Lawan Jokowi bukan Prabowo, tetapi hoax,” begitu banyak pengamat menyebut. Sebab sesungguhnya, di atas kertas, pun berdasarkan hasil survei terkait elektabilitas Jokowi dan Prabowo, hampir seluruh lembaga survei menempatkan Jokowi sebagai pemenang Pilpres 2019. Prabowo terpaut sekitar 20 persen suara dari Jokowi.
Secara hitung-hitungan matematis, hampir tertutup kemungkinan Prabowo mampu menyalip Jokowi. Sebab jika diangkakan, selisih suara itu mencapai 37 juta pemilih. Angka yang cukup besar. Lebih dari 3 kali jumlah penduduk DKI Jakarta. Jokowi dan seluruh tim diam dan tidak berkampanye pun hingga 17 April nanti, Jokowi tetap akan keluar sebagai pemenang.
Sebab bukanlah perkara mudah untuk merubah arah pilihan 37 juta lebih pemilih, dari memilih Jokowi berubah memilih Prabowo. Kecuali satu hal, Jokowi melakukan blunder yang mungkin teramat sulit dimaafkan. Tetapi apa yang kita lihat belakangan ini, justru Prabowo yang kerap blunder. Hampir dalam setiap pidatonya, ia selalu salah menyajikan data.
Jadi Jokowi dua periode? Ya. Saya hakulyakin Jokowi akan kembali memimpin Indonesia yang raya ini untuk periode 2019-2024. Jokowi tidak akan pulang kampong ke Solo sebagaimana selama ini sering disuarakan oleh kubu Prabowo—Sandi. Jokowi akan tetap di Istana, Ibu Iriana akan tetap menjadi Ibu Negara hingga Oktober 2024 nanti.
Seluruh kubu Prabowo-Sandi juga sangat menyadari itu. Jika dalam berbagai kesempatan menyebut bahwa mereka tidak percaya hasil yang dirilis oleh lembaga-lembaga survei belakang ini, saya mau katakan itu Big Bullshilts! Hanya karena mereka tidak sedang diuntungkan saja, mereka lalu mengeluarkan narasi busuk untuk memprovokasi rakyat.
Dalam rapat-rapat internal kubu Prabowo, mereka pasti tidak henti-hentinya membicarakan hasil survei itu: Jokowi yang selalu unggullah hingga tingkat kepuasan rakyat terhadap pemerintah yang semakin menukik. Mereka sebenarnya begitu ketakutan setiap kali lembaga survei merilis hasil surveinya.
Tetapi mereka seolah-olah tegar, mereka seakan-akan tetap tenang. Namun hati mereka sudah berkecamuk. Pikiran mereka kacau-balau. Kepala mereka panas. Bahkan Sandiaga Uno yang telah mengeluarkan dana yang tidak sedikit jumlahnya untuk menalangi biaya kampanye kubunya, tidak akan bisa tidur nyenyak. Gelisah. Atau bisa jadi menyesal.
Namun nasi sudah jadi bubur, ia sudah sempat masuk gelanggang. Jadi ia harus menyelesaikan pertandingan hingga detik terakhir, sekalipun harus babak belur, sempoyongan seperti orang mabuk, hingga meratap sejadi-jadinya. Petarung sejati memang harus begitu. Sekuat apa pun lawan, mesti dihadapi.
Mengingat lawan yang begitu tangguh, dan hampir tidak mungkin dikalahkan dengan cara-cara yang fair, maka mereka harus memutar otak. Sebab tidak ada prestasi yang dapat dipamerkan. Tidak ada pula rekam jejak yang patut dibanggakan. Capresnya penculik dan pecatan TNI, cawapresnya pemberi harapan palsu bagi warga DKI Jakarta.
“Hoax.” Jurus terakhir yang harus dimainkan. Mulai dari capresnya, cawapresnya, seluruh tim pemenangan, hingga seluruh pendukung tanpa terkecuali, bahkan para ulama pendukung capres nomor urut 02 itu, terlibat dalam satu permainan memuakkan dan menjijikkan: beternak hoax, dan lalu menyebarkannya secara masif ke ruang-ruang publik.
