ESENSINEWS.com – Ekonom senior Rizal Ramli mengingatkan kembali soal pentingnya nasionalisme, tidak sekedar romantika di HUT RI ke-74 ini, termasuk di sektor ekonomi.
Dalam akun twitter RamliRizal, dia mengunggah salah satu koleksi lukisan tentang seorang anak kecil yang tidak mengenakan baju. Tak jauh dari anak kecil itu, bendera merah putih tergeletak.
Bagi Rizal Ramli, lukisan karya Yaya Kencrit itu, merupakan representasi dari kondisi Indonesia saat ini.”Lukisan Yaya Kencrit di kamar kerja di rumah: Anak ndak punya baju, ketika kain merah putih berlimpah,” kata pria yang pernah menjabat sebagai Menko Kemaritiman era Kabinet Kerja Joko Widodo ini.
Kata Bang RR, sapaan akrabnya, saat ini, nasionalisme di Indonesia hanya sekadar romantika belaka. “Selama nasionalisme Indonesia hanya sekadar slogan dan romantika, jangan harap anak-anak kita makmur dan sejahtera,” cuit Rizal.
Rizal Ramli memang kerap mengkritik paket-paket kebijakan ekonomi di era pemerintahan Jokowi. Kata dia, kebijakan ekonomi Indonesia saat ini, sudah semakin liberal. Dirinya juga memprediki bahwa pertumbuhan ekonomi 2019 bakal semakin nyungsep alias merosot.
Mantan Menko Ekuin era Presiden Abdurrahman Wahid ini, memprediksi, ekonomi Indonesia sepanjang 2019 tumbuh hanya 4,5%. Kalau Rizal benar, pertumbuhan nasional pada 2019 jauh di bawah target 5,2%. “Pemerintah mengatakan awal tahun ini pertumbuhan ekonomi Indonesia bakal 5,2 persen, tapi data terakhir malah sudah 5,0 persen.”
“Dugaan kami akan anjlok terus menjadi sekitar 4,5 persen,” ujar Rizal dalam sebuah diskusi di Jakarta Selatan, Senin (12/8/2019).
Menurutnya, kebijakan-kebijakan ekonomi yang diambil oleh pemerintahan saat ini malah tidak mendukung pertumbuhan.
Seperti, rencana tax amnesty kedua yang menguntungkan sebagian orang dan langkah penghematan yang menurutnya akan menyengsarakan rakyat kecil.
Ia mengatakan, seharusnya saat pertumbuhan ekonomi melambat, pemerintah terlebih dahulu melakukan stimulus untuk meningkatkan ekonomi, baru kemudian mengejar pajak.
Rizal menyampaikan, seharusnya pemerintah tidak mempertahankan cara lama dan malah mengganti target, tapi mengubah cara mengatasi krisis. “Jika menggunakan cara yang sama untuk memecahkan masalah,” kata dia.
“Maka jangan berharap pemerintahan periode kedua Presiden Joko Widodo atau Jokowi bisa menangani krisis ekonomi yang akan melanda,” paparnya.