Esensinews.com – Penangkapan seorang ibu etnis muslim Uighur dan keempat anaknya baru-baru ini oleh polisi China di Kedutaan Besar Belgia di Beijing menyoroti pola penganiayaan yang semakin meningkat oleh otoritas China terhadap anggota minoritas Muslim yang memiliki keluarga yang tinggal di luar negeri, demikian dikatakan organisasi hak asasi.
Horiyet Abla, yang berusia 43 tahun, ditangkap polisi China setelah menolak meninggalkan kedutaan Belgia, tempat ia mengajukan permohonan visa dengan harapan bersatu kembali dengan suami yang tinggal di Belgia sebagai pengungsi, menurut suaminya.
“Staf yang menangani kasus istri saya di kedutaan mengatakan bahwa mereka harus menunggu setidaknya tiga bulan sampai visa dikeluarkan dan ia harus pulang dan menunggu,” tutur Ablimit Tursun, suami Abla, kepada VOA.
Ketika istrinya bertanya kepada karyawan kedutaan apakah ia bisa bertemu duta besar, mereka memberitahu bahwa duta besar Belgia hari itu sedang keluar.
Tetapi kemudian hari itu polisi China dilaporkan dipanggil ke kedutaan. Polisi China kemudian memaksa keluarga itu masuk mobil dan membawa mereka ke kantor polisi setempat.
Diperkirakan 13 juta orang Uighur dan minoritas Muslim Turki lainnya tinggal di wilayah Xinjiang, China barat laut. Pemerintah China semakin dikritik komunitas internasional karena menahan orang-orang Uighur dan Muslim dalam apa yang disebut kamp-kamp pendidikan ulang.
Mengingat catatan buruk China dalam menangani komunitas Uighur, beberapa organisasi hak asasi menuduh bahwa interogasi, penyiksaan, penahanan dalam kamp-kamp, dan penghilangan paksa digunakan terhadap keluarga Uighur yang tinggal di luar negeri sudah tidak mengherankan.
Sumber : VOAIndonesia