Sudah tidak terhitung lagi entah berapa banyak kebohongan yang keluar dari kubu Prabowo-Sandi. Pokonya banyak sekali. Dari sekian banyak hoax yang beredar selama ini, dua hoax yang mungkin paling heboh dan yang paling menyita perhatian publik adalah drama Ratna Sarumpaet dan 7 kontainer surat suara yang telah tercoblos.
Adalah Andi Arief, politikus Partai Demokrat serta Tengku Zulkarnain yang pertama sekali menyebarkan berita bohong itu. Lalu segera menyebar luas ke mana-mana dan menjadi viral/trending di media sosial. Para pendukung Prabowo sempat bergembira-ria atas berita bohong itu. Namun segera bersembunyi setelah KPU memberi klarifikasi.
Bahwa apa yang dicuit Andi Arief dan Tengku Zulkarnain itu adalah berita bohong. Surat suara belum dicetak. Bahkan pengadaan surat suara masih dalam proses lelang. Aneh bukan? Bagaimana mungkin ada kertas suara yang jumlahnya jutaan lembar, sementara proses lelang masih berlangsung? Sungguh cara berpikir kampret: terbalik-balik.
Andi Arief, pun Tengku Zulkarnain segera menghapus cuitannya. Namun sebelum dihapus, tangkap layar cuitan kedua die hard Prabowo itu sudah sempat beredar luas. Keduanya berkilah bahwa mereka mencuit tentang 7 juta surat suara itu hanya untuk mempertanyakan saja. Lah, kalau hanya sekedar mempertanyakan, kenapa cuitannya mesti dihapus?
Artinya apa? Mereka sadar betul bahwa mereka sedang menyebarkan hoax. Dan mereka mungkin tidak pernah menyangka bahwa efek cuitan itu akan seheboh sekarang ini. Namun apa boleh buat, semuanya telah terjadi dan harus dihadapi tentunya. KPU telah bersikap dengan meminta agar penyebar hoax surat suara itu segera ditangkap oleh pihak kepolisian.
Apakah penyebaran hoax itu murni atas inisiatif Andi Arief dan Tengku Zulkarnain? Rasa-rasanya tidak. Sebab baik SBY, ketua umum Partai Demokrat, pun Prabowo belum menegur keduanya. Yang ada justru sebaliknya, para kader Demokrat dan seluruh partai koalisi pendukung Prabowo-Sandi justru membela sahabat mereka itu.
Jadi semua ini sudah terencana? Ya. Kelihatannya seperti itu. Tidak jauh beda dengan kasus hoax penganiayaan Ratna Sarumpaet, dan juga kasus perobekan baliho Pratai Demokrat di Pekanbaru baru-baru ini. Namun sayang, strateginya murahan sekali, sehingga publik dengan sangat mudah segera menyimpulkan bahwa itu adalah hoax.
Siapa sebenarnya yang ingin mereka serang? Jokowi atau KPU? Dua-duanya. Namun serangan kali ini lebih condong ke KPU. Sebelumnya mereka sudah meributkan tentang 30 juta DPT palsu tanpa pernah membuktikannya. Setelah itu, ribut lagi tentang kotak suara kardus. Mereka juga menuduh bahwa Jokowi telah menjanjikan jabatan kepada Ketua KPU jika nanti Jokowi terpilih.
Namun kali ini, eposide hoax Tengku Zulkarnain sepertinya akan segera berakhir. Cuitannya telah menjadi duri baginya. Senjata makan tuan. Kebohongan tentang 7 kontainer surat suara yang telah tercoblos itu akan segera mengantarkannya ke penjara bertemu sohibnya Bahar Smith yang terlebih dahulu telah mendekam di balik jeruji.
Polisi menyebut bahwa penyebar hoax kertas suara tersebut bisa dipidana penjara selama 10 tahun. Baguslah kalau begitu. Itu artinya bahwa Tengku Zulkarnain yang seakan tidak pernah lelah menyebarkan hoax selama ini akan segera “membusuk di penjara.” Sebab sepandai-pandainya tupai melompat akan jatuh jua. Sepandai-pandaianya Tengku Zulkarnain berbohong, akan masuk bui juga. Selamat ustaz!
Salam Indonesia satu!
Sumber : Seword, @PurbaHermanto
Buat ‘ulama su’ (jahat, penebar fitnah) hukumannya tidak lain adalah pancung..