Esensinews.com – Ustadz Abu Bakal Ba’asyir (UABB) dipastikan batal dibebaskan dari Lapas Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat. Pembatalan pembebasan ini dinilai akan gerus suara Presiden Joko Widodo di Pilpres 2019. Pasalnya membuat umat Islam kecewa, sehingga akan meninggalkan calon petahana tersebut.
Pengamat Terorisme dari The Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA) Harits Abu Ulya mengatakan, batalnya pembebasan UABB ini jelas membuat sebagian besar umat Islam akan kecewa, sehingga mereka akan meninggalkan Jokowi,” papar Harits.
Hal ini juga, ujar Harits, menunjukkan kapasitas managerial dari Jokowi dalam mengelola pemerintahan sangat problematik. Padahal dengan batalnya pembebasan terhadap UABB yang dikenal sebagai ulama pejuang tersebut bakal menggerus basis dukungan Jokowi dari pemilih setianya.
“Wacana kebijakan politik Jokowi membebaskan ustad ABB akhirnya betul-betul disadari sangat blunder. Karenanya butuh dipertimbakan dan dilakukan kajian lagi,” ujar Harits Abu Ulya dalam keterangannya dikutip seperti harianterbit.com Selasa (22/1/2019).
Menurutnya, keputusan Jokowi terkait akan membebaskan UABB tidak bisa dipastikan untuk mendongkrak elektabilitas sebagai modal di kontestasi pilpres 2019. Perdebatan dan ketidakselarasan TKN Jokowi dengan rencana pembebasan UABB menjadi indikasi kuat adanya irisan kepentingan Pilpres 2019.
Tekanan Asing
Harits menduga, adanya wacana pembebasan UABB juga membuat pemerintah Indonesia khususnya Menkopolhukam dan Kemenkumham mendapat tekanan asing yaitu Amerika dan sekutunya yang cukup kuat.
Oleh karena itu, kata Harist, batalnya pembebasan UABB bisa jadi karena Indonesia takut dengan ragam sanksi atau embargo dari Amerika dan sekutunya. Harusnya Jokowi tampil ke depan, tidak perlu “lepas tangan” atas batalnya pembebasan UABB dengan menyerahkan kepada menteri-menterinya untuk merancang narasi untuk meyakinkan publik mau memaklumi atas kebijakannya tersebut.
Lebih lanjut Harits mengatakan, dengan batalnya pembebasan UABB maka publik akan menggugat konsistensi seorang Presiden. Jika hal ini dianggap remeh oleh Jokowi atau orang-orang disekelilingnya, maka jangan lupa peristiwa ini juga akan mengkofirmasi statemen UABB selama ini bahwa kasusnya adalah pesanan pihak Asing (Amerika dan sekutunya”Dan jelas bahwa umat Islam sebagian besar akan kecewa,” paparnya.
Tergerus
Pengamat politik dari Indonesia Public Institute (IPI) Jerry Massie menilai pembebasan terpidana kasus terorisme Abu Bakar Ba’asyir akan menggerus suara Presiden Joko Widodo di Pilpres 2019. “Ini bisa berdampak buruk bagi Jokowi pada pilpres. Harusnya pembebasan jangan di ajang pilpres,” kata Jerry di Jakarta, Selasa.
Menurutnya, rencana pembebasan Abu Bakar Ba’asyir oleh pemerintah tak ada keuntungan bagi Jokowi di pilpres. “Bagi saya ini wrong time atau waktu yang salah dan kurang tepat. Tidak ada keuntungan bagi Jokowi. Sebuah langkah gegabah dari Jokowi. Sebetulnya jangan masuk ke dalam domain ini. Kasus terorisme itu berbahaya,” ujar Jerry.
Dengan adanya pembebasan kepada Ba’asyir, kata dia, publik akan menilai bahwa Jokowi lemah terhadap kasus terorisme. “Akan turun (suara), jika Abu Bakar Ba’asyir dibebaskan. Banyak warga Indonesia yang anti terhadap teroris,” katanya.
