ada aktor yang memainkan kebijakan dilingkup elit Buton Tengah secara terselubung sehingga terjadi hal tersebut.
“Ini ada permainan terselubung yang dilakukan secara masif dan sistematis. Saya menduga Bupati Buton Tengah terlibat dalam skandal korupsi proyek Simpang Lima Labungkari, bermain api dalam hal ini. Ini melanggar UU Tipikor No 31 Tahun 1999 dan No 20 Tahun 200 dimana dalam hal ini sangat jelas terjadi abuse of power (Penyalahgunaan kekuasaan),” jabarnya.
Karenanya, Jerry meminta kepada KPK untuk segera turun ke daerah mengusut kasus ini, dan memanggil oknum (Pejabat elit buton tengah) terkait.
“Kami minta agar KPK turun (Ke daerah). Panggil oknum-oknum terkait khususnya Bupati Buton Tengah, Legislator bahkan kontraktor, apalagi validitas data ada sama yang bersangkutan. Kan kalau sudah ada alat bukti apalagi dua alat bukti sudah kuat untuk menjerat oknum tersangka tersebut,” ujarnya.
Dikatakan pula, apabila dalam proses pelelangannya tercantum simpang 5 maka harus simpang 5 jangan jadi simpang 4. Bila terdapat oknum yang berlindung dengan dalil telah aman saat pemeriksaan BPK, maka BPK juga perlu diperiksa.
“Banyak kasus kepala daerah tersangkut korupsi tapi justru daerah meraih predikat WTP, itu aneh,” kata Jerry Massie, aktivis yang telah banyak kali menjadi pengurus Lembaga Anti Korupsi Nasional ini.
Hal itu pun dibenarkan Ketua Hukum dan Advokasi GIAK, Hendra Sihombing. Menurutnya, jika terjadi pelanggaran khususnya dalam tender maka itu sangat berbahaya.
Dalam dunia konspirasi kata Hendra, ada yang disebut kleptokrasi yakni persengkokolan jahat antara birokrasi dan korporasi yang juga melibatkan legislator.
“Ada kejadian dari tender dirubah ke PK dan ini jelas pelanggaran,” ujar Hendra yang juga berprofesi sebagai pengacara ini.
Menurutnya dalam lelang di LPSE harus jelas Kode Lelang, Nama Paket, Bantuan Pengembangan, Agency: ULP, Satuan Kerja, e-Lelang Umum, Pascakualifikasi, Sistem Gugur. Anggaran APBN maupun APBD harus tertera, Nilai Pagu Paket dan Nilai HPS Paket.
“Tetap kasus ini akan di bawa ke ranah KPK, harus diusut karena sudah ada indikasi kerugian negara,” kata dia.
Penulis: Akhrom