Esensinews.com – Penegakan hukum yang lemah oleh federasi dianggap penyebab Indonesia menjadi lahan subur pengaturan skor laga sepakbola.
Namun PSSI mengklaim telah melakukan beragam upaya yang disarankan induk organisasi sepakbola dunia (FIFA) untuk mencegah kecurangan yang melibatkan jaringan judi.
Pengakuan manajemen klub Madura FC soal tawaran uang untuk kesepakatan pengaturan skor disebut momentum baru PSSI memberantas patgulipat yang mencederai sportivitas.
Manajer Madura FC, Januar Herwanto, menuding anggota Komite Khusus PSSI, Hidayat, menawarinya uang Rp100-150 juta. Syaratnya, Madura harus memberi kemenangan pada PSS Sleman dalam laga Liga 2.
Januar pertama kali mengeluarkan tuduhan itu dalam tayangan gelar wicara televisi, Mata Najwa, 28 November lalu. Dalam acara yang sama, Hidayat membantah tudingan yang diarahkan kepadanya.
“Saya siap bertanggung jawab, kalau memang saya terbukti mengatur skor. Tidak perlu dipanggil Komisi Disiplin, saya akan mengundurkan diri,” kata Hidayat.
Dalam wawancara dengan BBC News Indonesia, Januar menyebut Madura FC sebenarnya sudah beberapa kali menerima tawaran uang untuk pengaturan skor.
Bedanya, sejumlah tawaran itu tidak melibatkan oknum pengurus PSSI.
“Tawaran bukan datang kali ini saja, tapi karena ini menyangkut orang PSSI, itulah mengapa kami laporkan.”
“Selama ini tawaran ada dari teman-teman, kami tolak dan biarkan. Tapi ini petinggi PSSI yang bermain dengan makelar. Menjijikan sekali,” ujarnya via telepon, Kamis (28/11).
Isu pengaturan skor belakangan muncul ke publik, terutama setelah laga antara Aceh United kontra PSMP Mojokerto, 19 November lalu.
Keduanya berhadapan dalam babak 8 besar Liga 2 yang merebutkan jatah promosi ke kasta tertinggi liga sepakbola Indonesia.
Pertandingan itu berakhir dengan skor 3-2 untuk kemenangan Aceh United. Namun sejumlah kejanggalan banyak dibicarakan publik, terutama seorang pemain PSMP yang terlihat sengaja tak mengarahkan tendangan penalti ke gawang Aceh.
Kasus pengaturan skor bukan kali ini saja mencuat. Oktober 2014, laga PSS Sleman kontra PSIS Semarang di Liga 2 dianggap mempertontonkan sepakbola gajah.
Pemain kedua tim berlomba memasukkan bola ke gawang sendiri. Lima gol dalam laga itu merupakan gol bunuh diri. Sejumlah pelatih dan pemain PSS dan PSIS divonis bersalah oleh Komdis PSSI.
Bambang Suryo, mantan pemain yang pernah dilarang beraktivitas seumur hidup dalam persepakbolaan dalam negeri oleh PSSI, menyebut Indonesia sebagai lumbung uang bagi para penjudi.
Menurut Bambang, industri sepakbola yang tidak sehat secara finansial menjadi salah satu faktor rentannya pengaturan skor.
“Banyak klub sepakbola sakit, mereka perlu modal untuk eksis dalam kompetisi,” ujarnya.
Para penjudi yang mengatur skor, kata Bambang, sebagian berasal dari luar negeri dan berjejaring dengan rumah judi besar.
“Pengatur skor ini berjudi, pasang taruhan di rumah judi, mereka ingin menang, masuklah mereka ke tim Indonesia yang parah ekonominya, termasuk ke Liga 2.”
“Biasanya bandar atau penjudi ingin menyogok seluruh tim, dari manajer, pelatih, dan pemain. Harganya Rp200-300 juta untuk kasta Liga 2,” kata Bambang kepada BBC News Indonesia.
Oktober 2015, Komdis PSSI menjatuhkan larangan beraktivitas di persepakbolaan kepada Bambang. Ia dituding mengatur skor sejumlah laga, membeberkannya ke publik, tapi enggan membantu PSSI memberantas mafia pertandingan.
Bagaimanapun, Bambang menganggap persoalan ini tidak pernah tuntas karena PSSI enggan memberantas para pelaku pengaturan skor.
“Indonesia itu lumbung. Orang-orang PSSI sebenarnya tahu siapa oknum di lembaga mereka yang ikut bermain,” ucapnya.
Namun PSSI menolak dianggap membiarkan mafia pertandingan mengatur hasil laga. Beragam upaya yang disarankan FIFA diklaim telah dilakukan untuk mencegah dan mengawasi kecurangan.
Anggota Komite Eksekutif PSSI, Gusti Randa, menyebut lembaganya bekerja sama dengan lembaga penyedia data olahraga asal Inggris, Genius Sport.
Gusti berkata, Genius Sports mengumpulkan setiap data pertandingan, dari jumlah pelanggaran, kartu yang dikeluarkan wasit, hingga penalti. Data itu lantas dianalisis untuk mengendus pengaturan skor.
Tak hanya itu, Gusti menyebut PSSI juga telah menggelar pendidikan kilat antisuap bagi para wasit dan hakim garis.
Para pengurus PSSI dan pemilik klub pun disebutnya wajib meneken pakta integritas yang mewajibkan mereka menjunjung prinsip fair play.
“Tentu pengaturan skor tidak boleh ditoleransi. Kalau terendus saja harus diberantas, apalagi kalau sudah jelas,” ujarnya.
Gusti mendesak para pihak yang mengetahui dugaan pengaturan skor maupun keterlibatan pengurus PSSI untuk melapor ke Komisi Disiplin atau kepolisian.
Isu seperti ini dianggapnya kerap menjadi desas-desus semata dan merugikan citra PSSI.
“Jadi persoalan pengaturan skor ini, tunjuk hidung, jangan katanya-katanya. Kalau Anda tahu orangnya, laporkan,” kata Gusti.
Sumber : BBC Editor : Ridwan