Sementara itu, pengamat politik dari Institute for Strategic and Development Studies (ISDS) M Aminuddin mengatakan, batalnya peembebasan UABB gagal menunjukkan hancurnya kepastian hukum yang ada di Indonesia. Di mata pegiat hukum dan demokrasi, selama Jokowi berkuasa, hukum lebih banyak dijadikan instrumen of power game alias lebih banyak menjadi sarana permainan kekuasaan untuk memojokkan lawan politiknya.
“Tetapi jika membelot menjadi pendukungnya maka kasus hukumnya tidak diteruskan atau diperingan hukumnya walau sudah ada jadi tersangka,” jelasnya.
Wibawa
Aminudin menilai, UABB batal dibebaskan karena UABB tidak bersedia menyatakan dukungannya pada Jokowi pada Pilpres 2019. Sehingga pembebasan UABB tak bisa memberi nilai tambah simpati pemilih muslim kepada Jokowi. Oleh karena itu batalnya pembebasan UABB akan meruntuhkan wibawa Jokowi dimata rakyat karena pernyataannya tak bisa dipegang. Apalagi justru pembatalan bebasnya UABB dimulai dari desakan Menkopolhukam Wiranto, yang notabene anak buah Jokowi sendiri.
“Tunduk atas desakan anak buah justru makin merontokkan wibawa kepemimpin Jokowi sendiri,” tandasnya.
Pengamat politik dari Lembaga Kajian dan Analisa Sosial (LeKAS) Karnali Faisal mengatakan, jika mencermati pernyataan-pernyataan para petinggi negara yang akan membebaskan UABB tapi kemudian membatalkannya maka inilah yang disebut inkonsistensi. Harusnya dalam kasus UABB supremasi hukum dikedepankan, prinsip keadilan diutamakan. Bukan pertimbangan-pertimbangan lain.
Karnali pun mempertanyakan, apakah ketika menyatakan bahwa Baasyir akan dibebaskan itu semata pertimbangan hukum dan keadilan atau ada pertimbangan lain yang seharusnya tidak muncul. Sebab hanya dengan pertimbangan hukum dan keadilan akan muncul kepastian. Kalau misalnya sudah dinyatakan mau dibebaskan tapi kemudian batal maka justru menciptakan ketidakpastian. Bukan hanya keluarga yang dirugikan tapi wajah hukum bisa diliputi ketidakpastian.
Karnali menuturkan, batalnya pembebasan UABB harus menjadi perhatian semua pihak. Pemerintah harus menjelaskan pertimbangan-pertimbangan hukum tentang pembebasan jika memang dibebaskan atau pembatalan jika memang UABB batal dibebaskan agar semua clear.
“Negara harus memulai tradisi menempatkan hukum di atas segalanya. Hukum tidak boleh diintervensi apapun. Jika memang Baasyir memang sudah waktunya bebas ya bebaskan saja,” tegasnya.
Sementara itu, Presiden Joko Widodo mengatakan pemerintah akan menaati hukum dan peraturan yang berlaku terkait rencana pembebasan bersyarat narapidana terorisme Abu Bakar Ba’asyir.
“Ada mekanisme hukum yang harus kita lalui. Ini namanya pembebasan bersyarat, bukan pembebasan murni, pembebasan bersyarat. Nah syaratnya harus dipenuhi, kalau nggak, kan saya gak mungkin menabrak,” kata Presiden kepada media di Istana Merdeka, Jakarta pada Selasa.
Menurut Presiden, salah satu persyaratan dasar dalam pembebasan bersyarat yakni setia kepada NKRI dan Pancasila.
Namun demikian, Ba’asyir enggan menandatangani surat pernyataan setia kepada NKRI.
Presiden menjelaskan pemerintah terus mengkaji tentang pembebasan bersyarat bagi Ba-asyir tersebut. “Apalagi ini situasi yang ‘basic’. Setia kepada NKRI, setia kepada Pancasila, sesuatu yang ‘basic’,” ujar Presiden.
Sebelumnya, Pengacara Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma’ruf Amin, Yusril Ihza Mahendra saat menemui narapidana kasus teroris Abu Bakar Baasyir di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Teroris Gunung Sindur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, mengatakan Ustad Abu Bakar Ba’asyir akan dibebaskan.