Esensinews.com – Kampanye calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) sementara berlangsung.
Menyikapi soal kampanye tersebut, Direktur Indonesian Public Institute, Karyono Wibowo mengemukakan setiap pasangan calon presiden dan wakil presiden memiliki narasi berbeda saat kampanye.
“Pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, menggunakan narasi pesimisme,” jelas Karyono dalam diskusi bertajuk Refleksi Akhir Tahun : “Indonesia Maju Atau Puna”‘ di Jalan Pakubuwono, Kamis (27/12/2018).
“Bisa saja Prabowo-Sandiaga sebenarnya menyadari situasi di Indonesia tidak separah yang mereka ungkapkan.
Jangan-jangan Prabowo pun tahu Indonesia memiliki masa depan yang baik. Tetapi karena situasi politik, maka narasi yang mereka bangun adalah narasi pesimisme,” ujar Karyono.
Dia pun menyoroti terkait narasi pesimisme yang mana pernyataan Prabowo soal Indonesia akan punah jika dirinya kalah. Padahal, itu belum tentu terjadi. Karyono menilai narasi pesimisme semacam ini sah digunakan dalam kontestasi politik.
“Narasi seperti ini erat kaitannya dengan politik kecemasan. Maksudnya, kata dia, bisa timbul kecemasan di masyarakat akan sesuatu yang belum tentu akan terjadi. Narasi pesimisme ini juga bertujuan untuk menjual kegagalan lawan politik,” sebut dia.
Untuk penantang tandas Karyono, mereka jual kegagalan pemerintah. Narasi yang dibangun selalu soal kegagalan-kegagalan. “Bagi penantang wajar juga mencoba menegasikan keberhasilan lawan politik ya,” ujarnya.
Untuk itu ucapnya, sudah sewajarnya Jokowi-Ma’ruf menjual keberhasilan pemerintahannya di periode pertama.
Baik narasi optimisme maupun pesimisme ini seharusnya bisa ditanggapi bijak oleh masyarakat.
Disamping itu tuturnya, publik harus menyadari bahwa dua narasi tersebut dilontarkan demi kepentingan politik.
Cara menilai isi dua narasi yang berbeda itu, kata Karyono, adalah membandingkannya dengan fakta. Dari situ publik bisa tahu siapa yang benar, penantang atau petahana.
Editor : Divon