Esensinews.com – Duka mendalam dirasakan keluarga besar Aldama Putra, 19. Taruna tingkat 1 Akademi Teknik Keselamatan Penerbangan (ATKP) Makasssar itu tewas usai dianiaya seniornya, M. Rusdi.
Pihak Polrestabes Makassar telah menetapkan Rusdi sebagai tersangka dan masih memeriksa 22 orang lainnya.
Ayahanda Aldama, Pelda Daniel mengungkapkan kenangan terakhirnya bersama sang putra sebelum tewas dengan sejumlah luka lebam di tubuhnya.
Dia bertemu dengan putra semata wayangnya itu hari Minggu (3/2/2019). Pertemuan itu beberapa jam sebelum Aldama tewas.
“Setelah beli atribut untuk dia (Aldama), saya antar sampai ke kampusnya (ATKP) pakai motor. Habis itu dia hormat sama saya pas turun dari motor. Dia peluk saya, bilang hati-hati ya pak!” kenang lelaki yang berdinas sebagai anggota TNI AU tersebut, Selasa (5/2/2019).
Sebelum meninggalkan lingkungan kampus, Daniel sempat berpesan kepada Aldama. Jika Aldama membutuhkan keperluan, dia bisa menghubungi Daniel atau bisa melalui pengasuh yang juga merupakan anggota TNI.
Di atas motor, Daniel bahkan sempat menoleh ke putranya. Sebelum akhirnya roda motornya benar-benar menapak aspal jalan raya, meninggalkan kampus. Itu lah momen terakhir Daniel menatap senyum Aldama.
Daniel tidak pernah menyangka, Aldama meninggal dunia. Minggu malam sekitar pukul 20.00 WITA, Daniel menerima telepon. Telepon itu membawa kabar mengejutkan. Aldama dikabarkan jatuh di kamar mandi.
“Kebetulan saya lagi jaga (piket). Yang telepon pengasuhnya, saya disuruh ke Rumah Sakit Sayang Rakyat. Sempat saya tanya ngapain ke situ, dia (pengasuh) bilang anak saya jatuh,” tutur Daniel.
Daniel sontak kaget menerima kabar itu. Dia langsung bergegas memacu motornya menuju rumah sakit. Namun informasi yang disampaikan pihak kampus masih simpang siur. Daniel mencoba tenang. Masih berharap anaknya tidak mengalami cedera yang serius.
“Saya pikir dia patah (tulang) atau bagaimana. Di atas motor saya mikir di mana mau cari tukang urut,” ungkapnya.
Setibanya di rumah sakit, Daniel langsung disambut oleh pengasuh dan beberapa perwakilan pihak kampus. Mereka langsung menyampaikan kabar duka terkait meninggalnya Aldama. “Langsung saya kaget sekali. Gelap langsung saya punya penglihatan pas mereka bilang anak saya sudah tidak bisa tertolong,” lanjutnya.
Beberapa menit setelah menenangkan perasaan, Daniel meminta agar bisa melihat jenazah putranya. Saat itu lah Daniel curiga ada yang tidak beres.
“Pas saya masuk, saya lihat kaki dan tangannya sudah diikat. Mukanya sudah ditutup. Saya peluk dia, masih hangat badannya. Berarti memang barusan meninggal,” tambah Daniel.
Setelah membuka sedikit kain penutup jenazah, Daniel semakin melihat tanda-tanda kejanggalan. Tubuh anaknya seperti baru dihantam benda tumpul. Luka leban terlihat jelas di wajah dan dada. “Paling kentara lukanya di atas alis dan di bawah mata,” sebutnya.
Daniel masih tak menyangka nyawa Aldama melayang sia-sia. Padahal harapan keluarga besarnya menggantung di pundak Aldama.
“Saya tidak habis pikir. Seandainya bisa ditukar, saya rela meninggal duluan,” ucap warga Jalan Leo Wattimna, Kompleks TNI AU, Lanud Sultan Hasanuddin, Kabupaten Maros ini.
Senin dini hari (4/2), Daniel memutuskan untuk langsung melapor ke polisi. Kasus itu kemudian ditindaklanjuti oleh Polrestabes Makassar. Hari ini, mereka menetapkan satu tersangka yang terbukti menganiaya Aldama.
Kapolrestabes Makassar Kombespol Dwi Ariwibowo menunjukkan barang bukti kekerasan fisik yang dialami taruna ATKP Makassar, Aldama Putra. (Sahrul Ramadan/ JawaPos.com)
Daniel berharap kematian anaknya adalah yang terakhir. Dia meminta ATKP Makassar bisa mengawasi seluruh tarunanya agar tidak melakoni kekerasan. Dia juga berharap agar pelaku dihukum seberat-beratnya, setimpal dengan perbuatan kejinya terhadap Aldama.
DIDUGA DIANIAYA
Sebelumnya diberitakan Aldama Putra Pangkolan r tewas akibat dianiaya seniornya. Korban tewas setelah dianiaya di dalam kampus.
“Terjadi penganiayaan yang mengakibatkan korban meninggal dunia, jadi kronologisnya, jadi pada saat korban pulang dipanggil ada pelanggaran bersangkutan tidak menggunakan helm, ditegur terus dipanggil ke kamar salah satu senior di kampus. Di situlah terjadi kasus penganiayaan mengakibatkan korban meninggal dunia,” kata Kapolrestabes Makassar, Kombes Dwi Ariwibowo, di kantornya, Makassar, Selasa (5/2/2019).
Peristiwa penganiayaan itu terjadi pada Minggu (3/2) lalu. Pelaku penganiayaan MR (21) merupakan senior angkatan kedua di ATKP Makassar.
Penganiayaan bermula saat korban Aldama baru selesai izin bermalam di luar. Saat pulang ke kampusnya di kawasan Biringkanaya pukul 21.30 Wita, korban yang menggunakan sepeda motor masuk ke dalam kampus tanpa menggunakan helm.
Pelanggaran yang dilakukan Aldama ini diketahui MR. Aldama kemudian dipanggil MR untuk masuk ke dalam kamar seniornya itu.
MR (21) pelaku penganiayaan (Foto: Ibnu Munsir/detikcom)
“Saat masuk ke dalam kamar, Aldama diperintahkan untuk melakukan sikap tobat dan kemudian memerintahkan lagi Aldama untuk berdiri,” ungkapnya.
“Kemudian dia (Rusdi) memukul ke arah dada korban beberapa kali,” sambung Dwi.
Setelah pemukulan itu, Aldama langsung terjatuh. Beberapa siswa sempat berusaha menolong Aldama dengan menggunakan nafas buatan dan membasuhkan minyak kayu putih ke tubuh korban. Sayangnya, tindakan penyelamatan itu tidak mampu menolong nyawa Aldama.
Dwi memastikan peristiwa penganiayaan ini bukan dilatarbelakangi dendam.
“Nggak ada dendam karena melihat ada pelanggaran di saat selesai tidak menggunakan helm pada saat masuk kampus dan senior-junior tidak ada dendam. Ada pemukulan, di bagian dada hasil autopsi kita masih sudah lebam, kemungkinan seperti itu (luka dalam), belum menerima hasil keseluruhan,” jelasnya.
Dalam kasus ini, polisi sudah memeriksa 22 saksi. Polisi masih mendalami kasus ini.
“Adalah pelaku sendiri. Saya sudah periksa 22 saksi, kami lakukan pemeriksaan maraton pagi sampai malam untuk sementara 1 tersangka atas inisial MR. Itu sementara,” paparnya.
Kini pelaku dijerat pasal 338 KUHP dan atau 351 ayat (3) KUHPidana dengan ancaman hukuman 5 tahun dan maksimal 15 tahun penjara.
Sumber: Jawapos.com, Detik.com